Sebuah tiket didapatkan Abigail dengan bantuan dari seorang teman. Kini, Abigail sedang duduk di ruang tunggu sembari membaca buku. Tiba-tiba saja ponsel di sakunya berdering. Dia bisa melihat nama Dirham di sana, hingga tidak membutuhkan waktu lama untuk segera menjawab panggilan.
“Ada apa, Papa?” tanya Abigail sembari menatap papan bertuliskan gate.
“Kapan kamu kembali?”
“Aku sedang di bandara. Dalam beberapa jam aku sampai di sana.”
“Bagus sekali, Papa tunggu kedatanganmu, Abigail.”
“Ada apa sebenarnya? Kenapa Papa menyuruhku segera kembali ke rumah?”
“Nanti saja, ada kejutan untukmu.”
“Benarkah? Baiklah, aku segera sampai di Kolombia, Papa.”
Wanita berambut cokelat dengan blazer hitam itu mengakhiri panggilan dengan tersenyum bahagia. Tidak biasanya sang ayah memberikan kejutan, tetapi … apa yang akan diberikan Dirham membuatnya bertanya-tanya.
“Hem, apa aku akan mendapatkan rumah pribadi? Atau … aku akan mendapatkan kendaraan? Kenapa aku merasa sesuatu akan terjadi di sana?” gumam Abigail sembari merapikan barang dan memasukkannya ke tas.
Pesawat yang ditumpangi Abigail siap lepas landas, membuatnya semakin tidak sabar untuk segera sampai di rumah orang tuanya.
***
Di rumah Dirham,
Marissa sedang bersantai dengan kedua anaknya. Mereka bahkan tidak merasa kesulitan dengan masalah yang dihadapi Dirham saat ini.
“Mama, apa itu benar? Apakah Abigail akan menikahi pria cacat?” Klarisa bertanya setelah mendengar kabar tentang pernikahan yang diinginkan oleh FX Group.
“Benar, Sayang. Setelah ini, tidak aka nada lagi yang membuat posisi kalian terancam. Abigail sebentar lagi ke luar dari rumah ini dan menjadi istri pria cacat. Sungguh malang, tetapi dia pasti menerima semua dengan baik,” jelas Marissa pada anaknya.
Dari pintu masuk, Dirham berjalan dengan melonggarkan dasinya. Melihat istrinya hanya duduk, Dirham pun mengajukan protes.
“Aku datang dengan kelelahan setelah bekerja, apa kamu tidak ingin menyambutku?”
“Ayolah, jangan membuat suasana menjadi canggung. Mereka baru saja mendapatkan waktu untuk bersantai,” jawab Marissa dengan menunjuk pada kedua anaknya yang kini menikmati waktu.
“Baiklah, malam ini kita makan malam di luar bersama Abigail.”
“Untuk menyambutnya saja perlu makan malam di luar? Kamu jangan menghabiskan uang dengan hal tidak berguna seperti ini.” Marissa protes karena tidak ingin membuat pengeluaran itu ditujukan pada Abigail.
“Sayang, sebentar lagi Abigail akan menikah dengan cucu dari Tuan Rafael. Bersikaplah dengan baik karena sebentar lagi, dia yang akan membantu kita keluar dari masalah ini.”
Setelah mengucapkan kalimatnya, Dirham melanjutkan langkah menuju kamar tanpa menyapa kedua anaknya yang lain.
Setelah kepergian Dirham, sosok yang baru saja mereka bicarakan pun datang. Dengan menarik tas kopernya, Abigail menyapa Marissa dan kedua adik tirinya.
“Cepat sekali kamu datang?” ucap Marissa dengan melirik dari ekor mata.
“Iya, kebetulan aku mendapatkan jadwal pagi, meski ada sedikit kendala tapi akhirnya aku bisa sampai dengan selamat,” ujar Abigail tanpa mengubah raut wajahnya.
Pandangan mata Abigail mengedar, seperti mencari seseorang di sana. “Apa Papa ada di rumah?” tanyanya.
Sebelum Marissa menjawab, suara Dirham membuat Abigail tersenyum lebar dan berhamburan menghampirinya.
“Papa, mana kejutan yang akan aku dapatkan?”
“Tunggu. Sebaiknya kamu segera membersihkan diri, kita akan makan malam bersama di luar.”
“Benarkah? Baiklah, aku akan segera bersiap.”
Abigail berjalan ke kamarnya dengan perasaan bahagia.
Dirham menatap Marissa dan menyuruhnya untuk bersiap. Begitu juga dengan Klarisa, dan Sintia.
Jam menunjukkan pukul enam, semua orang berkumpul di ruang tamu untuk pergi makan malam di restoran yang sudah dipesan Dirham.
Namun, sebelum mereka berangkat, Dirham mendapat telepon dari Laos.
“Bagaimana?” tanya Laos dari seberang sana.
“Aku sedang membujuk anakku, Tuan. Tenang saja, dia pasti mau melakukannya.”
“Bagus, aku tunggu sampai besok.”
Panggilan selesai, tetapi di depannya saat ini sudah ada Abigail yang berdiri dengan bertanya, “Siapa, Pa? kenapa wajah Papa pucat seperti itu?”
“Ti-tidak, bukan siapa-siapa.”
Abigail hanya mengangguk dan mereka pun berangkat menggunakan mobil yang dikendarai oleh Dirham sendiri.
Sampai di restoran, makan malam berjalan dengan lancar. Tidak ada kecurigaan yang muncul di sana. Bahkan, Abigail sangat menikmati waktunya bersama keluarga itu. Meski selama ini Abigail menjadi bahan siksaan batin oleh Marissa, tetapi tidak sekalipun dia mengatakan benci pada ibu tirinya.
“Papa, apa aku bisa mendapatkan kejutanku sekarang?” tanya Abigail membukan keheningan di sana.
Dirham menelan makanan terakhirnya, lalu mulai mengatur napas agar tidak salah dalam berbicara.
“Begini, Abigail. Papa sudah memutuskannya, kamu akan menikah dengan cucu dari pemilik FX Group. Namanya Raiden, pria tampan dan mapan.”
Mendengar kejutan itu, Abigail tidak berkata-kata lagi. Wajahnya menunjukkan tanda tanya besar pada sang ayah.
“Ta-tapi, Pa. Abigail masih kuliah dan … tidak mungkin menikah.”
“Apa yang tidak mungkin? Kamu bisa saja membicarakan jadwal itu dengan suamimu kelak. Kamu bisa minta padanya untuk mengembalikanmu ke universitas,” sahut Marissa dengan wajah mengintimidasi.
Abigail terdiam sejenak, kejadian mala mini sungguh membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Dia meminta waktu untuk menjawab, tetapi Dirham menjelaskan tidak ada waktu untuk menunggu jawaban.
“Setuju atau tidak, kamu tetap akan menikah.”
Dirham beranjak dari kursinya dan berjalan keluar restoran bersama istri dan kedua anaknya yang lain.
Abigail terdiam sejenak untuk mencerna apa yang dikatakan Dirham. Hingga akhirnya, dia beranjak dan mengikuti langkah Sintia dan Klarisa.
Kembali ke rumah, tanpa adanya pertanyaan lagi, Abigail mendekati Dirham dan berkata, “Papa, aku tidak mau menikah.”
Setelah itu langkahnya begitu yakin untuk masuk dalam kamar. Bahkan, Abigail tidak peduli dengan umpatan yang diucapkan Dirham setelah kepergiannya.
Keesokan harinya, Dirham berharap Abigail mengubah pilihannya. Dia tidak ingin menjadi korban selanjutnya, sebab beberapa kali dia mendengar bahwa Rafael tidak segan-segan untuk mengakhiri orang yang memiliki hutang.
“Abigail, dengarkan Papa.”
“Tidak mau! Sudah aku katakan, aku menolak untuk dijodohkan!”
Brak!
Terdengar suara pintu yang terbuka dengan paksa. Sosok pria yang beberapa hari lalu datang ke kantornya pun muncul di sana. Dirham menelan ludahnya dengan kasar, seakan bersiap untuk akhir dari hidupnya.
“Tuan Dirham, seseorang menunggu jawaban darimu,” ucapnya dengan tersenyum miring.
Abigail berjalan maju dan mengomel di depan pria itu. Dirham buru-buru menarik tangan anaknya agar tidak mendapat pukulan seperti yang diterima sebelumnya.
“Abigail, menjauh dari pria itu! kamu tidak tahu siapa dia.”
Bugh!
Satu pukulan mendarat di wajah Dirham membuat Abigail berteriak karena terkejut.
“Papa!”
“Abigail, mundur! Tuan, tunggu sebentar, aku belum sempat menjelaskan pada anakku ini.”
“Tuan Laos sudah menunggu dan memberikan waktu beberapa hari ini.”
Sayangnya, belum sempat Dirham menjelaskan pada Abigail, sebuah tinju kembali didapatkannya hingga tubuh Dirham tersungkur.
Tidak sampai di sana, pria bertubuh besar itu kembali menyerang dengan menendang perutnya hingga Dirham terbatuk. Abigail hanya bisa menangis melihat siksaan yang didapatkan sang ayah. Sedangkan Marissa memeluk kedua putrinya dengan tubuh bergetar karena takut.
“Uhuk! Uhuk!” Dirham memuntahkan darah dari mulutnya.
Wajah pria itu lebam dan beberapa bagian luka mengeluarkan darah segar. Saat sebuah senjata di arahkan pada Dirham, Abigail menjadikan tubuhnya sebagai tameng.
“Tidak! Uhuk! Tuan, biarkan aku menjelaskannya dulu.”
Akhirnya Dirham pun menjelaskan pada Abigail tentang hutangnya dan permintaan pernikahan. Abigail menangis mendengar berita itu dan mengiyakan pernikahan untuk melindungi keluarganya.
“Papa, jika keputusan ini bisa menyelamatkanmu, baiklah, aku bersedia.”
“Tuan, anakku setuju.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Agustina Kusuma Dewi
hebat.. kalian org tua dzolim thp anak.. dunia ini, mmg menyilaukan kl kalian tdk berhati dlm melangkah.. sakit diambang batas tak kan menghapuskan hati yg terluka
2023-02-09
0
Rinnie Erawaty
ini ni keserakahan orang tuanya yg ditumbalin anaknya.... minta di sleding ja nih ortu kek gini.... semprul tenan
2023-01-05
1
Anne Rukpaida
sabar Abigail
2023-01-05
1