Malam pergantian tahun dan hari yang menakutkan

Pantulan cahaya bulan di permukaan air laut menambah semarak dan meriah suasana di pinggir pantai saat kami bertiga dan turis-turis asing yang tengah berlibur di sini sama-sama merayakan detik-detik pergantian tahun, karena jam sudah hampir menunjukan pukul satu dini hari menandakan waktu yang kami tunggu-tunggu akan tiba.

"Ayo sekarang berhitung, " seru Perth karena arlojinya sudah memasuki detik-detik.

"10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1... Happy New Year....!! "

Serempak kami semua yang ada di sana menghitung mundur waktu sambil memegangi lampion dan diterbangkan serta meletuskan kembang api hingga langit malam begitu indah di hiasi warna warni letusan kembang api menandakan jika tahun sudah berganti.

"Woooaah...." Kagum Nana saat kami semua menyaksikan letusan kembang api di langit berpencar indah serta lampion yang kami terbangkan mengudara jauh meninggalkan pantai.

"Nong suka, hem...."

Aku tersenyum saat Perth merangkul pundak Nana hangat karena mata kami sama-sama menikmati pemandangan letusan letusan kembang api di langit serta lampion lampion dengan berbagai macam bentuk yang tadi kami terbangkan di udara.

"Ehem ... sangat suka, andai ya perayaan tahun baru ini sama seperti perayaan di tahun baru kemarin, pasti sangat menyenangkan saat ada Popa. "

Aku hanya bisa terdiam dan tersenyum saat mendengar ucapan anak bungsu ku ini terlontar, aku tahu memang semuanya sudah berubah bahkan keadaan begitu cepat setelah Phi Ae mengkhianati ku karena ia sudah terang-terangan juga menyakiti hati anak-anak dengan caranya.

"Nong, ada atau tidaknya Popa semua tetap sama. Bukankah di sini ada Moma yang selalu menyayangi kita."

Aku begitu terharu saat Perth menasehati dan menginginkan Nana jika saat ini mereka masih memikirkan diriku meski ayah mereka tidak bersama mereka.

" Maaf, moma. "Nana menatapku dengan tatapan penuh sesal karena sedikit banyak mereka tahu apa yang sudah terjadi dan pasti mereka tahu apa yang selalu aku rasakan.

"Ehem... Nana masih memiliki Moma dan Phi Perth, meski kini Popa tidak bersama kita seperti dulu, tapi Nana yakin Moma akan selalu bersama kita."

Aku seketika menggeleng mendengar ucapan Nana karena aku tidak ingin anak-anak memikirkan hal seperti tidak harus mereka pikirkan.

"Baiklah, sekarang kita kembali ke kamar, ya. Acara sudah selesai, kita lanjutkan bermain-main besok sebelum pulang."

Dengan manis Nana mengangguk disusul senyum hangat Perth saat ia menggandeng tangan adiknya sayang hingga kami kembali ke hotel dan beristirahat bersama.

❤❤❤

Tawa Nana semakin merekah saat mereka sama-sama menikmati liburan terakhir di sini, karena kami tengah berada di kolam renang besar fasilitas dari hotel di mana kami menginap.

"Ayooo... Phi lempar,"seru Nana begitu girang saat bermain lempar bola, bola yang mereka dapatkan dari hadiah Natal sebelum berangkat ke Lipa Noi.

Aku yang duduk di gazebo tersenyum menyaksikan mereka begitu asyik bermain dan melupakan kepelikan hidup yang kami alami selama beberapa bulan terakhir.

"Siap nong, tangkap dengan baik, ya...." Perth melemparkan bola tersebut ke arah Nana, karena Nana juga sudah bersiap.

"Yey... Nana bisa,"senang Nana karena bisa menangkap bola itu.

Aku terkekeh melihat interaksi mereka berdua karena terlihat sangat menikmati liburan ini meski ada yang berbeda dan kurang karena Phi Ae tidak bersama kami.

"Moma, ayo...kemari." Lambai Nana ke arahku dengan girang saat permainan lempar bola diantara dirinya dan Perth semakin mengasyikkan.

"Nana bermainlah bersama Phi Perth, ya... Moma cukup di sini memperhatikan kalian," tolakku halus, akan tetapi penolakanku tidak membuat Nana dan Perth mendengarkan, justru mereka berdua menghampiri lalu menarikku agar aku bermain bola bersama mereka hingga suasana semakin semarak karena di sana tidak hanya ada kami tapi ada banyak turis turis asing yang juga menikmati liburan di kolam renang untuk sekedar bersantai dan berjemur.

"Ayo... Oper Phi, oper...." Semangat Nana karena saling oper bola semakin meriah setelah aku bergabung bermain bersama mereka.

"Tangakap moma, "seru Perth mengoper bola padaku.

" Ok, ok. " Aku bersiap menangkap tapi tidak sengaja bola yang Perth oper justru menggelinding ke arah pembatas kaca antara kolam renang dan pantai karena aku gagal menangkapnya.

"Yah... Moma payah, " seru Nana.

Aku terkekeh lalu berlari kecil mengambil bola yang menggelinding di pembatas.

"Hah...." Kuhempaskan nafas dalam sambil menatap jauh di mana seharusnya hamparan pasir berada kini hilang dan di gantikan gulungan ombak tinggi menyeret kapal-kapal dan menghempas pohon kelapa hingga tumbang, burung-burung yang ada di udara seakan tahu jika alam tengah tidak baik-baik saja mereka terbang kedaratan seolah-olah menuntun ku agar segera pergi dari sana dan mencari tempat yang aman.

"Tuhan, " lirihku kelu karena pemandangan menakutkan ini benar-benar tidak pernah melintas di benakku dalam seumur hidup.

"Moma, " suara Nana terdengar gemetar saat memanggilku.

"Perth! Nana!"seruku karena gemuruh gulungan ombak tinggi dalam hitungan detik semakin mendekat dan menghantam dinding kaca pembatas antara kolam dan pantai.

Aku tidak bisa berpikir, yang ada di kepalaku hanya keselamatan anak-anak, dengan ringkas kakiku berlari karena kaca pembatas dengan perlahan retak tidak mampu menahan kuatnya terjangan ombak.

"Moma, Nana takut,"gemetar Nana setelah berada di dalam pelukanku saat melihat gulungan ombak tinggi hanya hitungan detik menerjang apapun yang ada di hadapannya, batas kaca di mana kami berada pecah dan seketika menghempas tubuh kami dan apa saja yang ada.

Aku merasa keadaan ini sangat berbahaya dengan cepat menyerat Nana dan Perth ke pinggir kolam dan terjun ke dalamnya agar hempasan ombak tidak kuat menghantam tubuh kami.

"Momaa...." teriak Perth karena setelah terjun ke dalam kolam tubuh kami di gulung oleh gelombang hingga terseret kedaratan oleh arus air deras bersama puing-puing.

"Berpegangan dengan kuat nak." Aku mencoba berenang dan mencari sesuatu yang mengampung, agar kedua anakku tidak hanyut karena semakin lama pelukan Nana dan Perth semakin mengendur akibat gemetar ketakutan, padahal saat itu gelombang terus menerus menghantam kami.

"Hiks... momaa, Nana takut, hiks...," isak Nana histeris saat melihat gelombang tinggi kembali menggulung dari ujung sana, karena tidak sedikit orang yang ikut terseret arus sama seperti kami, bahkan tidak sedikit tubuh mengambang tidak lagi bernyawa hingga Perth yang tengah berpegangan padaku semakin menggigil melihatnya.

"Momma, hiks... kita pergi dari sini, hiks ... Perth takut, hiks.... "

Aku yang tengah berusaha mencari tempat untuk berpegangan tidak bisa berfikir selain keselamatan anak-anak karena gelombang tinggi di ujung sana semakin mendekat dan ingin menghempaskan tubuh kami seperti semula.

"Nak, dengarkan moma, ya. Perth dan Nana jangan takut di sini ada momaa. Momaa akan menjaga kalian dengan baik, percayalah. Kalian mengerti,"ujarku mencoba menenangkan mereka.

" Sekali kita berenang ke sana, ok. "

Dengan sabar dan hati-hati aku menuntun mereka ke tempat yang mengapung agar mereka bisa berpegangan sejenak.

"Nana takut moma, Nana takut. " Nana dan Perth sama-sama erat memelukku padahal aku tidak ubahnya seperti mereka sama-sama ketakutan.

"Ssssttt... Tenag sayang. " Aku mencoba menenangkan mereka meski keadaan ini benar-benar membuat kami ketakutan, bahkan aku sendiri tidak berani berharap untuk hidup.

"Hiks... gelombangnya momaa, hiks... sebentar lagi sampai kemari, hiks... Perth takut, hiks...,"adu Perth saat melihat gelombang lebih tinggi dari sebelumnya kembali menggulung hingga aku semakin khawatir karena puing-puing besar turut tergulung di dalamnya dan keadaan itu benar-benar membahayakan kami karena tidak ada tempat untuk lari mengingat tempat tersebut telah hancur luluh lantak di terjang gelombang tsunami.

"Hiks... hiks... bagaimana ini momaa, hiks ... Nana takut, hiks...hiks..,. " histeris Nana sambil memelukku saat ombak semakin mendekat.

"Heyy ... dengar momaa, ya. Saat gelombang itu datang Nana dan Perth harus menyelam seperti yang akan momaa lakukan, bukankah kita sudah melakukannya di sana. Sekarang kita lakukan lagi agar kita tidak tergulung oleh ombak lebih kuat."

Aku lega karena dengan patuh dua bocah itu mengangguk karena hanya hitungan detik tubuh kami kembali terhempas hebat setelah menyelam karena puing-puing bangunan dan benda rongsokan kembali menghantam tubuh kami tanpa ampun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!