Mendengar pertanyaan dari Ferhat sontak membuat Hayu mengangguk cepat. Dia sangat berharap Ferhat berbaik hati meminjaminya uang. Harapan bahwa lelaki tersebut benar-benar menyukainya sudah pupus.
Namun, paling tidak lelaki itu masih memiliki hati nurani untuk menolongnya yang sedang kesulitan. Hayu menatap Ferhat dengan tatapan penuh harap. Ferhat mengusap dagu dengan mata menatap langit-langit.
"Maaf, aku tidak bisa meminjamimu uang. Pergilah! Aku paham bagaimana cara kerja penipu sepertimu." Ferhat mulai melangkah masuk dan membanting pintu kasar.
Bahu Hayu merosot. Dia tak tahu lagi harus bagaimana. Bahkan sekarang perempuan itu tidak memiliki paspor dan ponselnya ikut raib karena kecerobohannya sendiri. Akhirnya Hayu berjalan gontai menuju pintu gerbang rumah Ferhat.
"Pak, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Hayu kepada si penjaga rumah.
"Apa?" ketus lelaki itu.
"Aku kehilangan paspor, ponsel, serta sejumlah uang saat perjalanan ke sini. Bisakah Anda menunjukkan di mana letak kantor polisi terdekat?"
"Merepotkan sekali!" gerutu si penjaga.
Meski lelaki bertubuh kekar itu berkata ketus kepada Hayu, dia tetap menunjukkan di mana letak kantor polisi terdekat. Perempuan itu pun harus berjalan sejauh 500 meter dari rumah Ferhat untuk sampai di kantor polisi.
Sesampainya di sana, Hayu langsung membuat laporan. Dia meminta surat keterangan kehilangan dan berniat untuk pergi ke Kedutaan Besar Republik Indonesia keesokan harinya. Setelah polisi selesai membuatkan surat keterangan untuk Hayu, perempuan itu terdiam sejenak dan terlihat berpikir.
"Pak, bolehkah aku menginap di sini malam ini?" tanya Hayu kepada polisi di depannya.
"Ya? Apa kamu tidak memiliki tempat tujuan?" tanya polisi bernama Ahmed itu.
"Sebenarnya aku memiliki tempat tujuan, tapi tuan rumah tidak menginginkan kedatanganku. Aku bisa apa?" Mata Hayu menerawang mengingat kesialannya hari itu sembari tersenyum kecut.
"Malang sekali nasibmu. Baiklah, kamu bisa tidur di sana." Ahmed menunjuk sebuah sofa yang ada di salah satu ruangan.
"Terima kasih, Pak!"
"Iya, istirahatlah. Besok akan kuantarkan ke Kedutaan Indonesia."
***
Keesokan harinya Hayu benar-benar diantar oleh Ahmed ke gedung KBRI yang ada di Jalan Al Salmiya, Doha. Hayu perlahan melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung dan mendatangi bagian pelayanan.
"Pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang laki-laki dengan kumis serta jenggot yang menghiasi wajah.
"Begini, Pak. Saya ingin meminta bantuannya. Kemarin ketika baru saja sampai di sini, saya kehilangan paspor karena ditipu oleh seorang sopir taksi." Hayu mulai menceritakan kronologi kejadian ketika sopir taksi merampok uang serta dokumen penting yang dia miliki.
"Jadi, saat ini kamu tidak memiliki kartu identitas apa pun?" tanya lelaki itu usai mendengarkan cerita Hayu.
Hayu mengangguk pelan. Bahu perempuan itu merosot dan kepalanya menunduk dalam. Terdengar helaan napas keluar dari bibir lelaki bernama Karno itu.
"Aku akan membantumu mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor. Tapi, untuk kasusmu akan membutuhkan proses yang lumayan lama karena kamu juga kehilangan KTP."
"Jadi, saya akan mendapatkan SPLP untuk pengganti paspor sementara, Pak?"
"Benar, setelah itu kamu harus segera mengurus lagi paspor ketika sampai di Indonesia."
Sebuah senyum lebar merekah di bibir Hayu. Dia mengucapkan terima kasih berulang kali kepada Karno. Lelaki itu pun membalasnya dengan senyuman.
Bahkan, Karno menawarinya tempat tinggal sementara sampai SPLP selesai diproses. Akan tetapi, Hayu yang bodoh menolak. Entah mengapa dia masih ingin kembali ke rumah Ferhat untuk meminta penjelasan mengenai perubahan sikap lelaki tersebut.
"Kalau begitu, saya pamit dulu ya, Pak. Terima kasih sebelumnya." Hayu meraih tangan Karno dan mencium punggung tangan lelaki paruh baya itu hormat.
"Iya, jika menghadapi kesulitan ketika berada di sini jangan segan-segan untuk menghubungiku." Karno menyodorkan kartu namanya kepada Hayu.
Hayu pun kembali menarik kopernya dan menyusuri jalanan untuk mencapai rumah Ferhat. Terik matahari membuat kepala Hayu berdenyut. Keringat terus mengucur membasahi tubuh perempuan itu.
Hayu sesekali berhenti berjalan untuk beristirahat. Namun, kali ini ketika perempuan itu kembali berdiri untuk melanjutkan perjalanan, dia merasa pandangannya berputar. Sedetik kemudian semuanya menjadi gelap. Hayu pingsan.
"Astaga!" pekik Dayyan.
"Ada apa?" tanya Ferhat dengan nada bicara datar tanpa mengalihkan pandangan dari layar tab-nya.
"Ada perempuan pingsan di tepi jalan! Bisakah kita membawanya ke rumah sakit?" Dayyan meminta persetujuan dari atasannya itu.
"Panggil saja ambulans!" perintah Ferhat.
Namun, bukan Dayyan namanya jika tetap menurut pada Ferhat. Lelaki yang merupakan sahabat sekaligus asisten pribadinya itu tetap menghentikan laju mobil. Dia keluar dari kendaraan roda empat itu, lalu menggendong Hayu dan merebahkannya ke kursi belakang dengan paha Ferhat sebagai bantal.
"Gila kamu, Ian!" teriak Ferhat yang kini mengangkat tangannya agar tak menyentuh Hayu sambil melotot ke arah Dayyan.
"Udahlah Fer, nunggu ambulans juga kelamaan nanti. Aku masukin kopernya dulu ke bagasi!" Dayyan keluar lagi dari mobil, lalu memasukkan koper Hayu ke dalam bagasi mobil.
Alangkah terkejutnya Ferhat, ketika menatap wajah Hayu. Matanya terbelalak. Lelaki tersebut mengusap wajah kasar seraya mengumpat berulang kali.
"Kenapa dia lagi dia lagi! Sial!"
Dayyan langsung melajukan mobil secepat kilat. Tak ada yang berani protes kepada mereka karena Ferhat merupakan salah satu pengusaha ritel ternama di Doha. Waktu tempuh yang harusnya 20 menit menuju rumah sakit, Dayyan mampu menempuhnya hanya dalam 10 menit.
Sesampainya di rumah sakit, tim medis langsung menangani Hayu. Ferhat menatap kesal ke arah Dayyan yang kini sedang mondar-mandir di depan ruang UGD. Ketika menyadari tatapan maut dari sang sahabat, Dayyan menghentikan langkahnya.
"Kamu mau antar aku balik ke kantor, atau tetap di sini bersama perempuan asing mata duitan itu!"
"Mata duitan?" Dayyan menautkan kedua alis ketika mendengar pernyataan dati sang sahabat.
"Perempuan itu akan langsung menguras isi dompetmu setelah dia sadar! Tempo hari dia mendatangi rumahku dan berkata ingin meminjam uang. Padahal aku tidak mengenalnya! Penipu yang ulung, bukan?"
"Nggak mungkinlah!"
"Nggak mungkin, nggak mungkin kepalamu!" umpat Ferhat lagi.
Sedetik kemudian seorang dokter keluar dari UGD. Dayyan yang antusias pun langsung menghampiri perempuan dengan sneli putih itu. Dokter cantik tersebut adalah Asya, sahabat keduanya.
"Gimana, Sya?" tanya Dayyan panik.
"Kamu menemukan perempuan itu di mana?" tanya Asya lembut.
"Di jalanan," sahut Ferhat dengan nada dingin yang merupakan ciri khasnya.
Sontak Dayyan menatap Ferhat dengan menyipitkan mata. Lelaki tersebut kembali mengalihkan pandangan kepada Asya. Dokter cantik itu mulai menceritakan kondisi Hayu saat ini.
"Dia kekurangan nutrisi, mendapat tekanan mental, dan kelelahan. Untuk pemulihan, dia harus dirawat di sini paling tidak dua hari. Setelahnya bisa kembali dirawat di rumah dengan beberapa catatan yang harus dilakukan."
"Lakukan saja yang terbaik, Sya!" Dayyan meraih lengan atas Asya dan menatap perempuan itu penuh harap.
Di sisi lain, rahang Ferhat mengeras. Dia tidak suka Dayyan menyentuh tubuh perempuan itu. Lelaki tampan tersebut sebenarnya memiliki rasa spesial kepada Asya.
Akan tetapi, karena suatu hal, Ferhat terpaksa mengubur perasaan itu dalam-dalam. Usai Asya pergi, Dayyan dan Ferhat langsung menemui Hayu yang masih tergolek lemas di atas ranjang. Ferhat menatap tak suka ke arah Hayu.
Jemarinya mengepal kuat. Napasnya memburu karena gejolak amarah yang membuncah. Tatapan penuh kebencian kini menyelubungi mata elang Ferhat.
"Gara-gara kamu, duniaku berubah drastis!" gerutu Ferhat dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Lah memangnya Hayu kenapa?
2023-01-05
1
Thia Alyfia
heran kenapa ferhat sampai benci bgt sama dayu padahal mereka baru ktrmu langsung...
2023-01-04
1