Rasa kesal kini tengah memenuhi dada Haris. Dia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran sahabatnya itu. Bisa-bisanya Hayu meminjam sejumlah besar uang hanya untuk menemui lelaki asing.
Akhirnya dia mengeluarkan sebuah kalimat yang membuat Hayu merajuk. Perempuan itu langsung melangkah menuju pintu keluar. Akan tetapi, ketika sudah memegang tuas pintu, Haris memanggil namanya.
"Apa?" ketus Hayu.
"Sudah kutransfer!" Haris menunjukkan layar ponsel yang menampilkan bukti transaksi pengiriman sejumlah uang ke rekening Hayu.
Bibir Hayu yang awalnya mengerucut kini berubah. Ujungnya sekarang tertarik ke atas hingga menciptakan sebuah senyuman yang begitu menawan. Perempuan itu setengah berlari ke arah Haris dan memeluk tubuh sahabatnya tersebut.
"Akkk, makasih, Har! Kamu memang yang terbaik!" seru Hayu sambil terus melompat kegirangan.
Sebuah pelukan penuh suka cita yang dirasakan lain oleh Haris itu, membuatnya tersenyum. Entah mengapa melihat Hayu bahagia rasanya sudah cukup untuk membuat Haris ikut tersenyum. Meski dia harus kembali menekan perasaannya sendiri.
Di sisi lain, Riska yang melihat dua sejoli itu berpelukan tersenyum lebar. Perempuan yang sedari tadi mengintip keduanya dari celah pintu salah mengartikan pelukan Hayu. Dia mengira hubungan keduanya berubah menjadi hubungan percintaan.
"Sepertinya mereka masih malu mengungkapkan hubungan itu? Ahhh, manisnya! Jadi ingat masa mudaku dulu." Riska tersenyum tipis, kemudian menutup rapat pintu kamarnya.
***
Setelah menempuh perjalanan udara lebih dari 10 jam, akhirnya Hayu sampai di Bandar Udara Hamad. Bandara yang terletak di Doha itu terlihat begitu mewah, sehingga membuat Hayu terperangah. Mulut perempuan tersebut sampai menganga lebar karena melihat arsitektur bangunan yang sangat mewah.
Tak lupa Hayu berfoto di depan lampu dengan boneka beruang raksasa berwarna kuning. Aura kebahagiaan jelas terpancar di wajah perempuan cantik itu. Setelah puas mengagumi kemegahan bandara Hamad, Hayu langsung keluar untuk memesan taksi melalui aplikasi Uber.
Tak selang berapa lama, sebuah taksi berhenti tepat di depannya. Hayu langsung menarik kopernya, dibantu oleh sang sopir untuk memasukkan benda tersebut ke dalam bagasi. Usai itu, Hayu masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan.
"Turun di mana, Bu?" tanya sang sopir dengan Bahasa Inggris.
"Sesuai aplikasi," sahut Pradha singkat sambil terus memperhatikan jalanan.
Sang sopir awalnya mengerutkan dahi. Akan tetapi, sedetik kemudian dia tersenyum licik. Lelaki itu pun langsung melajukan mobil. Lelaki berwajah khas Timur-Tengah itu terus memperhatikan Hayu melalui kaca spion yang menggantung di atasnya.
Tanpa Hayu sadari, ternyata mobil tersebut bukanlah taksi yang dia pesan. Dia sudah salah sangka. Sopir tersebut sebenarnya batu akan menawarinya jasa angkut.
"Gadis yang ceroboh," gumam sang sopir dengan Bahasa Arab, sehingga Hayu tidak mengetahui maksud dari ucapannya.
Tak lama kemudian, Hayu meminta sang sopir untuk menghentikan mobil karena dia ingin buang air kecil. Sopir tersebut pun menuruti permintaan Hayu. Rasa ingin mengeluarkan hasil sekresi pun membuat Hayu lalai.
Hayu meninggalkan semua barang bawaannya di dalam mobil. Sopir taksi itu pun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Setelah Hayu menghilang dari pandangan, dia melepaskan sabut pengaman dan menoleh ke kursi belakang.
"Gadis bodoh!" ujar sang sopir, kemudian mengambil tas selempang milik Hayu.
Setelah selesai melancarkan aksinya, sopir tersebut mengeluarkan koper Hayu dan langsung tancap gas meninggalkan tempat tersebut. Alangkah terkejutnya Hayu ketika keluar dari toilet yang ada di stasiun pengisian bahan bakar itu. Taksi yang mengantarnya sudah tidak ada di tempat semula.
"Ke mana perginya dia?" Hayu menoleh ke kiri dan kanan berharap menemukan taksi yang tadi mengantarnya.
Sedetik kemudian, pupil mata perempuan cantik itu melebar. Dia langsung berlari ke arah kopernya. Hayu memeriksa semua barang bawaannya dan ternyata tas selempang berisi uang, serta dokumen penting miliknya raib.
Kekuatan perempuan itu seketika menguap ke udara. Hayu berjongkok, lalu menenggelamkan wajah ke dalam telapak tangan. Air matanya meleleh seketika.
Bayangan menjadi gelandangan di Doha membuatnya terus menangis. Hanya satu harapan Hayu. Dia harus segera menemukan rumah Ferhat untuk meminta bantuan.
"Ferhat pasti mau membantuku. Dia orang baik! Aku yakin!" Hayu mengusap air mata lalu beranjak pergi.
Hayu pun berjalan kaki menyusuri jalanan Kota Doha. Berbekal sebuah buku catatan kecil, perempuan itu mencari kediaman Ferhat. Dia bertanya kepada setiap orang yang ditemui. Akan tetapi, mereka hanya tersenyum mengejek dan mengeluarkan kalimat yang sama.
"Untuk apa kamu menemuinya? Apa kamu sedang bermimpi? Lelaki itu tidak akan menemui kamu?"
Kalimat itu terus berulang. Hingga langit berubah gelap, Hayu belum berhasil menemukan alamat tersebut. Dia memutuskan untuk beristirahat di depan toko kue.
Aroma khas mentega menyeruak memasuki rongga hidung Hayu hingga membuat perutnya terasa semakin melilit. Sejak menginjakkan kaki di Doha, perempuan itu sama sekali belum mengisi perutnya. Hayu berdiri, lalu balik kanan.
Di hadapan Hayu, kini berjajar beraneka macam roti dengan bermacam-macam taburan serta isian. Perempuan itu menelan ludah kasar seiring dengan perutnya yang terus berteriak minta diisi. Akan tetapi, Hayu harus menahan rasa lapar karena tidak memiliki uang sepeser pun.
"Sabar, ya. Kita akan segera menemukan Ferhat." Hayu mengusap perutnya dan kembali duduk di atas lantai dengan punggung yang disandarkan pada dinding toko.
Hayu menunduk dengan dahi menempel pada lengan yang dia lipat. Tiba-tiba suara bariton seseorang menyapa pendengarannya. Sontak Hayu mendongak.
Seorang pria gendut dan berkumis tebal tersenyum tipis ke arahnya. Lelaki itu memakai kemeja koki berwarna putih dengan celemek yang melapisi bagian luar tubuhnya. Sebuah topi tinggi menutup kepala lelaki tersebut.
"Kamu lapar?" tanya lelaki tersebut.
Hayu mengangguk cepat. Lelaki tersebut memindai Hayu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dia pun meminta perempuan tersebut untuk berdiri dan mengikutinya masuk ke toko kue.
"Duduklah, aku akan membawakanmu beberapa potong kue dan coklat hangat!" perintah lelaki itu sambil menunjuk sebuah bangku kosong yang ada di sudut ruangan.
"Terima kasih, Pak."
Hayu pun mendaratkan bokongnya ke atas kursi. Dia memperhatikan jalanan dengan kendaraan yang sedang berlalu lalang. Lampu merkuri jalanan mulai menyala menggantikan cahaya matahari, agar kota tersebut tetap terang di malam hari.
Tak lama kemudian, lelaki pemilik toko kue datang menghampiri Hayu. Dia membawa beberapa potong kue dan secangkir coklat hangat. Sang pemilik toko meletakkan semuanya ke atas meja dan meminta Hayu untuk segera memakannya.
"Makanlah, Nak. Siapa namamu?"
"Namaku Hayu, Pak. Terima kasih atas kebaikan Anda." Hayu menundukkan kepala sekilas kemudian mulai meraih sepotong roti berisi daging yang ada di depannya.
"Aku Adam. Kamu mau ke mana?" tanya Adam seraya melirik koper besar yang dibawa oleh Hayu.
Hayu menghentikan aktivitas mengunyahnya. Dia meraih cangkir dan mulai meneguk isinya. Setelah itu, Hayu mengeluarkan kembali buku catatan dari dalam saku jaketnya.
"Saya mencari alamat ini, Pak." Hayu menyodorkan buku kecil itu kepada Adam.
Lelaki tersebut pun meraih buku itu dan mulai membaca deretan huruf yang tertulis di atasnya. Matanya melebar seketika. Dia pun menatap Hayu dengan tatapan heran.
"Dari mana kamu tahu alamat ini?"
"Ferhat sendiri yang memberikannya kepadaku, Pak."
"Astaga, nggak mungkin!" seru Adam.
Melihat perubahan ekspresi Adam setelah membaca alamat rumah Ferhat membuat Hayu mengerutkan dahi. Sebuah tanda tanya besar kini memenuhi kepala perempuan itu. Kenapa semua orang merasa apa yang sedang dia cari adalah sesuatu yang aneh?
"Mereka semua kenapa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Sungguh hidup aku jadi penasaran , dalam hidup pun akan ku pertahankan 🤣🤣🤣🤣🤣
2023-01-05
1
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Ish ...
Kamu ceroboh sekali Hayu....
Gemesh aku....🙄🙄🙄
2023-01-05
1