“Gimana Pak Ustad, apa benar istri saya bersekutu dengan makhluk gaib?” bisik Bondan ke telinga Ustad Asnan.
“Nggak, saya melihat istri nak Bondan biasa-biasa saja kok. Nggak ada makhluk lain yang bersekutu dengan dia.”
“Tapi, kenapa dia suka makan kembang Pak Ustad?”
“Barang kali bawaan, nak Bondan! kan bawaan orang hamil itu bermacam-macam,” jawab Asiah dengan suara lembut.
“Ooo, gitu ya Bu,” jawan Bondan seraya menganggukkan kepalanya.
Setelah kembali dari rumah Pak Ustad, Kemuning tampak biasa-biasa saja, dia berlagak seperti istri pada umumnya, manja dan mesra pada suaminya.
Sehingga hal itu membuat Bondan tak pernah lagi berfikir yang bukan-bukan tentang istrinya.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, meninggalkan semua yang telah di laluinya, kesempatan yang tak dapat untuk diraih, akan diseret oleh masa yang telah pergi.
Begitu juga dengan kehamilan Kemuning, waktu yang terus berjalan membuat bayi yang ada didalam kandungannya tumbuh subur dan sehat.
Meski Bondan begitu banyak mendapatkan ujian, namun dia tetap tabah dan tegar dalam menjalaninya.
Semakin bertambah usia kandungan Kemuning, semakin banyak pula keanehan yang dilakukannya.
Tak terasa sudah, usia kandungan Kemuning memasuki tujuh bulan. Dimana dalam adat Jawa, mereka harus mengadakan acara tujuh bulan. Untuk mendo'akan si jabang bayi, agar lahir dengan selamat.
“Malam itu, di saat dia tertidur dengan pulasnya, tiba-tiba dia mendengar bisikan lembut ditelinganya.
“Mandilah Kemuning, siapkan diri mu, aku akan mengajak mu ke suatu tempat.”
“Baiklah,” jawab Kemuning pelan.
Ditengah malam yang dingin itu, Kemuning pun mandi, Bondan yang melihat istrinya mandi di saat cuaca sangat dingin, mencoba bangun untuk bertanya.
“Kamu mandi dalam keadaan dingin begini sayang?”
“Aku gerah Mas,” jawab Kemuning datar.
“Gerah?”
“Bayi ini yang membuat aku kepanasan Mas.”
Merasa masuk akal, Bondan pun kembali tidur dengan nyenyaknya. Di saat itulah makhluk itu datang menghampiri Kemuning, dia datang seperti sesosok pria tampan dengan menggunakan sayap di kedua sisi tangannya.
“Ayo sayang!” ajak mahkluk itu seraya tersenyum manis.
“Baiklah,” jawab Kemuning sembari menyambut ujung jemari pria itu.
Seperti bagai dalam dongeng, Kemuning di bawa terbang jauh mengelilingi bulan yang saat itu sedang bulat penuh, Kemuning melihat begitu banyak bintang yang bertaburan di luar angkasa.
Kemuning merasakan hal yang sangat luar biasa saat itu, walau di dalam hayalannya pun dia tak bakalan pernah melihat pemandangan seindah itu.
Di perjalanan menuju luar angkasa, Kemuning tetap berada di dalam dekapan makluk itu, dia bahkan merasa aman berada di dalam kehangatan dekapannya.
Dipenghujung perjalanan, tibalah mereka di suatu tempat yang sangat indah sekali dan Kemuning pun turun di sana.
“Tempat apa ini Bang?” tanya kemuning pada pria yang ada bersama dengannya.
“Ini daerah asal ku, di sini semua mahkluk gaib bersemayam, saat ini klan kami sedang berperang melawan klan dari kerajaan lain, karena banyak saat ini makhluk lain yang menganggap kami sesat. Di sini, aku Raja di alam ghaib.
“Benarkah kau seorang Raja?” tanya Kemuning tak percaya.
“Benar sayang, saat ini kau sedang mengandung ratu kerajaan ini, yang nantinya dia akan menjadi penakluk klan yang berusaha merusak tatanan kerajaan kita.”
“Apa maksud mu?”
“Ya, mereka semua mengharapkan keturunan dari ku, mereka berlomba-lomba, ingin melahirkan keturunan dari ku, tapi aku tau, hanya Manusia yang bisa melahirkan dengan sempurna.”
“Aku nggak ngerti apa maksud mu?”
“Putri yang ada di dalam kandungan mu saat ini, akan menjadi incaran makluk ghaib, jadi jaga dia baik-baik, karena dia akan selalu berada dalam bahaya besar.”
“Lalu apa yang harus aku lakukan?”
“Tetaplah berhubungan dengan ku, laksanakan terus ritual sekali dalam satu bulan purnama, maka putrimu akan terlindungi secara sendirinya.”
“Tapi aku capek, aku bahkan sering tak sadarkan diri saat melaksanakan ritual itu.”
“Itu wajar terjadi Kemuning, hal itu hanya beberapa kali saja kau lakukan, untuk selanjutnya, putriku sendiri yang akan melakukannya, jika dia sudah berusia tujuh tahun nantinya.”
“Apakah kau nggak kasihan pada putri mu sendiri?”
“Kenapa aku harus kasihan?”
“Bukankah melaksanakan ritual itu butuh tenaga dan fisik yang kuat?”
“Itu, jika yang melakukannya manusia Kemuning, jika yang melakukannya adalah titisan dari ku, dia memiliki tenaga jauh lebih kuat dari manusia.
“Apakah anak mu juga harus sekolah, seperti manusia lainnya?”
“Ya, Kemuning, anak ku harus cerdas.”
“Lalu bagai mana dengan putri mu, apakah dia juga menganut agama seperti Ibunya?”
“Ya, Kemuning! lakukan saja apa yang menurutmu baik untuk Ratu ku.”
“Baiklah, akan kujalani semua yang kau perintahkan.”
“Bagus kemuning, kau istriku yang baik dan penurut, diantara istri ku yang lain.”
“Maksud mu apa? kau memiliki istri yang lain selain aku?”
“Ya, mereka banyak Kemuning, tapi mereka selalu saja membangkang, sementara kau, aku sudah menjalani begitu banyak ritual untuk menurunkan titisanku pada mu dan eyang alam ghaib memerintahkan aku mencari manusia.”
“Eyang? siapakah itu?”
“Dia pemimpin dari seluruh raja di alam ghaib ini.”
“Ooo, begitu ya.”
“Ayo Kemuning, kita lihat pemandangan yang lain, yang membuatmu semakin takjub di buatnya.”
“Dengan senang hati,” jawab Kemuning seraya memegang ujung jemari pria tampan yang membawanya berkhayal keluar angkasa.
Malam itu bagai dalam mimpi, Kemuning berkeliling mengitari luasnya angkasa yang indah. Setelah beberapa jam dia pun kembali pulang ke bumi dan tidur dengan nyenyak bersama suaminya Bondan.
Seperti adat jawa, setiap kandungan yang sudah mencapai tujuh bulan, maka mereka mengadakan acara tujuh bulanan, semua itu sengaja mereka lakukan selain merupakan tradisi, di sana orang yang sedang mengandung juga di do’akan.
Sama halnya dengan kemuning, malam itu dia juga melaksanakan acara tujuh bulanan, tapi acara itu dia lakukan sendiri di atas balkon rumahnya.
“Kenapa kita nggak merayakannya bersama para tetangga sih, sayang?”
“Aku nggak mau Mas!”
“Nanti kalau Ayah dan Ibu kang Mas nanya gimana?”
“Bilang aja kalau aku nggak mau melaksanakan tujuh bulanan.”
“Tapi itu kan udah tradisi sayang, dan setiap wanita hamil selalu mengikuti tradisi itu.”
“Tapi aku nggak mau kang Mas.”
Karena istrinya bersikeras untuk menolak mengadakan acara syukuran, Bondan pun tak dapat memaksannya, karena menurut Bondan itu adalah hak istrinya, untuk menolak.
Pagi itu, ketika Bondan pergi kerumah orang tuanya, mereka juga menanyakan hal yang serupa tentang acara tujuh bulan Kemuning.
“Dia nggak mau dirayakan Bu.”
“Kenapa? ini kan udah jadi tradisi kita turun temurun nak?”
“Aku tau itu Bu, tapi Kemuning berusaha keras untuk menolaknya, mesti aku udah berulangkali memaksanya.
Bersambung...
*Selamat membaca*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Adronitis
enak tuh bisa mengelilingi alam gaib
2023-01-09
0
Iril Nasri
semangat terus
2023-01-07
0
AbyGail
Lanjut Thorrrr
2023-01-03
0