Sesampainya di rumah, Eril mencoba membangunkan Jingga agar ia tak perlu repot menggendongnya. Tapi wanita itu sama sekali tidak bergerak, hanya bergumam-gumam tidak jelas lalu kembali tidur lagi.
"Sungguh merepotkan!" celetuk Eril mau tak mau menggendong Jingga masuk ke dalam rumah.
Gwiyomi yang mendengar suara mobil Kakaknya sampai, langsung melihat ke arah bawah, ia ingin membujuk Kakaknya agar tidak melaporkan kepada Papanya. Gwiyomi tidak ingin uang sakunya di potong dan ia tidak boleh keluar.
Namun, saat ia akan turun, langkahnya seketika terhenti saat melihat Eril sedang menggendong Jingga. Gwiyomi langsung bersembunyi.
"Kenapa Kak Eril membawa Jingga pulang?" gumam Gwiyomi.
"Jangan-jangan Kak Eril mau berbuat macam-macam lagi," mata Gwiyomi membesar membayangkan hal itu terjadi.
Dengan langkah panjang, ia bergegas untuk turun. Tapi ia kemudian berhenti lagi.
"Tunggu dulu, jika mereka berdua bisa memiliki hubungan, bukankah hal itu sangat bagus? Aku bisa memiliki saudara perempuan seperti Jingga," batin Gwiyomi membayangkan bagaimana serunya jika ia dan Jingga akan menjadi saudara ipar. Ia pasti tak akan kesepian di rumah.
Gwiyomi tersenyum licik, ia merasa harus melakukan sesuatu untuk membuat Jingga menjadi Kakak iparnya.
Tok Tok Tok Tok.
"Gwi! Buka pintunya!"
Dak Dak Dak Dak.
Suara Eril terdengar berteriak dari arah luar seraya menggedor pintu kamarnya. Gwiyomi sedikit terkejut. Ia lalu mengendap-endap untuk mengunci pintu kamarnya dengan gerakan sangat pelan.
"Rencanaku harus berhasil," batin Gwiyomi sedikit was-was akan melanjutkan rencana gila ini.
"Gwi! Buka pintunya!" Eril kembali berteriak memanggil adiknya, ia sudah sangat lelah sejak tadi menggendong Jingga yang memiliki tubuh yang tidaklah kecil.
"Gwi!"
Dak Dak Dak Dak.
Eril terus berteriak-teriak tapi tidak ada sahutan sama sekali. "Brengsek! Dia tidur apa mati sih," gerutu Eril menendang pintu kamar adiknya dengan keras.
Eril lalu menatap Jingga yang masih terlelap dalam tidurnya. Setelah berpikir sejenak, Eril akhirnya membawa Jingga menuju kamar tamu, lebih baik ia menidurkan wanita itu di sana daripada membuang waktu menggedor kamar adiknya yang tidak membuahkan hasil.
Gwiyomi menajamkan pendengarannya, saat dirasa Kakaknya sudah pergi, Gwi segera keluar kamar. Ia melihat Kakaknya yang membawa Jingga ke kamar tamu. Gwiyomi kembali mengendap-endap mengikuti Kakaknya.
Setelah memastikan Kakaknya sudah masuk, Gwiyomi mengambil kunci cadangan rumah lalu mengunci kamar tamu itu.
"Maafkan aku ya Kak, semoga kalian berdua senang," ucap Gwiyomi terkikik geli, ia lalu segera masuk kembali ke kamarnya, menunggu hasil yang akan terjadi besok pagi.
Di dalam kamar, Eril merebahkan Jingga dengan sedikit kasar, ia mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena terus menggendong Jingga.
"Menyebalkan!" umpatnya ikut membanting dirinya ke kasur untuk meluruskan punggungnya yang kaku.
"Egh ... pusing," Jingga mendesis pelan seraya memegang kepalanya, perutnya tiba-tiba terasa mual dan ingin sekali muntah.
"Air ..." ucap Jingga cukup kehausan juga.
Eril yang mendengar suara Jingga langsung membuka matanya, ia bangkit dan melihat keadaan Jingga yang setengah sadar.
"Kau butuh apa?" tanya Eril bangkit dari tidurannya.
"Mual," ucap Jingga tak bisa lagi menahan rasa yang mengaduk-aduk perutnya, ia langsung bangkit dan berlari menuju kamar mandi.
"Huek ... Huek ..." Jingga memuntahkan segala isi perutnya hingga kerongkongannya pahit sekali.
Eril hanya bisa berdecak kesal, ia paling jijik jika melihat orang yang mutah, ia akhirnya diam saja menunggu Jingga sampai wanita itu kembali ke kamar. Tapi ...
"Argh! Air ... air ..." Jingga berteriak saat menyalakan air kran, tiba-tiba airnya muncrat kemana-mana karena krannya terlepas.
"Kenapa lagi tuh anak," ucap Eril bergegas menghampiri Jingga di kamar mandi. Ia terkejut melihat air kran yang muncrat kemana-mana.
"Kenapa bisa begini?" tanya Eril membantu mematikan kran itu, mungkin karena jarang dipakai, krannya rusak seperti ini.
Niat hati ingin membantu mematikan kran, yang ada malah Eril dan Jingga sama-sama basah kuyup karena kran itu tidak bisa mati.
"Brengsek! Kenapa nggak bisa mati!"
"Sialan!"
"Oh shittt!!"
Segala umpatan dan makian terlontar dari mulut air saat membenarkan kran itu. Setelah jerih payahnya, akhirnya kran itu bisa tertutup. Tapi sebagai gantinya tubuh mereka basah kuyup.
"Kak, dingin sekali," ucap Jingga memeluk tubuhnya yang menggigil hebat.
"Ini semua gara-gara kau!" tuding Eril menunjuk batang hidung Jingga dengan ekspresi kesalnya.
"Kok salah aku sih, ini semua karena Kak Eril, kenapa nggak bisa matiin kran," ucap Jingga tak terima disalahkan.
"Apa? Kau gila ya? Kalau kau tidak bertindak bodoh dengan mabuk-mabukan tidak jelas, aku tidak akan membawamu kemari," teriak Eril sedikit besar suaranya.
"Bicara biasa aja apa nggak bisa? Aku mau pulang sekarang," kata Jingga kesal karena dibentak-bentak oleh Eril.
Eril tak peduli, ia malah membanting pintu kamar mandi lalu mengambil handuk untuk membersihkan tubuhnya.
Jingga berdecak kesal, ia mengambil tasnya, berniat untuk pergi. Saat ia membuka pintu kamar, pintu itu malah tidak bisa dikunci membuat Jingga kaget.
"Kok nggak bisa sih," gumam Jingga terus mencoba membuka pintu itu, namun hasilnya nihil.
"Kenapa kau masih disini?" Jingga hampir saja terjingkat saat mendengar suara Eril yang besar.
"Pintunya nggak bisa dibuka," sahut Jingga seadanya.
Ia melirik kebelakang dan terkejut melihat Eril yang hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya, Jingga buru-buru memalingkan wajahnya agar tak melihat pemandangan menggoda iman itu.
"Nggak bisa gimana?" tanya Eril melihat kondisi pintu lalu mencoba membukanya.
"Sial! Kenapa tidak bisa dibuka?" entah sudah berapa kali Eril mengumpat dalam semalam ini.
Eril terus mencoba membuka pintu kamar itu tapi hasilnya sia-sia saja. Ia juga berteriak-teriak meminta bantuan, tapi juga tidak ada yang menyahut.
"Gimana kak?" tanya Jingga ikut cemas karena tak bisa keluar dari sana.
"Gimana apanya?" sentak Eril menatap Jingga tajam.
Daripada membuang waktu dengan hal yang tak berguna, Eril memilih merebahkan dirinya untuk istirahat. Ia sangat yakin kalau semua ini pasti disengaja, siapa lagi pelakunya kalau bukan adiknya Gwiyomi.
"Awas saja anak itu,"batin Eril begitu geram.
"Kak, Kak Eril kok malah tidur sih, ini gimana dong? Masa kita tidur disini sih?" Jingga merengek, tak ingin tidur di dalam kamar yang sama dengan Eril.
"Hei anak kecil, sebaiknya kau diam saja. Tidurlah di sofa sana, aku tidak akan melakukan apapun padamu," sergah Eril melirik Jingga kesal.
"Tidur gimana? Bajuku basah gini, mana bisa tidur," Jingga cemberut melihat bajunya yang basah kuyup.
"Gunakan saja otakmu itu untuk berpikir. Aku akan tidur, jangan menggangguku!" seru Eril benar-benar sangat lelah sekali hari ini, sudah diputuskan pacarnya, sekarang malah terjebak di kamar bersama Jingga.
Jingga mengerucutkan bibirnya kesal, Eril benar-benar tega membiarkannya kedinginan seperti ini. Jingga yang tidak mau sepanjang malam tidur dengan baju basah, terpaksa melepas semua bajunya lalu membungkusnya dengan selimut tebal dan tidur di sofa. Biarkan saja si Eril menyebalkan itu tidur kedinginan karena selimutnya dia pakai.
Happy Reading.
Tbc.
Jangan lupa like, komen dan subscribe ya gengs ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Thv😍
Ceritanya mirip sama bapak ibunya nih Eril, bedanya si Eril dan Jingga nggak ngelakuin itu 🤭
2023-01-02
0
Thv😍
Jingga rese banget sih 😁😁
2023-01-02
1
💘💞Ratunya Bo Qingang💕💘.
nunggu perang...🤣🤣🤣🤣
2023-01-02
1