Seperti janjinya kepada Adrian, Dinniar menghadiri makan siang bersama dengan kedua sahabat lainnya, tapi sebelum dia pergi, Dinniar selalu meminta izin kepada Darius, sebagai cerminan istri yang Shaleha, begitulah semestinya.
"terima kasih sudah mengizinkanku bertemu teman-teman, aku tidak akan lama," kata Dinniar melalui telepon selular.
Setelah mengakhiri perbincangannya dengan Darius, Dinniar menyalakan mesin motornya, dia selalu mengendarai motor skuternya untuk pergi ke bekerja, Dinniar memang sosok Low Profile.
.
.
Ketiga sahabatnya sudah berada di dalam restoran, mereka sedang bercanda ria, meski profesi mereka berbeda-beda, tapi mereka memiliki misi yang sama 'Berbuat baik kepada setiap orang', itu salah satu yang membuat mereka selalu kompak sampai saat ini.
Dinniar menghampiri mereka bertiga dan duduk ditengah-tengah sahabatnya, obrolan seru terhenti dan mereka menyambut kedatangan Dinniar.
"Ibu kepala sekolah kita ini, memang luar biasa, semua orang membicarakannya, bahkan ya, tetangga sebelah rumah aku tuh ya, dia kepengen masukin anaknya tapi sayang kuta udah penuh." Sonia bicara penuh antusias.
"Masa sih? Bisa ajah kamu ini Sof." Dinniar menjadi tersipu.
"Beneran tahu Din, kalo aku nanti punya anak, aku juga akan menyekolahkan anakku di Sekolah harapan." Violin membuka suara.
"Hei, Ladies, sekolah itu milik Adrian, karena dia sebagai kepala yayasan pandai mengatur dan membuat peraturan, jadilah sekolah itu menjadi yang terbaik." Dinniar tersenyum kepada Adrian yang sejak tadi memperhatikannya.
Adrian yang mendapat pujian dan senyuman Dinniar langsung tersadar, dia ikut tersenyum.
"Ah bisa saja, aku hanya ketua yayasan, tapi kamulah yang sangat berperan dalam menghidupkan sekolah ini.' Adrian balik memuji sahabatnya itu.
"Sudah-sudah, jangan diteruskan, kita sama-sama yang terbaikdibidang masing-masing, ayo cepat pesan makanan, aku sudah lapar." Dinniar memanggil pelayan restoran.
Saling menghargai, saling menghibur, saling mendengarkan dan saling menjaga kepercayaan adalah kunci sebuah persahabatan berjalan dengan baik dan erat.
.
.
Sepulang dari berkumpul bersama dengan ketiga sahabatnya, Dinniar langsung masuk kedalam kamar dan membersihkan diri, selama di dalam kamar mandi dia memperhatikan barang-barang yang serba berpasangan.
"Barang-barang ini, selalu berpasangan dan selalu kembali ketempatnya setelah kita pakai, aku harap, aku dan kamu juga berpasangan selamanya, kembali ketempat semula meski ada cobaan dalam rumah tangga kita."
Rupanya Dinniar masih memikirkan obrolan dua karyawan suaminya yang tidak sengaja dia dengar tempo hari, apa Dinniar sekarang mulai ragu dengan Darius atau dia hanya cemas saja, semua hanya Dinniar yang tahu jawabannya.
Dinniar turun ke bawah dan mencari putrinya. "Bi, dimana Tasya?" tanya Dinniar.
"Di halaman belakang Bu, sama Pak Adrian."
"Adrian?" Dinniar berbisik kecil.
Dilihatnya di taman belakang putrinya sedang asyik bercanda dengan sahabatnya, tidak disangka ternyata Adrian mengunjungi rumahnya tanpa sepengetahuan dirinya.
"Hai." Dinniar menghentikan canda tawa putrinya dengan sahabatnya.
"Hai." Adrian berdiri dan memberikan boneka barbie kepada Tasya.
"Kamu ke sini? Kok enggak kasih tahu?" kata Dinniar sambil menatap Adrian.
"Maaf, Din. Aku kemari untuk memberikan oleh-oleh kepada Tasya, tadi aku lupa menitipkannya." Adrian tersenyum tipis, dia takut sahabatnya tersinggung dengan kehadirannya yang secara tiba-tiba tanpa pemeberi tahuan.
"Tidak apa, kelihatannya, Tasya menyukai kehadiranmu." Dinniar menyentuh lembut pipi putrinya.
"Tasya suka banget, Om Adrian kerumah, nemenin Tasya main, karena Papi, kan sibuk terus." Tasya mulai merengut.
Adrian melihat wajah murung putri cantik sahabatnya, lalu berjongkok dan memegang lembut pundak Tasya.
"Tasya, Papinya Tasya kan bekerja, kalau nanti Papi main sama Tasya terus, Papi enggak punya uang buta ajak Tasya liburan." Sentuhan lembut diberikan Adrian kepada Tasya.
"Percuma Papi banyak uang, kalau pulang selalu malam dan hari libur tetap pergi bekerja, tidak ada waktu untuk aku." Tasya malah semakin mengeluh.
Adrian menolehkan wajahnya ke arah Dinniar, seakan meminta penjelasan dari perkataan Tasya, yang Adrian tahu, Darius seorang pria yang mengutamakan keluarganya.
"Kita bicara di depan." Ajak Dinniar.
"Bi, Bi Surti,." Panggil Dinniar.
"Iyah, Bu" Surti langsung menghampiri.
"Jaga Tasya, saya mau bicara dengan Pak Adrian dulu.'
Dinniar dan Adrian berjalan menuju ruang tamu, banyak hal yang sepertinya ingin pria tampan namun masih lajang itu tanyakan kepada sahabatnya.
"Duduk." Dinniar dan adrian duduk.
"Beberapa waktu ini, Tasya menagih janji kepada Darius untuk pergi berlibur, hanya saja Darius belum bisa mengabulkannya, dia sangat sibuk akhir-akhir ini, ada model baru yang mampu mendongkrak Agency miliknya, kehadiran model itu mampu membuat dirinya kembali bersinar, jadi dia mengurus beberapa hal." Dinniar memceritakan kenapa Tasya mengeluh.
"Aku juga sempat dengar berita itu, wanita itu kalau tidak salah namanya Cornelia, dia sekarnag banyak mendapatkan job besar, aku bisa memaklumi kesibukan Darius." Sebagai seorang pengusaha Adrian cukup bisa mengerti.
.
.
Malam menghampiri, Dinniar sudah menyiapkan makan malam untuk suami dan anaknya, tapi sayangnya Darius tidak kunjung pulang, Dinniar menunggunya di teras rumah dan mencoba menghubunginya namun, ponsel suaminya mati.
"Mas, kamu dimana? Tasya sudah menunggu untuk makan malam." Satu pesan terkirim dan Dinniar berharap suaminya akan membacanya.
"Mih, ayo makan, aku sudah lapar." Tasya menarik baju Dinniar.
Melihat raut wajah putrinya yang menahan lapar, alangkah tidak teganya Dinniar, sehingga dia memutuskan untuk makan malam hanya berdua dengan putrinya saja.
"Makan yang banyak ya sayang." Dinniar menuangkan nasi dan juga lauk di piring Tasya.
Mereka berdua menikmati makan malam bersama tanpa di temani oleh sosok pria yang menjadi kepala rumah tangga di dalam rumah besar itu.
.
.
Tin Tin Tin
Suara Klakson mobil terdengar merdu, pagar dibuka oleh satpam rumah yang sedang berjaga, rumah besar yang Darius berikan untuk Dinniar dna putrinya amatlah mewah, mereka memiliki empat pekerja, dua satpam, satu asisten rumah tangga dan satu baby sitter.
Darius masuk ke dalam rumah, Dinniar langsung menyambutnya dan meraih tangan suaminya untuk menyaliminya. Dinniar membawa tas kerja Darius dan mereka berdua naik ke kamar.
"Pulangnya larut, Mas?" tanya Dinniar.
"Iyah, ada evaluasi dadakan tadi di kantor." Darius bicara sambil membuka dasinya.
"Mas, bisakah jika pulang malam beri aku kabar, agar Tasya tidak menunggu mu untuk makan malam bersama." Dinniar menatap suaminya.
"Maaf sayang, karena rapat itu dadakan jadi aku lupa mengabarimu." Dalihnya.
"Mas, sabtu ini, Tasya ingin pergi ke taman bermain bersama kita, tolong luangkan waktumu." Pinta Dinniar sambil membuka kancing baju suaminya.
"Aku akan usahakan, banyak yang harus aku urus di kantor." Darius kembali meberikan jawaban tidak pasti.
"Mas, sudah satu bulan ini kamu terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga terkadang sabtu dan minggu kamu jarang di rumah," ujar Dinniar.
"Aku kerja, bukan main-main, aku sibuk, aku pekerja katoran, bukan seperti kamu yang bekerja di dunia pendidikan yang sudah pasti hari sabtu dan minggu bisa santai di rumah, pekerjaan kita berada di bidang yang berbeda." Darius nampak tidak senang dengan keluhan istrinya.
Dinniar sebenarnya tidak berniat mengeluh sama sekali, dia hanya ingin mengutarakan apa yang diinginkan oleh putrinya. Dinniar juga baru kali ini mendengar suaminya membanding-bandingkan pekerjaan mereka yang berbeda profesi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 398 Episodes
Comments
🇬🇦🇩🇮🇸🇰
saran,,naskah yg ada part pemisah nggk bagus juga thor, nganggu jadinya, ibarat slide vidio yang kepotong potong,,Baru dua paragraf, udah masuk ke adegan berikutnya..
Alangkah baiknya sambungin pake narasi aja, jangan pake garis pemisah, biar lebih enak aja baca naskahnya...Begitu
2023-05-12
0