Akhirnya acara pernikahan telah usai. Satu persatu tamu undangan meninggalkan tempat acara. Suasana yang ramai dengan hiruk pikuk para tamu yang berbincang berangsur menjadi sepi. Heru dan Alina sedang duduk berhadapan sambil menikmati hidangan. Suasana canggung jelas amat terasa. Tak sepatah katapun terucap diantara keduanya, meski sesekali Heru mencuri pandang ke arah Alina yang hari itu nampak cantik sekali dengan riasan naturalnya. Dan Heru semakin gemas saat melihat Alina hanya menunduk dengan salah tingkah. Ah, Heru masih tidak percaya, bahwa Alina, gadis pujaan hatinya kini telah menjadi istrinya. Ya, meski pernikahan mereka hanyalah pernikahan di atas kertas, tapi ingin sekali Heru menarik Alina ke pelukannya.
"Ehmm..."
Sebuah suara akhirnya membuyarkan khayalan Heru. Tanpa disadari Dr Hendra beserta istri dan juga Alshad sudah berdiri disampingnya.
"Selamat atas pernikahan kalian, kami sekeluarga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas pertolongan yang nak Heru berikan, semoga Nak Heru bisa menjaga amanah yang kami berikan, anggaplah Alina ini seperti adik sebagaimana selama ini kalian bergaul...."
"Tentu saja, saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Alina..."
Alina hanya bisa tersenyum getir di depan semua anggota keluarga dan suami 'bohongannya'. Alina merasa dirinya tak ubahnya barang yang dititipkan.
Kemudian gantian Bu Hendra yang memeluk Heru, bahkan sambil berurai air mata karena terharu.
"Terimakasih banyak nak, kamu telah menjadi penyelamat untuk Alina dan kami sekeluarga. Kamu tahu selama ini Ibu sudah menganggapmu seperti anak Ibu sendiri. Ibu ingat diwaktu kecil saat kalian, anak-anak Ibu bermain bersama. Diam-diam Ibu mengamati, kamu sudah seperti selayaknya kakak bagi Alina. Kamu sangat peduli dan melindunginya, bahkan lebih dari Alshad. Ingat dulu waktu kita pergi kepantai? Alina hampir saja tenggelam terseret arus dan kamulah yang dengan berani menyelamatkan Alina, sedangkan Alshad hanya menunggu sambil gemetar ketakutan. Sejak itu Ibu tahu, kamu bukan hanya anak yang cerdas, tapi juga seorang anak yang baik hatinya dan pemberani. Ibu bangga memilikimu sebagai putra meski Ibu tidak pernah melahirkanmu. Kami tahu apa yang kami lakukan padamu saat ini tidak sepenuhnya benar. Untuk itu Ibu mohon maaf. Tapi Ibu percaya kamu akan menjaga dan melindungi Alina selayaknya adikmu sendiri, seperti selama ini kalian bergaul..."
Heru balas memeluk dan menepuk-nepuk punggung wanita yang baru saja menjadi Ibu mertuanya itu.
"Ibu tenang saja, Alina pasti akan baik-baik saja..."
Di satu sisi Heru merasa senang bisa bermanfaat untuk keluarga Dokter Hendra, meski itu takkan sebanding dengan jasa mereka dalam hidupnya. Tapi disisi lain hatinya merasa terluka. Dirinya hanyalah akan menjadi seorang kakak untuk Alina dan selamanya akan seperti itu.
Setelah selesai beramah tamah dengan keluarga Alina, akhirnya mereka akan pulang kembali ke rumah. Heru dan Alina sudah disiapkan sebuah mobil dengan hiasan bunga yang indah di depannya, mobil pengantin mereka. Namun senyuman di wajah Heru mendadak sirna saat tahu bahwa yang akan mengemudikan mobil itu adalah Alshad, sahabat yang kini juga berstatus sebagai kakak iparnya.
Sebenarnya Heru ingin punya kesempatan untuk sekedar berbincang dengan Alina, tapi harapan itu pupus sudah sebab pasti akan terasa canggung memulai percakapan di depan Alshad.
Mobil pun segera melaju menyusuri jalanan ibu kota yang padat siang itu. Di dalam mobil Alshad yang lebih banyak berinisiatif memulai obrolan dengan Heru.
"Kata Papa minggu depan lo udah mulai dinas lagi dirumah sakit, lo udah siap?"
"Insya Allah gue selalu siap..."
"Sip deh kalau gitu...lo beruntung bisa langsung masuk ke rumah sakit sebesar itu, lo tahu sendiri kan rata-rata yang dinas disana dokter-dokter senior berkualitas dengan jam terbang tinggi...lo harus tunjukin kualitas lo sebagai dokter sekaligus sebagai menantu Papa..."
Heru tahu mungkin Alshad hanya berniat mengisi percakapan di tengah kecanggungan yang terjadi. Tapi entah mengapa kata-kata Alshad sedikit mengusik harga dirinya.
"Dimanapun gue bertugas, gua akan selalu berusaha memberikan yang terbaik sesuai kapasitas gue, walaupun entah apa itu setara atau enggak dengan standard di karya medika..."
Alshad menyadari dirinya telah terlalu banyak bicara tentang hal yang tak perlu.
"Sorry bro, bukan gitu maksud gue..."
"Nggak Papa, santai aja.."
Upaya Alshad untuk mencairkan kecanggungan gagal total. Dan sepanjang sisa perjalanan mereka bertiga hanya saling diam.
Diam-diam Heru mencuri pandang ke samping, dimana Alina sedang duduk termenung sambil melempar pandangan keluar jendela. Pasti Alina enggan untuk menatap ke arahnya. Hal itu justru dimanfaatkan Heru untuk terus memperhatikan Alina. Alina-nya kini sangat berbeda dengan Alina yang di kenalnya dulu. Alina yang ceria dan selalu percaya diri. Kini Alina tampak selalu murung. Kesedihan tergambar jelas di raut wajahnya. Heru lalu memberanikan diri untuk meraih tangan Alina dan menggenggamnya. Heru sekedar ingin memberikan dukungan, mengatakan bahwa dirinya akan selalu ada dan tak akan meninggalkannya. Tapi tak ada satu katapun terucap dari bibirnya, sampai Alina menarik tangannya dari genggaman Heru.
"Maaf...", ucap Heru lirih.
Heru sadar Alina merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Perjalanan itupun terasa panjang sebab hanya diisi dengan keheningan. Sampai kemudian mereka kembali tiba di kediaman dokter Hendra.
Alina langsung turun dengan terburu-buru dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Sorry bro, Alina kayaknya masih perlu waktu buat nenangin diri, lo balik aja langsung ke paviliun..."
"Thanks bro..."
Heru pun turun dan berjalan menuju paviliun. Sedangkan Alshad menyusul Alina masuk ke dalam rumah.
Baru beberapa jam yang lalu Heru dan Alina menikah, tapi kini mereka sudah kembali menjadi orang asing dengan urusannya masing-masing.
Heru masuk ke paviliun tempat tinggalnya. Disana, Heru melepaskan jas pengantin yang dipakainya saat akad tadi. Heru merebahkan tubuhnya sejenak yang terasa penat. Heru memejamkan mata dan menikmati udara yang terasa sejuk dari pendingin ruangan. Dan tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Dengan malas Heru menyeret langkah kakinya dan membukakan pintu. Bi Siti berdiri di depan pintu dengan membawa teh dan kudapan.
"Silahkan dinikmati Den..."
"Baik Bi terimakasih banyak..."
Bi Siti mengangguk lalu melangkah pergi. Heru duduk di teras dan mulai mencicipi minumannya. Dan tanpa sengaja pandangannya terpaku pada sosok Alina yang sedang duduk termenung di taman belakang.
Rasa penasaran membawa langkah Heru untuk mendekati gadis itu.
Alina duduk membelakangi Heru sehingga tidak menyadari kehadiran suaminya itu.
"Alina..."
Alina menoleh dan terlihat terkejut melihat Heru yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Alina pun beranjak dan melangkah dengan terburu-buru, dan karena itu kakinya tanpa sengaja tersanjung batu hingga tubuhnya limbung.
Dengan sigap Heru mendekat dan menagkap tubuh Alina yang hampir terjatuh.
"Hati-hati!", teriak Heru dengan sedikit keras karena paniknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments