Sejak Heru datang ke rumahnya Alina hanya berdiam diri di dalam kamarnya. Kondisi Alina secara fisik dan mental memang tidak begitu baik setelah berbagai masalah yang menimpanya. Dan selain itu, Alina juga merasa tidak punya muka untuk bertemu dengan Heru, lelaki yang pernah ia tolak cintanya.
Di dalam kamarnya Alina merenung, mengingat kembali bagaimana satu persatu kemalangan mulai menghampiri dirinya. Dimulai dari kondisi fisiknya yang menurun. Alina kerap merasa badannya lemas dan kepalanya pusing, hingga dirinya sempat jatuh pingsan saat sedang berada di perpustakaan. Untunglah Alina cepat tersadar tanpa harus dibawa ke fasilitas kesehatan. Alina akhirnya diantarkan kerumah oleh teman-temannya. Sebagai seorang calon dokter Alina mulai curiga dengan kondisi tubuhnya, sebab sebelumnya Alina tidak punya keluhan kesehatan apapun. Kecurigaan Alina semakin bertambah saat dirinya tak kunjung mendapat tamu bulanan bahkan sampai jadwalnya terlewat.
Alina memberanikan diri untuk membeli alat tes kehamilan di apotek. Meski sudah menduga, Alina merasa terkejut saat melihat hasilnya positif. Perasaannya sungguh hancur. Masa depan dan impian yang sudah di depan mata harus kandas dalam sekejap. Alina menangis cukup lama di kamarnya hingga jatuh tertidur. Hari sudah sore saat Alina bangun. Alina mengungatkan hatinya dan segera bersiap untuk menemui Dirga, kekasihnya.
Alina mengajak Dirga bertemu di sebuah tempat makan langganan mereka. Alina tidak berselera untuk makan dan hanya memesan minum saja. Seperti biasa, Dirga menggodanya untuk menghabiskan malam bersama.
"Tar malem bobok di apartement gue ya Lin?", kata Dirga sambil mengedipkan matanya.
Alina hanya menggeleng, menolak ajakan Dirga.
"Ayolah sayang, aku cinta mati sama kamu, rasanya nggak pengen jauh-jauh dari kamu, kamu juga cinta kan sama aku?"
Alina mengangguk.
"Nah gitu dong sayang, jadi tar malam kita having fun lagi kan? Tenang aku pasti tanggung jawab kok..."
"Serius kan kamu bakal tanggung jawab?"
Tanya Alina dengan penekanan tajam. Alina sengaja memancing reaksi Dirga.
"Iya dong sayang, masak kamu nggak percaya sih sama aku?"
Alina lalu menyodorkan beberapa alat tes kehamilan di depan Dirga.
"Apa ini?"
Tanya Dirga sambil sibuk mengamati benda yang disodorkan Alina.
"Aku hamil ga.."
Dirga terlihat terkejut, tapi tetap berusaha tampak tenang.
"Yakin kalau itu anak aku?",
Dirga benar-benar tidak menyangka, kalau kesenangan yang selama ini dinikmatinya akan berbuah.
Plak.
Sebuah tamparan mendarat di pipi Dirga.
"Sabar dong sayang, bukan gitu maksudku...ok..ok...nanti kita cari solusinya sama-sama, sekarang aku antar kamu pulang dulu ya?"
Dirga mencoba membujuk Alina, sambil terus memikirkan apa yang akan dilakukannya dengan kehamilan Alina.
Alina menurut. Alina sebenarnya juga merasa lelah dan ingin segera beristirahat. Dirga mengantarnya pulang ke rumah malam itu. Tanpa Alina tahu bahwa itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Dirga.
Setelah hari itu, Dirga tak lagi bisa dihubungi. Bahkan saat Alina mencari Dirga ke rumahnya, keluarganya bilang bahwa Dirga pulang ke kampung halaman Ibunya di luar pulau. Nyatanya, satu minggu berlalu dan Dirga menghilang bagaikan ditelan bumi. Dirga tidak kunjung pulang ke apartement maupun ke rumah Ayahnya yang berada di Ibu kota. Dan Alina sadar mengemis pada Dirga adalah hal yang bodoh dan sia-sia.
Alina lalu memilih berterus terang pada keluarganya tentang kondisinya. Alina sudah siap dengan segala resikonya bahkan jika dirinya harus diusir dari rumah. Tapi ternyata, reaksi keluarganya benar-benar di luar dugaannya.
Papanya terlihat terkejut dan benerapa saat hanya diam sambil menahan gejolak emosinya. Siapa yang tak akan merasa sakit dan kecewa, saat tahu anak perempuan yang dijaganya mato-matian telah dirusak orang. Sementara Mama Alina tidak bisa mencegah air matanya untuk terjatuh karena menangisi nasib putri kesayangannya.
"Alina, Papa kecewa sama kamu, tapi Papa juga bangga bahwa kamu sudah berani berterus terang dan mengakui kesalahan. Terimakasih sudah mempercayai kami. Kita adalah keluarga. Dan keluarga tidak akan meninggalkanmu dalam kondisi apapun. Jadi mari kita cari solusinya bersama-sama....",
Akhirnya itulah yang diucapkan Dokter Hendra untuk menguatkan Alina. Dokter Hendra takut Alina bertindak nekat karena keadaannya.
Setelah itu Papa, Mama, dan Kak Alshad memeluknya bergantian. Sejak itu semua anggota keluarganya justru sangat perhatian pada dirinya dan calon bayinya. Dan itu membuat Alina semakin didera rasa bersalah yang dalam.
Sejak tahu dirinya hamil Alina lebih banyak mengurung diri di kamar dan menarik diri dari pergaulan.
Hingga kemudian Kak Alshad memberi tahunya bahwa dirinya akan dinikahkan dengan Heru, pria yang sempat di tolaknya. Alina tahu keluarganya akan melakukan berbagai macam cara untuk melindunginya. Termasuk untuk menjaga nama baiknya dan keluarga. Dan satu-satunya solusi adalah dengan menikahkannya meski bukan dengan Ayah si bayi. Alina tak punya kuasa untuk meolak, meski hatinya tak sejalan. Alina hanya bisa pasrah akan apapun keputusan yang diambil keluarganya untuk dirinya. Mereka sudah mengusahakan yang terbaik demi dirinya.
Alina menuruti apapun skenario yang telah dirancang keluarganya. Meski begitu Alina tak punya nyali untuk bertemu dengan Heru yang Alina tahu sudah disuruh Ayahnya untuk tinggal di paviliun belakang rumah. Hingga akhirnya Alina harus bertatap muka dengan Heru, setelah ijab qobul selesai dilafalkan dengan lancar di hadapan penghulu.
Saya terima nikah dan kawinnya, Alina Salasabila binti Hendra Kuswoyo dengan Mas kawin tersebut dibayar tunai.
Dari ruang rias, Alina bisa mendengar dengan jelas suara lantang Heru, yang kemudian diakui sah oleh semua hadirin di acara akad pagi itu.
Alina lalu digandeng Mamanya, berjalan mendekat dan duduk di samping Heru, lelaki yang telah selesai mengucap ijab qobul dan kini berstatus sebagai suaminya.
Ya, entah bagaimana Heru bisa setuju untuk menjadi kambing hitam dan rela menikahi dirinya yang telah ternoda.
Semua prosesi berjalan dengan lancar dan khidmat. Tampak jelas Dr Hendra beserta istri tersenyum bahagia, lega akhirnya putrinya benar-benar menikah. Di depan penghulu, Alina dan Heru bergantian menandatangani buku nikah. Heru lalu mengecup kening Alina dengan lembut. Pun Alina balas mencium tangan Heru dengan hormat. Sebuah momen sakral di mulainya kehidupan baru untuk mengarungi bahtera rumah tangga yang diabadikan oleh bidikan kamera. Setelah itu keluarga dan para tamu bergantian menyalami, memberi ucapan selamat dan doa yang tulus untuk kedua mempelai. Tidak lupa mereka juga bergantian berfoto bersama kedua mempelai. Setelah itu semua hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yang telah di sediakan di halaman masjid. Semua tamu pun menikmati hidangan yang lezat dengan suka cita.
Pernikahan Heru dan Alina memang sengaja di gelar dengan sederhana. Hanya akad nikah saja tanpa resepsi dengan mengundang keluarga dan kerabat terdekat saja. Persiapannya dilakukan cukup mendadak mengingat pernikahan harus dilakukan secepat mungkin agar kehamilan Alina tidak terlihat. Tapi semua tampak indah dan sempurna. Akad itu terasa begitu sakral di pagi yang cerah. Dan para tamu undangan pun banyak yang ikut meneteskan air mata karena haru dan bahagia. Tanpa mereka sadari, bahwa yang mereka hadiri hanyalah pernikahan palsu, pernikahan di atas kertas.
Hati Alina terasa miris di tengah pernikahannya sendiri. Alina hanya terus menunduk tanpa berani menatap mata Heru, suaminya. Entah bagaimana mereka akan menjalani pernikahan ini nantinya. Alina sama sekali tidak punya bayangan bagaimana dirinya harus bersikap kepada Heru nanti. Dan hal itu terasa menakutkan bagi Alina, sangat menakutkan. Sebentar lagi, Alina harus bersiap masuk ke dalam mahligai yang tak pernah dibayangkannya. Sebuah mahligai yang diawali dengan kebohongan dan kepalsuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments