Mata Fujiko sedikit bergetar kala sinar matahari tipis menerpa wajahnya. Gadis yang membuka mata, menelisik keadaan sekitarnya."Jam 7!" Teriaknya berlari, mengambil handuk.
"Pelan-pelan nanti jatuh," ucap pria yang tengah menyajikan makanan.
Satu persatu makanan terhidang, tentunya dari bahan di kulkas milik Fujiko. Diletakkannya di lantai, mulai memakan makanannya, pasalnya ini bukan tempat mewah. Hanya tempat kost dengan ruangan tiga kali empat meter. Dapur dalam yang tidak begitu besar, serta kamar mandi sempit lengkap dengan gayung dan kamar mandi jongkok.
Gadis cantik yang merentangkan tangannya. Sambil berteriak."Raka! Ambilkan sabun!"
"Em..." pemuda itu bangkit masih dengan mulut dipenuhi nasi. Mengambil sabun untuk wanita yang masih mengulurkan tangan. Sekelebat terlihat tubuh wanita itu dari balik pintu. Mungkin jika pria lain Fujiko tidak akan melakukan ini. Tapi ini adalah Raka, pria yang tidak akan masuk ke kamar mandi kemudian melecehkannya.
"Ini," benar saja, pemuda itu hanya memberikan sabun, kemudian kembali duduk bersila sembari makan.
Gadis yang masih ada di kamar mandi, menatap pantulan wajahnya di cermin. Terlihat benar-benar rupawan, pria manapun pasti akan terpikat olehnya. Tapi kenapa nasibnya selalu sial? Banyak pria yang mendekati tapi gaji mereka di bawah standarnya.
Bukan apa-apa masalahnya ketiga kakak perempuannya memiliki kekasih mapan. Bahkan calon suami kakak tertuanya akan mengadakan pesta ulang tahun kecil-kecilan untuk ayah mereka.
Sedangkan dirinya? Selalu berakhir dengan crazy rich tapi hanya sewaan. Kalau benar-benar kaya, sudah punya istri seperti kejadian kemarin. Siapa jodohnya? Tidak mungkin dirinya menjadi perawan tua, kemudian harus hidup dengan menua dengan manusia pengiritan seperti Raka.
Menghela napas kasar, setidaknya hanya satu kebaikan pemuda itu, selalu mendengar dan menolongnya. Seorang sahabat yang baik.
*
Fujiko keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang menutupi area dada, hingga pahanya. Mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Matanya menelisik, Raka sama sekali tidak menoleh padanya, sama seperti biasa. Membuatkan makanan, menumpang sarapan, lalu kembali ke kamarnya sendiri.
"Apa pria ini normal?" mungkin itulah yang ada dalam fikiran Fujiko memincingkan matanya.
Wanita dengan bentuk tubuh yang benar-benar sempurna itu berpose. Bentuk bagian depan 38 B, bagian belakang yang tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, perut rata, kaki jenjang yang indah.
"Raka..." panggilnya membuat sang pemuda yang memakai kaos kutang dan boxer itu menoleh.
"Apa? Omong-ngomong nanti sore aku pinjam motormu ya?" Pemuda yang tersenyum, seakan tidak mempedulikan pemandangan di hadapannya. Pemandangan yang benar-benar indah, bagaikan gambar anak TK, dimana terdapat dua gunung yang tidak terlihat sempurna.
"Iya!" bentak Fujiko, memakai lotionnya. Apa dirinya tidak menarik? Mungkin saja pemuda ini yang tidak normal.
Menyukai Raka? Sejatinya hanya menganggapnya sebagai teman. Tapi entah kenapa bagaikan setiap detik memerlukannya. Ini aneh bukan? Namun, itulah kenyataannya.
Walaupun jantungnya berdegup cepat, walaupun mengagumi wajah rupawan itu, tapi isi dompet lebih penting. Hanya beberapa lembar uang berwarna hijau dan ungu. Lebih tepatnya dua puluh ribu dan sepuluh ribu yang ada disana, dua lembar kartu ATM dan satu buah KTP. Jadi dengan tegas dirinya menyatakan sebuah pengumuman, bahwa Raka hanya akan menjadi sahabatnya saja.
"Kamu mau kemana pakai motorku? Apa menemui wanita?" tanya Fujiko.
Raka mengangguk."Mungkin, tempatnya lumayan jauh," jawaban darinya memakan sayuran dan tempe.
Fujiko segera mengenakan seragam pabrik tempatnya bekerja. Menatap ke arah Raka yang memang selalu memunggunginya, ketika dirinya berganti pakaian. Tidak menengok sedikitpun.
"Kamu hebat, tidak tergoda denganku sama sekali," gumam Fujiko setelah memakai pakaiannya. Memakan masakan yang dibuatkan Raka.
"Tentu saja, tidak ada yang bisa dilihat." Kata-kata pedas dari Raka.
"Sshh...ah...sial," batinnya sesekali menggigit bibirnya sendiri, menahan agar tidak mengeluarkan suara. Mungkin inilah keburukan Fujiko, selalu sembarangan di hadapan Raka.
Membuat sang pemuda normal hanya dapat makan tapi tidak kenyang. Walaupun ada makanan di hadapannya, namun wanita itu lebih menyenangkan untuk disantap.
"Kapan kamu gajian?" tanya Fujiko dengan mulut penuh.
"Tidak tahu," Raka tertunduk, masih makan dengan tenang.
"Raka, kenapa kamu tidak mencari pekerjaan yang lain. Usiamu sudah 28 tahun, cepat atau lambat akan memiliki keluarga. Tentunya aku juga tidak bisa menolong keluargamu saat aku sudah menikah nanti---" Kata-kata dari Fujiko yang tersipu, tersenyum-senyum sendiri.
Matanya sedikit melirik ke arah Raka. Tatapan cerah penuh senyuman berubah, menjadi menatap tajam membuat gadis itu ketakutan.
"Kamu akan menikah?" tanya Raka.
Fujiko mengangguk."Aku harus segera menemukan pacar yang mapan. Kamu juga, jika tidak bisa menemukan pekerjaan yang layak, carilah sugar mommy, Tante-tante girang yang serius bersedia menikah denganmu,"
Raka kembali melanjutkan makannya. Tidak menanggapi kata-kata Fujiko. Setelahnya tidak banyak bicara, benar-benar berbeda dari biasanya. Bahkan saat pemuda itu mencuci piring pun sama.
*
Suara starter motor matic terdengar, motor yang tidak mau menyala sama sekali. Wanita yang kebingungan saat ini, dirinya sama sekali tidak bisa berangkat kerja.
Kring!
Kring!
Kring!
"Biar aku antar," ucap Raka berhenti di hadapan Fujiko.
"Bayar berapa?" tanya gadis itu seakan mengetahui motif sang pria.
"Nanti malam aku fikirkan. Tidak akan terlalu mahal," jawaban dari Raka. Tanpa ragu, gadis itu menaiki sepeda.
Memegang pinggang pemuda itu erat, wajah rupawan sang pemuda yang diterpa angin. Mengayuh sepeda dengan cepat, di jalanan menurun. Melewati jalanan yang cukup rindang, udara bersih masih terasa."Aaa....aaa..." teriak Fujiko tidak pernah merasa segembira ini.
"Aku mencintaimu!" teriak Fujiko tiba-tiba.
"Mencintai siapa?" tanya Raka.
"Aku mencintaimu! Uang!" teriak wanita itu lagi.
Dua orang sahabat tertawa bersama, mengayuh sepeda lebih cepat lagi. Kali ini bukan kaos kutang. Raka menggunakan sweater dan celana jeans hitam. Tersenyum dengan wajah cerahnya, jalanan yang tidak begitu padat melewati area jembatan gantung."Aku juga mencintaimu! Uang!" teriak Raka menimpali.
Entah kenapa Fujiko kembali duduk, menyandarkan kepalanya pada punggung Raka. Mengeratkan pelukannya, membiarkan rambutnya di terpa angin.
Terasa nyaman, bukankah begitu perasaan seorang sahabat?
Pada akhirnya sepeda berhenti di area depan pabrik tekstil. Raka memberikan plastik berisikan air putih dan makanan yang tadi pagi dimasaknya di rumah Fujiko.
"Cie! Diantar pacarnya!" teriak salah seorang pekerja pabrik.
"Bukan pacar! Cuma teman! Siapa yang mau pacaran dengan pria pengiritan!" cibir Fujiko pada Raka.
"Pasti ada!" ucap Raka mengecup pipi Fujiko dengan cepat, kemudian melarikan diri menggunakan sepedanya.
"Dasar pengiritan!" teriak Fujiko, mengusap-usap pipinya sendiri.
Sedangkan teman kerjanya mulai bernyanyi."Kudapati diri makin tersesat, saat kita bersama, desah nafas yang tidak bisa dusta persahabatan jadi cinta---"
Plak!
Fujiko melayangkan pukulannya pada kepala sahabatnya. Benar-benar kesal rasanya, dirinya tidak akan mungkin bersama dengan makhluk pengiritan. Hingga manager baru pabrik terlihat, pria yang baru saja turun dari mobil. Berkulit sawo matang, tinggi, namun kurus.
Bug!
Dengan sengaja Fujiko menabraknya."Maaf pak?" ucapnya.
"I...iya tidak apa-apa," sang manager baru gelagapan. Wanita cantik berdarah Indonesia-Jepang menawan berada di hadapannya.
"Palingan gagal lagi. Makanya jangan selingkuh," gumam sahabat Fujiko.
Kepala temannya sesama pekerja itu, kembali dipukul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
nandayue
apal bener ko
2023-05-18
1
Lovesekebon
Mungkin namanya sahabat terkasih, tercinta dan tersayang juga ter irit tapi tidak pelit 🤭🥰🥰🥰
2023-02-25
2
Endang Suryoningsih
zaman sekarang uang yg paling terdepan
2023-02-10
2