Pemuda yang keluar tanpa malu sedikitpun. Handuk masih terlilit di pinggangnya. Tanpa atasan sama sekali. Mulai duduk di meja rias milik Fujiko, menyemprotkan parfum milik sang wanita pada tubuhnya.
"Aku pinjam..." ucapnya.
"Pinjam tapi tidak pernah dikembalikan," sindir wanita yang tengah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menatap ke arah langit-langit ruangan.
"Kalau aku sudah gajian kamu boleh pakai parfumku," ucap Raka, menyisir rambutnya. Bagaikan tempat itu bagian dari kamarnya sendiri.
"Aku? Memakai parfum pria?! Bagaimana caranya punya pacar. Mereka akan mengira aku wanita murahan," gumamnya, melempar bantal pada kepala pemuda yang kini menggunakan skin care miliknya.
"Kamu ingin pacar yang seperti apa?" tanya Raka mengenyitkan keningnya. Menepuk-nepuk wajahnya sendiri, merasakan aroma tubuh yang sama dengan Fujiko.
"Kaya, memiliki status sosial tinggi, gajinya minimal diatas 5 juta sebulan." jawab Fujiko.
"Kalau aku bagaimana?" Raka berbalik penuh rasa percaya diri. Otot-otot dada dan perutnya terlihat, wajah rupawan dengan rambut yang masih basah. Sumpah demi apapun, jantung Fujiko berdegup cepat saat ini. Dirinya benar-benar gugup. Tapi sekali lagi, pemuda pengiritan ini hanya akan menjadi beban.
"Gaji tukang parkir saja lebih besar dari gajimu! Cari kerja sana! Kalau tidak cari sugar mommy!" Fujiko tiba-tiba bangkit mencium aroma skincare mahal dari tubuh sang pemuda.
"Kamu pakai skincare milikku?! Itu satu paketny 650 ribu!" lanjutnya, berjalan mendekati meja rias.
Raka mengangguk polos kemudian tersenyum."Aku merasa wajahku benar-benar halus,"
Fujiko menadahkan tangannya."Karena ini mahal satu kali pakai 25 ribu!"
"Aku tidak punya uang, tunggu aku gajian ya?" Ucap Raka, tersenyum tanpa dosa.
"Aku ingin mencincang makhluk kikir ini. Wajahnya bagaikan CEO sombong, tapi tingkat kemiskinannya bagaikan pengamen jalanan." Batin Fujiko menghela napas berkali-kali.
"Tidak mau tahu! Bayar!" bentak Fujiko kembali menadahkan tangannya pada tetangga kostnya yang telah melewati suka duka bersama satu tahun ini.
Raka memelas, menatap dengan pandangan berkaca-kaca."Kamu tega padaku? Aku bahkan yang mengganti lampu kamarmu. Mengangkat jemuran pakaian dalammu saat kamu bekerja. Kita sudah menjalani kisah seperti ini. Ternyata kamu benar-benar---"
"Bayar!" Fujiko kembali menadahkan tangannya.
Raka meletakkan tangannya pada jemari tangan Fujiko."Kembaliannya untuk melunasi hutang mie instan, telur dan gas." ucapnya.
Fujiko menatap ke arah tangannya sendiri tidak ada uang disana."Apa maksudnya? Tidak ada uang---"
Kata-kata gadis itu terhenti. Entah sejak kapan Raka sudah berdiri, memegang tengkuk kepalanya. Memejamkan mata, menikmati bibirnya. Fujiko terdiam membatu, membulatkan matanya. Tidak terasa lidah pemuda itu menerobos ke dalam celah bibirnya.
Kala itulah perlahan mata Fujiko terpejam. Benar-benar merasa kenyamanan yang berbeda, otot-otot lengan pemuda itu di cengkram olehnya. Seolah-olah kehilangan pijakan, ini adalah ciuman pertama baginya.
"Umh..." gumamnya kala pemuda itu semakin agresif. Yang lebih gilanya lagi lidah mereka bermain di luar mulut. Garis tipis tercipta, terlihat jembatan liur disana.
Segalanya diakhiri dengan beberapa kecupan, perlahan Fujiko membuka matanya. Bersamaan dengan Raka, dahi mereka bersentuhan, mengatur deru napas yang tidak teratur.
"Satu ciuman seharga 100 ribu. Jadi masih ada kembalian untukmu." Kata-kata memuakan dari mulut sang pemuda yang melarikan diri dari kamar Fujiko.
"Br*ngsek!" umpat wanita itu mengejar Raka menggunakan sapu.
Beberapa tetangga kost mereka yang merupakan mayoritas mahasiswi dan mahasiswa hanya dapat menghela napas.
"Suami istri tidak boleh saling memukul! Itu namanya KDRT!" teriak Ragil (seorang mahasiswa, tetangga mereka).
"Siapa yang suami istri! Mana sudi aku mempunyai suami pengiritan sepertinya!" bentak Fujiko.
"Irit untuk masa depan kita bersama," Raka menengok kembali dari dalam kamarnya.
Plak!
Satu pukulan mendarat pada kepala sang pemuda oleh Fujiko.
"Apa sebenarnya hubungan kalian? Kalian kumpul kebo? Pasangan yang tidak terikat tali pernikahan, tapi membuat anak? Celap-celup, jleb-jleb seperti teh Sariwangi?" tanya Ragil yang baru dua bulan mengontrak, kata-kata tanpa sensor darinya.
"Kami hanya teman, saat aku pertama kali mengontrak di sini. Kutu ini sudah ada disini, awalnya dia tersenyum. Tapi akhirnya menghisap darahku hingga habis," gerutu Fujiko, dengan Raka yang kembali bersembunyi di dalam kamarnya sendiri.
"Benarkah? Aku melihat semuanya, kalian sering berbagi sabun, berbagi handuk, berbagi sikat gigi. Pasangan suami-istri bahkan ada yang tidak seintim itu. Intinya kalian teman tapi enna-enna," sindiran dari Ragil, berjalan membawa teh yang baru diseduhnya. Intinya teh hasil celap-celup dari pucuk daun teh berkwalitas tinggi. Bahkan ulat pun tidak berhasil mendapatkannya setelah memanjat ke pucuk.
Fujiko semakin geram, berjanji pada dirinya sendiri tidak akan membiarkan Raka masuk ke kamar kostnya lagi. Dirinya harus menjaga citra sebagai calon istri orang kaya yang entah siapa.
Sementara itu di dalam kamar, Raka tengah duduk di hadapan laptopnya. Jemari tangannya mengetik dengan cepat mengirim naskah, wajahnya tersenyum-senyum sendiri.
Dirinya tidak berbohong, penghasilannya sebagai ghost writer tidak terkenal hanya 900.000. Namun, putra tunggal konglomerat itu, menanamkan banyak saham di berbagai perusahaan.
Pura-pura miskin? Tidak, dirinya tidak pura-pura miskin. Hanya saja terlahir sebagai makhluk kaya paling kikir saja.
Segera setelah menulis naskah, dirinya mulai menyandarkan tubuhnya di kursi. Menatap ke arah saldo rekeningnya yang baru diperiksanya.
"Aku terlalu boros satu minggu ini," gumamnya menghela napas kasar, berfikir bagaimana harus lebih berhemat lagi. Jika bisa berbagi kamar saja dengan Fujiko.
*
Tapi apa benar Fujiko tidak akan mengijinkan Raka masuk ke kamarnya lagi?
Malam semakin gelap, gadis itu perlahan terbangun mendengar suara benda-benda. Sekelebat bayangan seperti lewat dalam kegelapan saat lampu tidak menyala.
Dirinya benar-benar ketakutan saat ini."Raka!" pada akhirnya nama itu kembali di panggilnya.
Pemuda yang dengan sigap segera datang masih dengan muka kusut menggunakan boxernya saja."Ada apa?" tanyanya menguap beberapa kali, menyalakan lampu kamar.
"Ada setan!" teriak Fujiko menutup matanya ketakutan.
Raka kembali mematikan lampu kamar. Kemudian memeluk Fujiko."Dimana setannya?" tanyanya.
"Di sana!" jawab wanita itu tidak berani menoleh.
Sang pemuda yang tetap mendekap tubuhnya."Itu bukan setan, hanya bayangan daun di luar jendela yang tertiup angin."
"Benar?" Fujiko membuka matanya memastikan.
Raka mengangguk."Aku kembali dulu ke kamarku," ucapnya menggaruk-garuk p*ntatnya sendiri tidak menjaga gengsi sama sekali.
"Raka...menginap disini ya?" pinta Fujiko, masih menatap ke area sekitarnya.
Raka mengangguk, memasukan dirinya ke dalam selimut yang sama dengan sang gadis. Fujiko menghela napas kasar, berada dalam pelukan Raka yang memejamkan matanya.
Tangan wanita itu meraih phonecell, kembali membuka media sosial. Mencari pria kaya, mapan idamannya, wajah tidak penting yang penting isi dompet tebal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Susana Sari Sari
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/lucuuuu mwnghibur.../Good//Good//Good//Good/
2025-02-05
1
ganti nama
🤭😂😂😂😂😂
2024-02-28
0
ganti nama
ho alaaaaaaa...mahkluk kaya kikir....
susah hidup sama orang kikir
wkwkwk😄😄😄
2024-02-28
0