Vina menyerahkan hp-nya kepada Dendi, setelah ia bercerita apa yang terjadi terhadap dirinya beberapa waktu yang lalu.
Pemuda tampan itu menjadi pendengar yang baik dan sesekali membenarkan si gadis dan menyalahkan Rudi yang telah bertindak kasar terhadap kekasihnya.
Dendi lalu membongkar hp Vina yang memang mati total setelah terendam di air pantai.
“Kalau cowok kasar begitu, lebih baik ditinggalkan saja. Rudi memang ganteng, tapi kalau mengancam keselamatan, buat apa, Vin? Terlalu banyak cowok di dunia ini. Perkara pasangan adalah perkara yang akan kita jalani di sisa hidup kita,” ujar Dendi yang berisi nasihat, sambil mengelap baterai dan kerangka hp yang ada sisa airnya dengan tisu.
“Iya sih,” ucap Vina membenarkan. Ia membatin, “Dendi cowok yang bijak juga.”
“Jangan terpaku sama satu cowok,” tambah Dendi lagi. Lalu katanya tentang hp, “Ini sudah cukup parah, karena terlambat dibongkar. Kalau hp terendam air asin, harusnya cepat dibongkar lalu direndam di air tawar, lalu dikeringkan.”
“Terus bagaimana dong?” tanya Vina lagi.
“Maaf, Vin,” ucap Dendi sambil tiba-tiba memajukan wajah dan badan atasnya ke arah Vina, seolah hendak mencium wajah cantik wanita itu.
“Eh, iya,” ucap Vina terkejut bercampur malu. Ia refleks memiringkan tubuhnya ke kanan saat melihat badan Dendi menyerong ke samping kiri.
Ternyata, di sisi belakang Vina ada colokan listrik, di mana hp Dendi sedang di-charge.
“Kamu harum sekali, Vin,” kata Dendi sebelum menarik wajahnya kembali posisi semula.
Vina hanya tersenyum malu. Kondisi itu membuat jantungnya berdebar.
Dendi kembali ke posisi duduknya semula. Ia membuka layar hp-nya.
“Sebentar ya,” ucap Dendi.
“Iya.”
Dendi ternyata melakukan panggilan telepon.
“Assalamu ‘alaikum, Bong!” salam Dendi di telepon, lalu diam sejenak mendengar jawaban dari seberang panggilan.
Vina hanya diam memandangi dan menunggu.
“Hp jatuh di laut. Kamu bisa benarkan?” tanya Dendi. Setelah diam sejenak, dia berkata lagi. “Nanti malam saya bawa ke rumah kamu, ya?”
Tidak berapa lama, Dendi melepas hp-nya dari telinga dan meletakkannya di pangkuannya.
“Hp-nya nanti saya bawa ke teman saya. Coba nanti dua hari lagi ke sini, tapi pagi aja, pas saya belum berangkat kerja. Mudah-mudahan bisa diperbaiki dan sudah selesai,” kata Dendi.
“Kira-kira ongkosnya berapa, Bang?” tanya Vina.
“Hahaha! Seperti orang jauh saja. Cukup dibayar dengan cinta,” tawa Dendi, lalu berkata bernada bercanda. Kemudian katanya lagi, “Pokoknya kamu terima beres saja, Vin. Saya ikhlas bantu kok.”
“Terima kasih ya, Bang,” ucap Vina seraya tersenyum senang, karena masalahnya kemungkinan bisa terselesaikan.
“Iya, sama-sama,” balas Dendi seraya tersenyum manis.
Vina lalu pamit dan keluar. Ketika Vina berbalik hendak keluar, tampak Dendi memonyongkan mulutnya memberi ciuman jarak jauh tanpa suara dan tanpa sepengetahuan Vina.
Singkat cerita. Sebelum dua hari yang ditentukan, Dendi yang pulang kerja dengan berjalan kaki, lewat di depan rumah Vina, tepat ketika gadis itu sedang menyengget mangga yang tumbuh di halaman.
“Vin!” panggil Dendi yang lebih dulu melihat keberadaan Vina. Ia berdiri di depan gerbang pagar.
“Eh, Bang Dendi,” jawab Vina sambil tersenyum lebar penuh kemanisan. Tangannya masih mengulur ke atas memegangi galah yang ia gunakan.
Posisi Vina itu membuat sebagian perutnya yang putih bersih terbuka bebas. Pemandangan itu membuat otak Dendi traveling ke mana-mana, terlebih saat itu Vina juga mengenakan celana pendek belaka.
“Bagaimana kabar hp saya, Bang?” tanya Vina langsung.
“Bisa kok. Nanti malam saya ambil ke rumah teman saya. Kamu besok pagi-pagi ke kontrakan saya, ambil hp-nya,” jawab Dendi.
“Iya, Bang. Terima kasih sekali, loh. Maklum, itu seperti nyawa kedua saya. Hahaha!” kata Vina lalu tertawa. Sepertinya dia sudah move on dari permasalahan cintanya.
Biasanya, jika usai bertengkar dengan Rudi, sebentar mereka akan berpisah. Dan biasanya lagi, Rudi akan meneleponnya dan minta maaf lebih dulu. Namun, karena hp Vina sedang rusak, pastinya Rudi tidak bisa menghubungi Vina, karena memang, sejak kemarin Rudi mencoba menelepon nomor Vina.
Meski tidak bisa menghubungi Vina, tetapi Rudi tidak mau pergi menemui secara langsung, meski mereka masih satu desa. Vina pun ternyata memilih bersikap masa bodoh terhadap status cintanya. Ia lebih memfokuskan diri bagaimana caranya supaya hp-nya bisa kembali menyala dan data yang tersimpan bisa diselamatkan.
Keesokan paginya. Vina mandi pagi-pagi. Sebelum jam berangkatnya orang yang kerja di perusahaan atau pabrik, dia segera pergi ke kontrakan Dendi.
Kontrakan lima pintu itu tampak sepi. Memang, jika pagi, kontrakan akan selalu sepi, karena empat pintu selain Dendi, dikontrak oleh keluarga nelayan. Jika pagi, suami istri nelayan akan berada di pelelangan untuk melakukan transaksi jual beli ikan.
Pintu kontrakan Dendi masih tertutup.
Tok tok tok!
“Assalamu ‘alaikum!” salam Vina sambil mengetuk pintu.
“Wa ‘alaikum salam!” jawab Dendi.
Sebentar kemudian, pintu dibuka dari dalam. Muncullah wajah Dendi yang segar dan terlihat begitu tampan. Wajah yang baru selesai mandi itu terlihat lebih tampan dari biasanya karena ada efek dari sinar matahari pagi yang langsung menerpa wajah.
“Masuk dulu, Vin!” ajak Dendi seraya tersenyum.
“Iya.”
Vina pun membuka sandalnya dan masuk ke dalam.
“Hp kamu sudah hidup. Tapi harus saya rapikan dulu setting-annya,” kata Dendi yang tampak terburu-buru dalam bergerak.
Vina kembali duduk di lantai yang pernah dia duduki dengan punggung merapat ke dinding depan.
“Maaf ya, Vin. Saya silau sama sinar matahari, saya tutup pintunya tidak apa-apa ya?” kata Dendi, tapi sudah bergerak menutup pintu tanpa dikunci.
“Iya,” jawab Vina seraya tersenyum.
Maka mereka berdua berada di dalam ruangan yang remang-remang.
Dendi bergerak cepat, tampak sibuk.
“Mungkin agak lama sedikit. Jadi saya sudah siapkan minum,” kata Dendi lalu mengambil minuman botol bersoda.
Dendi menyodorkan gelas yang sudah diberi es batu. Ia buka tutup botol yang masih tersegel dan menuangkannya ke gelas sampai penuh.
“Enggak usah repot-repot, Bang!” sergah Vina.
“Enggak apa-apa, daripada bengong menunggu saya selesai. Maklum kalau pagi-pagi disuguhin minuman begini, enggak ada air panas sama gula,” kata Dendi. “Diminum biar cepat habis juga. Kalau nyisa banyak, sayang, kebuang doang, enggak ada yang minum lagi.”
“Iya,” ucap Vina.
Dendi kini fokus mengutak-atik hp Vina, sejenak membiarkan gadis itu.
Vina lalu meneguk minuman di gelas kaca yang disediakan. Benar kata Dendi, daripada bengong.
Setelah memandangi Dendi yang menekuni hp, perhatian Vina ditarik oleh selembar poster di dinding di atas meja computer Dendi. Gambar pada poster adalah sepasang pemuda dan wanita bule yang sedang berciuman dengan begitu hot. Wanita itu hanya mengenakan bikini dan duduk merangkul pada tubuh si pemuda tampan.
Seketika Vina ingat Rudi. Pacaran sekitar lima tahun lamanya, ciuman bukanlah hal yang jarang dilakukan ia dan Rudi. Seluruh tubuh Vina sudah pernah disentuh oleh Rudi, baik dengan jari ataupun dengan bibir. Namun hebatnya, selama itu pula Vina masih bisa menjaga keperawanannya. Meski terbilang nakal, tapi bagi Vina keperawanan adalah nomor satu.
Untuk perkara virgin, Rudi pun sangat menghormati.
Namun, ada yang ganjil menurut pikiran Vina. Seingat dirinya, dua hari yang lalu poster itu belum ada.
“Bang Dendi bakalan telat nih,” kata Vina merasa tidak enak hati.
“Enggak kok. Ayo dihabisin minumnya. Biar kalau ini selesai, saya bisa enak berangkatnya, enggak mikirin sisa minuman. Hahaha!” kata Dendi, lalu tertawa.
Setelah beberapa menit, Vina merasa gerah, padahal belum lama dia mandi. Cuaca pun belum terik, meski matahari sudah terbit.
Terlihat Vina duduk dengan gelisah. Pandangannya tidak tenang, seiring pikirannya mengajak bercumbu, terlebih jika dia memandang kepada poster yang posisinya menghadap langsung ke arahnya. Sesekali ia mengubah posisi kakinya.
Sebenarnya dia ingin mengeluh tentang rasa gerah itu, tetapi ia khawatir justru akan menyinggung Dendi.
“Sebentar lagi ya, Vin,” kata Dendi lagi sambil melirik ke wajah cantik Vina.
“Iya, Bang. Enggak apa-apa kok,” ucap Vina yang semakin gerah dan perasaannya kian gelisah.
Tatapannya cenderung memandang ke poster dewasa itu. Setelah itu, dia beralih memandang wajah Dendi yang memang tampan. Kondisinya itu membuat dirinya mudah menghayal tentang percumbuan, terlebih dia sudah sering merasakannya bersama Rudi.
Mendadak Vina rindu Rudi. Sangat rindu rasanya. Namun, mereka sedang marahan, mungkin juga sudah putus tanpa ucapan.
Vina mulai menggigit bibir bawahnya sesekali. Itu terjadi karena hormonnya teransang ingin bercinta. Ia merasa sangat ingin tiduran. Namun, tidak mungkin itu dia lakukan di kontrakannya Dendi. Dan tidak mungkin pula dia pergi sebelum hp-nya selesai.
“Baterainya lowbat. Maaf, saya charge dulu,” kata Dendi sambil memasang kabel charge pada hp Vina, kemudian dia bergerak cukup cepat seperti yang dua hari lalu dia lakukan.
Dendi tiba-tiba memajukan wajah dan badan atasnya ke arah Vina sambil tangannya lolos ke colokan di belakang punggung si gadis.
Kondisi Vina yang sedang menahan rangsangan seksual, tidak sigap memiringkan tubuhnya seperti waktu lalu, sehingga pipi kanan Dendi menempel di pipi kanan Vina. Aroma harum parfum keduanya saling terhirup.
Mungkin wangi tubuh Vina biasa saja bagi Dendi. Namun tidak bagi Vina. Harum parfum Dendi begitu berbeda karena memberi daya rangsangan yang kuat.
Yang terjadi sebenarnya adalah Dendi telah memasang jebakan untuk Vina. Dendi telah jatuh hati, tepatnya bernafsu melihat kecantikan dan keindahan tubuh Vina.
Dendi telah mengatur satu kondisi seperti saat itu. Dia sengaja membeli minuman bersoda. Di gelas yang berisi es telah dia beri obat perangsang seksual yang tidak berbau dan tidak berwarna ketika larut. Efeknya akan lebih maksimal jika bercampur minuman bersoda.
Sampai poster adegan dewasa itu dia setting yang memang bertujuan untuk memancing gairah Vina. Dia pun membeli parfum mahal untuk mendapatkan aroma yang khas. Dan sepertinya rencana itu berhasil sejauh ini.
Wajah Dendi yang sangat dekat dengan wajah Vina, tiba-tiba bergerak halus mencium leher Vina.
Vina terkejut bukan main, tetapi ada rasa indah yang menyentak dan berdesir di dalam tubuhnya. Ia semakin teransang dengan perasaan yang seolah mulai terbang.
Dan yang terjadi kemudian, Vina tidak begitu menolak ketika Dendi terus mengecupinya, ditambah jemari tangan pemuda itu mulai menyusup ke balik baju dan celana. Vina pun terbawa dengan perasaan yang indah. Dia juga merasa sangat butuh. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
wah kurang ajar si Dendi... terlalu berani dia
2023-11-09
1
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
owalhh nasibe vina
2023-06-18
2
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
jaman sekarang pancen hp iku kebutuhan urgent
2023-06-18
3