Pagi itu, Aziz berjalan dengan tangan menenteng laptop seperti membawa map berisi teks Pancasila saat menjadi petugas upacara.
Laptopnya sedikit bermasalah. Masalah itu harus diatasi demi kelancarannya mengerjakan orderan yang ia dapat tadi malam. Solusi pertama yang terlintas di benaknya adalah Dendi yang mengerti urusan komputer dan laptop. Jika Dendi ternyata tidak bisa, terpaksa dia harus pergi ke tempat service di dekat kantor kecamatan.
Maka, pagi itu dia bergegas pergi ke kontrakan Dendi sebelum karyawan PT Udang Garuda itu berangkat kerja.
Setibanya di depan kontrakan, suasana luar kontrakan tampak sepi. Hanya ada aktivitas seorang anak berseragam sekolah SD sedang pakai sepatu di kontrakan ujung, tiga pintu dari kontrakan Dendi.
Anak perempuan itu segera menutup pintu rumahnya dan pergi ke sekolah secara mandiri. Kedua orangtuanya sedang berada di pelelangan, jadi dia harus mempersiapkan dirinya sendiri untuk pergi sekolah.
Aziz berhenti sejenak di depan pintu kontrakan Dendi yang pintunya tertutup. Namun, Aziz melihat ada sepasang sandal perempuan, bisa dikenali dari modelnya. Yang terbersit di dalam benak Aziz saat itu adalah mungkin Dendi sedang kedatangan saudaranya yang menginap.
Aziz maju ke pintu dan langsung mengetuk.
Tok tok tok!
“Assalamu ‘alaikum!” salam Aziz datar tapi jelas.
“Aaah!” desah satu suara wanita dari dalam kontrakan.
Melebar lingkar mata Aziz mendengar suara ******* yang sangat khas jenisnya.
“Dendi kan masih bujang, kenapa ada ******* perempuan seperti sedang main?” pikir Aziz dengan cepat. Ia pun langsung menyimpulkan, “Dendi bikin mesum!”
Bdak!
Tangan kiri Aziz cepat mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci. Dorongan yang membuka pintu hanya separuh langsung membuat cahaya matahari menyeruak masuk menerangi satu kondisi yang mengejutkan Aziz.
“Astaghfirullah! Vina?!” pekik Aziz terkejut saat melihat Vina yang dalam kondisi bugil, tapi badan bawahnya tertutupi kain bajunya yang sudah copot.
Kain itu terkesan diletakkan hanya untuk menutupi anggota intim Vina. Sementara badan atasnya polos tanpa bra lagi.
Aziz pun melihat Vina bergerak halus dengan mata terpejam dan mendesah lembut dengan bibir terbuka sedikit, seolah dia sedang menikmati percintaan.
Selain itu, Aziz juga memergoki Dendi yang dalam kondisi kelabakan buru-buru mengenakan celana luarnya. Ia pun melihat wajah panik berkeringat Dendi yang tidak berbaju.
Namun, ketika Aziz berucap kaget, Vina yang sedang melayang-layang dalam sensasi yang membuai, jadi terkejut pula dan langsung membuka mata. Dia masih sempat bertemu pandang dengan Aziz. Kondisinya yang berada di bawah pengaruh obat perangsang berdosis tinggi, membuatnya telat menyadari kedatangan tamu.
Aziz cepat berbalik dan berlari kencang.
“Aziz!” teriak Dendi mencoba menahan Aziz, tetapi kondisinya yang belum bercelana dengan sempurna menghalanginya untuk mengejar. Dan ketika dia sudah bercelana dengan sempurna, Aziz sudah jauh.
Buru-buru Dendi mengenakan bajunya.
Sementara Vina terdiam dengan wajah ketakutan melihat kondisinya yang sudah tanpa pakaian dan celana, hanya baju yang menutupi pahanya. Ia memeluk badannya sendiri untuk menutupi dadanya yang terbuka bebas.
Keterkejutan seolah-olah bisa mengusir pengaruh obat perangsang dalam dirinya. Ia pun mencoba memahami dengan cepat apa yang sebenarnya terjadi.
“Bang Dendi!” teriak Vina akhirnya dengan mata yang mulai menangis dan wajah berekspresi marah.
“Maaf, Vin!” ucap Dendi sambil menyambar hp dan sandalnya di balik pintu. Dia lalu lari terbirit-birit ke dalam dan keluar lewat pintu belakang.
“Bang Dendiii! Hiks hiks hiks!” teriak Vina histeris tanpa bisa bergerak berusaha untuk mencegah kaburnya Dendi.
Sementara itu, Aziz yang berlari kencang berhenti di depan sebuah rumah yang di sana ada seorang ibu-ibu berjilbab dan bersarung sedang menjemur pakaian.
“Mak Rawe, cepat tolong Vina di kontrakan Dendi! Saya mau lapor ke rumahnya dulu!” kata Aziz bernada panik dengan napas yang langsung terengah-engah, padahal dia baru berlari kurang dari dua puluh meter. Maklum orang gemuk.
Wanita paruh baya yang bernama Marawe itu terkejut dengan tindakan Aziz. Otaknya loading agak lama untuk mencerna perkataan Aziz.
“Iya, iya,” jawab Marawe tanpa bertanya lagi, meski dia belum mengerti sepenuhnya maksud Aziz.
“Tolong, Mak!” kata Aziz lagi lalu kembali berlari.
Marawe pun menunda pekerjaan menjemur pakaiannya. Ia ingin mengajak orang lain ke kontrakan Haji Suharja Gendara, tetapi tidak dilihatnya ada orang sekitar. Karena dalam kalimat Aziz ada kata “tolong Vina”, wanita bersarung itu berlari kecil menuju ke kontrakan.
“Hiks hiks hiks!”
Setibanya di depan kontrakan, Marawe mendengar suara wanita sedang menangis keras. Tanpa berhenti, Marawe langsung ke pintu kontrakan Dendi yang terbuka separuh. Dia berhenti di sana.
“Astaghfirullah Vina!” ucap Marawe terkejut dan syok melihat Vina yang duduk menangis dengan kondisi masih seperti tadi.
Sementara tidak jauh dari posisi Vina ada tergeletak bra dan celana pendeknya lengkap dengan celana dalaman, juga ada satu celana kolor lelaki. Sepertinya Dendi tadi langsung memakai celana panjangnya tanpa kolor lagi.
Rasa sedih yang begitu dalam membuatnya meratapi nasibnya tanpa buru-buru membenarkan pakaiannya. Bahkan Marawe seketika terserang perasaan lemas melihat kondisi gadis cantik itu.
“Ya Allah, Vina. Kenapa kamu, Nak?” tanya Marawe begitu sedih, karena dia masih bibinya Vina.
“Dendi, Bi,” jawab Vina sembari menangis.
“Di mana anak itu?” tanya Marawe cepat.
“Kabur lewat belakang. Hiks hiks hiks!” jawab Vina lalu tangisnya kian meledak.
“Pakai bajumu, Nak!” suruh Marawe lalu segera pergi ke dalam kontrakan.
Di dalam, Marawe mendapati pintu belakang terbuka dan tidak ada orang di tanah belakang. Hanya satu orang warga yang posisinya cukup jauh sedang beraktivitas di rumahnya. Marawe memutuskan kembali ke ruang depan.
Vina sedang mengenakan bra dan sudah mengenakan celananya, luar dan dalam. Masih dalam kondisi menangis deras. Marawi segera memungut kaos lengan pendek Vina dan membantu mengenakannya.
Setelah Vina berpakaian lengkap, Marawe segera memeluk keponakannya tersebut. Dalam pelukan bibinya itu, Vina semakin menangis meratapi nasibnya.
Mungkin, jika dia melakukannya bersama Rudi, perasaannya tidak akan sedih, karena Rudi adalah kekasihnya, yang jika terjadi “kecelakaan” asmara, mereka berdua siap bertanggung jawab ke pelaminan. Namun ini, Dendi bisa disebut lelaki asing, yang justru kemudian melarikan diri seperti pengecut kelas tongkol.
“Kamu diapakan sama Dendi, Nak?” tanya Marawe sambil ikut menangis. Ia sangat sedih mendapati nasib keponakannya. Setahunya, Vina adalah pacarnya Rudi. Namun ini, Vina justru digarap oleh lelaki lain.
Vina tidak menjawab. Dia terus menangis dalam pelukan Marawe. Kedua wanita beda usia itu saling bertangisan.
“Kalau kamu sampai ditelanjangi seperti ini dan Dendi sudah melepas kolornya, berarti kamu sudah dimasuki. Iya?” tanya Marawe yang berisi kesimpulan.
“Saya … saya belum dimasuki, Bi. Saya belum dimasuki. Saya diperkosa, Bi. Huuu …!” jawab Vina menyangkal.
Mendengar itu, sebenarnya Marawe tidak percaya, karena kenyataannya Dendi dan Vina sudah lepas kolor. Namun, dia tidak mau mendesak keponakannya yang sedang sangat susah hati itu.
“Ayo pulang, Nak,” ajak Marawe. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
sdh jembol blm sih gawangnya... hadeh Dendi cari masalah dia sendiri
2023-11-09
1
𝐋α 𝐒єησяιтα🇵🇸🇮🇩
iya iya kalimat itu mengingatkan abdi pada Opie kumis di tukang ojek Pengkolan😂
2023-05-29
2
🔵🍭ͪ ͩAGENCY²ᵗʰ🍀🐝₆₉
diperkosa dlm keadaan tdk sadar, lah gimana rasa nya vin klo tdk skt artinya segel blm kebuka 🤣🤣🤣
2023-01-23
2