Taman Ikan adalah tempat ternama yang menjadi favorit anak-anak muda pesisir Kalianda untuk menghabiskan waktu sambil memandangi panorama laut yang menyejukkan. Meja-meja berpayung lebar warna-warni banyak tersebar di tanah berpasir pantai. Area itu diperindah oleh banyaknya patung-patung ikan yang warna-warni di sana dan di sini.
Nongkrong di Taman Ikan juga menjadi tempat bagi para remaja dan pemuda adu gengsi, karena mereka dengan bangga menunjukkan tingkat kelas pergaulan mereka, dari kendaraan, gaya berpakaian, hingga jenis makanan dan minuman yang mereka konsumsi di tempat itu.
Panggung lagu-lagu slowrock menjadi musik penghibur bagi telinga dan hati para pengunjung.
Vina Seruni berjalan dari parkiran masuk ke area pantai yang menjadi kuasa Taman Ikan. Selalu dia tampil cantik dengan balutan pakaian warna pink dengan celana putih pendek. Ada tas selempangan menyilang di badannya, membuat tonjolan dada sekalnya begitu menggoda.
Dengan kunci motor masih tersangkut di jari telunjuknya, Vina mengedarkan pandangannya mencari Rudi Handrak, kekasihnya.
Ia dan Rudi sama-sama anak desa nelayan, tetapi mereka tidak datang bersama. Rudi sudah lebih dulu berada di Taman Ikan bersama dua sahabatnya yang bernama Aziz dan Sandro yang bernama asli Candra Petta.
“Vina Sayang!” panggil satu suara lelaki tiba-tiba.
Vina cepat menengok ke sumber panggilan. Dilihatnya Rudi yang duduk di salah satu meja pantai, sedang melambai kepadanya. Rudi bersama dua sahabatnya yang tadi telah disebutkan namanya.
Seperti biasa, Rudi Handrak tampil keren dengan jaket khasnya yang berwarna biru navy. Ia mengenakan pet model copet orang Barat klasik atau topi ala pelukis warna hitam. Itu jenis topi mahal dengan merek ternama.
Sambil tersenyum lebar, Vina balas melambai dan segera mendatangi ketiga pemuda yang dikenalnya akrab.
“Sudah pada habis segelas rupanya,” kata Vina saat melihat tiga gelas yang sudah tinggal menyisakan secenti minuman warna kuning bening di gelas kaca masing-masing.
Vina tahu bahwa itu bukan minuman berenergi, tetapi “bir sesep” yang kepanjangannya adalah “bir sepoi-sepoi”. Itu terbukti dengan adanya tiga botol plastik tanpa merek yang menjadi wadah samaran.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Taman Ikan menyediakan minuman beralkohol, tetapi dalam kemasan botol air mineral. Warnanya kuning bening seperti minuman berenergi. Meski dilarang oleh pihak berwenang dan hukum, tetapi kekuatan uang masih menjadi perisai pamungkas.
Tanpa sungkan, Vina memeluk dan mencium satu pipi Rudi sebagai salam perjumpaan. Namun, kepada Aziz dan Sandro cukup tos tinju.
Vina duduk di kursi yang kosong. Rudi menyodorkan sisa minuman bir sesepnya. Tanpa ragu, Vina meminum seteguk minuman itu, meski dia tahu itu adalah minuman haram.
Bir sesep telah menjadi standar gengsi di kalangan anak muda. Siapa yang minum bir sesep, maka dia akan dipandang sebagai “anak bergaul”. Bagi pemuda yang memandang bir sesep adalah minuman yang haram, maka dia akan dicap “anak rumah” alias anak yang alim. Anak muda “zaman now” justru merasa kurang nyaman jika disebut “anak rumah”.
Namun, tidak perlu khawatir, Taman Ikan membatasi banyaknya bir sesep yang dijual kepada satu orang. Itu dilakukan agar konsumen tidak sampai ke tahap mabuk.
Rudi Handrak sendiri adalah seorang pemuda tampan dengan gaya rambut sedikit gondrong. Sejauh ini, dia adalah seorang pengangguran yang gaya hidup dan jajannya mengandalkan uang dari orangtuanya. Meski demikian, itu tetap membuatnya bangga karena harta orang tuanya tidak akan habis karena dia memilih menganggur.
Adapun sosok Aziz berambut keriting dengan tubuh agak gemuk. Sementara Sandro adalah pemuda yang lebih berotot. Dia seorang pemuda pekerja keras, tetapi sangat akrab dengan Rudi dan Aziz.
“Habis dari sini, kita pergi nonton bola di Rajabasa,” ujar Rudi kepada Vina, merujuk nama stadion yang dimiliki oleh kecamatan daerah itu. “Biar motormu dibawa Aziz.”
“Tapi nanti pulang, saya langsung pulang ke rumah, Rud. Saya ada kerjaan dari kampus,” kata Vina.
“Tak apalah itu. Yang penting gembiranya dapat, seriusnya juga dapat,” kata Sandro yang mengambil alih hak jawab Rudi.
“Cantik sekali sayangku,” puji Rudi seraya tersenyum dan mencubit mesra bibir Vina dengan jarinya, bukan dengan giginya.
Tersipu malulah Vina dipuji seperti itu.
“Pesan sana, biar Rudi yang bayar,” suruh Aziz kepada Vina.
“Tidak usahlah. Biar mesra, saya berbagi gelas saja sama Rudi,” kata Vina, membuat Aziz hanya tertawa.
“Lebih baik cepat lamar Vina, Rud. Biar bisa berbagi sarung pula,” celetuk Sandro.
“Hahaha!” Meledaklah tawa mereka.
Tring ning nong! Tring ning nong!
Mendadak terdengar nada dering panggilan satu hp. Vina segera membuka tasnya dan merogohnya. Sejenak dia lihat nama nomor yang meneleponnya.
“Hallo! Hei, Mal!” sapa Vina dengan wajah sumringah yang tersenyum lebar.
Rudi Handrak hanya diam memandangi pacarnya menelepon. Ia menduga bahwa Jamal yang sedang menelepon pacarnya. Api cemburu tiba-tiba menyeruak di dalam dadanya, sebab beberapa hari yang lalu dia melihat dari jauh Vina berjalan bersama dengan Jamal pulang dari pelelangan.
“Saya dari kemarin mau telepon kamu, tapi nomor kamu enggak aktif terus. Enaknya sih kamu ke rumah saya. Enggak mungkinlah kamu ajarin saya lewat telepon,” kata Vina.
Sejenak gadis itu terdiam mendengarkan kata-kata di dalam hp-nya. Ia lalu bangun berdiri dan agak menjauh dari Rudi dan lainnya.
Tindakan Vina itu membuat Rudi kian tidak nyaman, terlihat dari ketegangan ekspresi wajah dan sorot matanya yang menajam. Aziz memandang kepada Sandro, memberi kode mata tentang gelagat yang ditunjukkan oleh Rudi.
Sebagai sahabat dekat, Rudi selalu curhat kepada Aziz dan Sandro, termasuk rasa cemburunya yang timbul setelah melihat Vina jalan bersama Jamal beberapa hari yang lalu.
“Rud!” panggil Sandro pelan kepada Rudi.
Namun, Rudi tidak mengalihkan pandangannya dari Vina yang tertawa-tawa dengan teleponnya sambil memandang ke lautan. Suara tawa Vina seolah-olah menjadi silet-silet yang sedang menyayati hati Rudi.
“Rudi!” panggil Sandro lagi sedikit lebih keras.
Rudi mengalihkan pandangannya kepada Sandro.
“Jangan cemburu buta, kamu belum tanya Vina tentang Jamal itu, kan?” kata Sandro mengingatkan.
Rudi tidak langsung menjawab. Ekspresi kemarahan sangat tergambar di wajahnya. Ia lalu menuang sisa bir sesep ke gelasnya. Diteguknya minuman itu hingga habis.
“Enggak, enggak akan ada pembunuhan di sini,” kata Rudi kepada Sandro dengan tatapan yang tajam.
Sebagai orang yang sudah sangat hapal dengan watak dan kepribadian Rudi, Aziz dan Sandro hanya lepaskan napas masygul. Itu artinya akan terjadi sesuatu.
“Iyalah, Mal. Biasalah orang cantik. Hahaha!” ucap Vina lalu tertawa lepas. “Jadi deal nih ya? Nanti malam saya tung … akk!”
Tiba-tiba kata-kata bernada riang Vina berubah menjadi pekikan tertahan yang terkejut, karena hp yang dipegangnya tiba-tiba dirampas oleh seseorang.
“Rudi, apa yang kamu buat?!” teriak Vina marah bukan main. Dia sangat tidak suka terhadap perbuatan Rudi yang tiba-tiba datang merampas hp-nya, padahal dia sedang menelepon.
Pekikan Vina yang kencang itu seketika menarik perhatian para pengunjung yang lain.
“Cewek murahan kamu, Vina!” maki Rudi dengan sepasang mata yang merah menyeramkan. Ketampanannya seketika seolah-olah berubah menjadi wajah vampir yang sedang murka.
Terkesiap Vina mendapat sebutan “cewek murahan”, apalagi di depan publik seperti itu. Seketika hatinya tersakiti dan ingin menangis.
Tiba-tiba Rudi melempar jauh hp di tangannya ke arah laut.
“Rudi!” teriak Vina yang lebih cenderung kepada bentakan marah.
Dengan jelas gadis itu melihat hp-nya masuk ke air laut.
“Beberapa hari yang lalu, saya lihat kamu jalan berdua dengan Jamal. Saya cemburu, tapi saya masih berbaik sangka. Sekarang, kamu ketawa-ketawa teleponan sama Jamal di depan mata saya. Kamu pikir saya pacar batu yang tidak bisa marah kamu perlakukan seperti ini, hah?!”
Rudi langsung melampiaskan latar belakang kemarahannya.
Ternyata, kemarahan dan tindakan Rudi itu justru menyulut kemarahan Vina pula.
“Aaa!” jerit Vina campur tangisan, sambil tiba-tiba dia mendorong keras dada Rudi.
Rudi terdorong dan jatuh terduduk dia pasir pantai yang kering.
“Saya dan Jamal enggak ada hubungan cinta apa-apa. Saya hanya minta diajarkan tugas kuliah. Dasar lelaki kanker! Di hp saya itu ada data tugas-tugas penting saya, tapi kamu malah buang ke laut! Lelaki otak arang kamu, Rudi!” semprot Vina dengan penuh emosi kepada Rudi yang sejenak duduk terdiam mendengarkan amarah dan makian Vina.
Perasaan Rudi seperti dilempar granat mendengar disebut “lelaki kanker” dan “lelaki otak arang”. Sebutan lelaki kanker sering Vina tujukan untuk mengejek orang yang kerjanya hanya bergantung kepada orang lain. Namun hari ini, ejekan itu Vina tempelkan ke jidat Rudi.
“Cewek murahah ikan *****!” maki Rudi sambil buru-buru bangun dan hendak menyerang Vina.
“Aaa!” jerit Vina sambil agak membungkuk dan mamasang kedua tangannya untuk melindungi wajah dan kepalanya, karena Rudi bergerak hendak menonjoknya.
“Jangan, Rudi!” bentak Azis yang ternyata cepat menghadang pergerakan sahabatnya yang sudah gelap mata.
“Bukan laki-laki namanya kalau memukul perempuan!” bentak Sandro pula sambil menarik Rudi agar jauh dari Vina.
“Hiks hiks hiks ...!”
Terdengar Vina menangis.
Para pengunjung yang lain segera berdatangan untuk mengamankan situasi. Dua orang pihak keamanan Taman Ikan juga mendatangi Rudi dan memarahinya atas tindakan buruknya.
“Saya enggak sudi punya pacar lelaki otak arang! Huuu …!” teriak Vina histeris.
Sambil menangis, Vina pergi ke tepian ombak pantai untuk mengambil hp-nya. Setelah menemukan hp-nya di dalam air asin, Vina memungutnya kemudian berlari pergi menuju ke area parkiran.
Rudi hanya diam dimarahi oleh sahabatnya sendiri dan keaamanan yang berbadan besar-besar.
Itulah pertengkaran yang menjadi awal keretakan hubungan asmara antara Rudi Handrak dan Vina Seruni tiga tahun yang lalu. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
jadi ini kisah Rudi dan Vina 3 tahun lalu toh
2024-04-30
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
ringtone e unik Om, plus ngagetin
2024-04-30
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ●ιиɑ͜͡✦Amita Sahara ⍣⃝కꫝ
berbagi gelas atau biar irit Vin
2024-04-30
0