120312

Addara menggeliat dengan mata yang secara perlahan mulai terbuka, melihat keluar melalui celah tirai yang menutupi jendela di kamar itu, ternyata di luar sudah terang.

Dia secara perlahan mendudukkan dirinya sambil kembali merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku, setelah dirasa cukup peregangannya, dia pun mulai turun dari ranjang.

Merapikan tempat tidur terlebih dahulu, semalam dia memang tidur sendiri. Sementara Calvin tidur di sofa yang ada di depan televisi, dia tidak menyuruh ataupun melarang Calvin tidur di sana, itu murni keinginan pemuda itu.

Di sini lain, dia juga memang butuh waktu untuk menerima seratus persen pernikahan mereka itu, dia pun yakin, jika pemuda itu juga pasti merasakan hal yang sama.

Tidak mudah memang, dua orang yang tidak saling mengenal sebelumnya, tiba-tiba harus hidup bersama, bahkan ketika kita menyukai seseorang pun, tentu kita harus kenal terlebih dulu dengan orang yang kita sukai itu.

Begitupun dengan Calvin dan Addara, mereka sama-sama membutuhkan waktu untuk perkenalan lebih jauh, meskipun Addara tidak pernah tahu, jika sebenarnya pemuda yang berstatus suaminya itu, sebenarnya sudah mengenalnya.

Wanita berusia 27 tahun itu, keluar dari kamar dengan keadan yang sudah segar. Niatnya untuk membangunkan Calvin urung, karena ternyata pemuda itu sudah tidak ada di sofa.

Bahkan selimut yang semalam pemuda itu pakai untuk menghalau dinginnya udara malam, sudah terlipat rapi di atas bantal.

"Dia sudah bangun?" tanyanya pada diri sendiri.

Dia melihat ke arah dapur, siapa tahu orang yang dicarinya berada di sana, tapi dapur terlihat kosong, hanya ada kesunyian di apartement itu.

Benaknya bertanya-tanya akan keberadaan suaminya yang entah ke mana, hingga tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.

Namun, pertanyaan itu tidak bertahan lama ketika orang yang dicarinya, baru saja memasuki apartement dengan dua bungkus plastik di tangannya.

"Kamu habis dari mana?" tanyanya menatap Calvin yang baru saja melepaskan headset.

Dia juga dapat melihat rambut hitam pemuda itu yang terlihat sedikit basah, juga buliran keringat di keningnya.

"Aku habis joging di lapangan dekat apartement ini," sahut Calvin.

"Oh, aku kira tadi kamu belum bangun," ucap Addara dengan seutas senyum yang hadir di bibirnya.

"Ini sarapan untuk kita. Tadi aku membelinya, makanlah lebih dulu," sahutnya, sambil menyimpan bungkusan itu di meja yang berada di dekat sofa.

Setelah meletakan apa yang dibawanya, Calvin melenggang pergi memasuki kamar, tidak lupa juga dia membawa serta bantal dan selimut yang dia pakai tidur semalam, sementara Addara membuka apa yang Calvin bawa itu.

Ternyata itu adalah dua porsi bubur ayam yang dikemas dalam sebuah wadah plastik, Addara meninggalkan sejenak bubur itu dan pergi ke dapur.

Dia mengambil air minum untuknya dan untuk Calvin, dia tidak tahu apa yang pemuda itu sukai ketika sarapan, meskipun di sana ada satu set alat pembuat kopi, tapi dia tidak tahu cara menggunakannya.

Jika dipikir-pikir, meskipun dapur itu tidak terlalu luas bahkan tempat yang minimalis, tapi peralatan di sana tampak lengkap, bahkan alat untuk membuat kopi secara khusus pun ada.

Addara jadi berpikir, apa apartement ini sebelumya di tempati tidak hanya oleh Calvin saja, hingga perlatan dapur di sana sangat lengkap, tidak seperti dapur seorang pemuda lajang yang merupakan seorang mahasiswa.

Tidak ingin terlalu ambil pusing dengan apa yang ada di sana, Addara pun mulai melanjutkan niatnya, yaitu membawa air putih ke sofa.

"Maaf, karena aku tidak tau apa yang biasa kamu minum di pagi hari, jadi aku hanya mengambil air putih saja," ucap Addara ketika Calvin menyusulnya duduk di sofa.

"Tidak apa-apa, tapi biasanya saya suka minum kopi saat pagi," sahut Calvin sambil mengambil satu wadah bubur dari atas meja.

"Kalau gitu, sekarang aku buatkan kopi dulu," ucap Addara yang akan bangkit dari duduknya.

"Tidak perlu, di sini tidak ada kopi instan, saya tidak terlalu suka kopi instan. Saya sukanya, kopi yang diracik khusus."

Addara yang semula akan bangkit, kembali duduk di tempatnya, dia mengangguk paham maksud Calvin.

"Tapi, aku tidak bisa meracik kopi," ucap Addara dengan nada pelan.

"Tidak apa-apa, sekarang mulailah sarapannya," sahut Calvin.

Addara kembali mengangguk dan bergerak mengambil makanannya, lalu mulai menyuapkannya sedikit demi sedikit ke mulutnya.

Dia sesekali melirik, ke arah Calvin yang juga tengah serius memakan makanannya itu, wajah pria itu tampak tenang.

Tidak ada ekspresi dari pemuda itu, ketika suapan demi suapan masuk ke dalam mulutnya, entah dia menikmati atau tidak makanan yang masuk itu, ekspresinya datar-datar saja.

"Kamu mau ke kampus?" tanya Addara memulai percakapannya karena merasa cukup lama mereka dalam keheningan.

Dia juga melihat penampilan Calvin yang sudah rapi, dengan hoodie berwarna coklat susu yang melekat di tubuhnya, di padukan dengan celana jeans hitam yang tidak terlalu ketat, tapi pas membalut kaki jangkungnya, juga tas punggung yang disimpan di sampingnya.

Melihat penampilannya itu, sebenarnya dia sudah bisa menebak, jika pria itu pasti saat ini akan pergi kuliah.

"Iya." Angguk Calvin melihatnya sekilas.

Addara kembali merespon dengan anggukan samar, lalu melanjutkan makannya, dia bingung harus mencairkan suasana seperti apa, karena dia bukan tipe orang yang pandai mencairkan suasana. Apalagi Calvin yang bicara sedikit kaku, membuat dia merasa canggung bercengkrama.

Akhirnya mereka menyelesaikan acara sarapan mereka dengan diselimuti keheningan yang cukup membuat canggung itu.

Tak lama kemudian, sarapan mereka pun selesai, Calvin mengambil sampah bekas buburnya juga gelas yang telah kosong itu ke dapur.

Addara hanya diam, memperhatikan pemuda itu mencuci gelas bekasnya juga membuang bekas makanannya ke tempat sampah yang ada di dapur.

Melihat gerak-gerak pemuda itu, membuat dia merasa sedikit kagum dengan hal-hal sederhana yang pemuda itu lakukan, karena jarang ada pemuda yang seperti itu.

Mau melakukan hal-hal sederhana, seolah dia sudah terbiasa dengan hal itu. Bahkan dirinya yang seorang wanita pun, terkadang suka malas-malasan.

"Saya mau berangkat dulu," ucap Calvin ketika berjalan ke arah sofa.

Laki-laki berusia 20 tahun itu, mengambil tas yang berada di sofa dan berdiri dengan tegak, menatap Addara yang juga menatapnya dengan posisinya yang belum berubah, yaitu tetap duduk.

"Kalau mau pergi, Mbak bisa membawa mobil, kuncinya ada di nakas samping tempat tidur," ucapnya.

"Terus kamu ke kampus pakai apa? Kalau gak bawa mobil?" tanya Addara dengan heran.

"Saya akan bawa motor, saya lebih terbiasa bawa motor kalau ke kampus," sahut Calvin.

"Baiklah kalau gitu." Angguk Addara.

Calvin masih belum pergi dari sana, padahal Addara kira dia telah selesai berbicara dengannya.

"Apa ada hal lain lagi?"

Calvin hanya mengangguk mendapat pertanyaan dari Addara itu, pemuda itu kemudian mengambil sesuatu di dompetnya dan memberikannya pada Addara.

"Ini simpanlah untuk keperluan, Mbak."

Addara melihat sebuah kartu di tangan Calvin dengan ragu.

"Mungkin uang di dalamnya tidak terlalu banyak, tapi pasti cukup untuk keperluan, Mbak."

Melihat raut tak suka di wajah Calvin, Addara segera menggeleng. Dia tidak bermaksud merendahkan apa yang Calvin kasih, hanya saja dia tidak enak hati jika mengambil itu, karena dia sendiri tahu kebutuhan seorang mahasiswa itu cukup banyak.

Dia bisa membiayai hidupnya sendiri, karena dia pun sudah bekerja dan gajinya cukup untuk kebutuhan dirinya setiap bulannya, bahkan terkadang lebih.

"Bukan seperti itu, kebutuhan kamu untuk sekolah lebih banyak dibanding aku, kamu simpan saja itu untuk keperluan kamu," sahut Addara berusaha meluruskan.

"Saya punya kartu lain, Mbak tenang saja, uang itu bukan dari orang-tua saya, tapi itu uang dari hasil kerja saya sendiri."

Tanpa menunggu jawaban dari Addara lagi, Calvin menyimpan kartu itu ke tangan Addara dan berlalu mengambil helm yang ada di samping televisi.

"Oh iya, sandi apartement ini 120312. Sandi kartu itu pun sama," sambung Calvin sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu apartement itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!