Jenni keluar dari kamar menggenakan baju kaos Daniel juga celana pendek Daniel. Melihat itu Monca tak sedikitpun cemburu, justru wanita itu berharap Daniel jatuh cinta pada Jenni. Setelah memasak, Jenni memanggil kedua majikannya. Sementara dia ke kamar menerima panggilan telepon.
"Iya, Kak. Aku di apartemen Tuan Daniel," jelas Jenni pada pria diseberang telepon yang tak lain adalah Aaron.
Aaron memang play boy, tapi dia tak romantis seperti pria play boy pada umumnya. Bila dia jatuh cinta pada seseorang, maka dia akan mengajaknya berpacaran tanpa ada yang namanya pedekate. Sementara di Jenni, dia begitu yakin, wanita yang dibawa pulang oleh Daniel itu adalah wanita baik-baik. Bagaimana tidak, Daniel bukan lah pria sembarang pria yang mau membawa orang lain ke apartemennya.
Panggilan tiba-tiba terputus, entah masalah jaringan atau Aaron yang memutuskan secara sepihak. Selang tiga menit, seseorang menelepon, Jenni bingung, dia tak tahu harus menjawabnya atau membiarkannya begitu saja.
"Mama?" gumam Jenni bertanya tanya. Dia semakin bingung. Panggilan terputus, tak berapa lama satu pesan masuk di ponsel Aaron, Jenni segera mengintip.
"Angkat sayang, ini dengan Mama. Mama tahu ponsel Aaron ada padamu."
Jleb!! Jenni menelan sedikit luda yang tercekat di tenggorokan nya. Bahkan saat ini dia merasa haus dan harus minum. Membawa ponsel ke dapur, Jenni segera mengambil air lalu meneguknya dalam sekali tandas.
Monca dan Daniel yang masih di dapur pun menatap heran Jenni. "Sepertinya pelayan yang kamu bawa itu tidak waras!" lirih Monca hampir tak terdengar. Ini pertama kalinya dia mengajak Daniel berbicara.
Daniel sangat senang, dia harus berterima kasih pada Jenni setelah makan nanti. "Iya, aku rasa juga begitu!"
Monca mulai sadar, dia segera mempercepat aktivitas makannya lalu ke kamar. Sementara Daniel masih memantau Jenni yang masih di dapur.
Gugup, membuat Jenni lupa akan keberadaan Daniel. Ponsel Aaron kembali berdering, Jenni mengatur napas panjang sebelum menjawabnya.
"Hai, Sayang. Mama dengar Aaron melamarmu. Apa benar begitu?" tanya wanita diseberang telepon.
Jenni menolah mendapati Daniel mengangguk padanya. "Jawab iya," bisik Daniel pelan.
"I-iya, Tante." Jenni menjawab dengan gugup.
Terdengar wanita diseberang telepon bersorak girang. Bukan hanya wanita itu, ada juga suara pria yang bersorak. "Kamu dimana sekarang? Besok Mama jemput ya."
Jenni kembali menatap Daniel. "Di rumah Kak Daniel," Daniel berbisik.
"Aku tinggal di rumah Tuan Daniel," jawab Jenni dengan jujur.
"Tuan?"
Jenni menggigit bagian bawah bibirnya, dia yakin, orang tua Aaron pasti tak sudi memiliki menantu yang hanya seorang pelayan walau kenyataannya dia anak orang kaya.
"Kamu bekerja sebagai pelayan di apartemen Daniel?" tanya Mama Aaron lagi.
"I-iya, Tante," jawab Jenni pelan.
"Wah ..., itu artinya kamu pandai memasak. Mama suka!" sorak Mama Aora.
Jenni menatap Daniel yang tersenyum padanya. Jenni tak menyangka, Tuhan mempertemukan dia dengan orang-orang baik. Sekalipun Jenni tidak tahu apa pekerjaan Daniel, tapi Jenni yakin, Boss Daniel bukanlah pria sembarang pria. Lihatlah, pakaian yang dia beli untuk Monca adalah pakaian yang bermerek. Begitu juga dengan pakaian yang digunakan Daniel saat keluar rumah. Baju kaos yang dia kenakan saat ini juga masuk dalam kategori pakaian bermerek yang harganya lumayan.
"Sayang, bersiaplah. Mama dan Papa akan datang menjemputmu!" titah Mama Aaron.
Sekali lagi Daniel memberi aba-aba pada Jenni. Mengangguk, pria itu meminta Jenni untuk mengiyakan ajakan calon mertuanya. Lagi-lagi Jenni menurut. Jenni ke kamar dan dia bingung mengenakan pakaian yang mana. Merasa semua pakaian yang ada di dalam lemari adalah pakaian yang pantas digunakan saat ke acara, Jenni jadi malas berdandan.
Monca yang tanpa sengaja mendengar perbincangan Jenni dan orang tua Aaron, wanita itu ke walk in closet menatap satu persatu pakaian miliknya yang belum dia kenakan walau hanya sekali. Dia yakin, Jenni membutuhkan pakaian. Wanita itu memilih salah satu pakaiannya yang berjejer di walk in closet kemudian menemui Jenni di kamarnya.
"Sepertinya ini cocok untuk kamu. Coba kamu kenakan ini, aku ingin melihatnya." Monca meletakkan pakaian yang dia bawa di atas ranjang.
"Nyonya, apa tidak apa-apa aku mengenakan pakaian milik Nyonya?" tanya Jenni menunduk.
Monca menarik senyum. "Tidak apa-apa. Aku senang kamu ada di sini, aku bisa berbagi cerita denganmu. Aku jarang di apartemen karena aku tidak punya teman cerita," ungkap Monca.
Monca, wanita itu memiliki cerita yang tak seorang pun dari keluarganya ada yang tahu. Hanya Monca sendiri yang tahu bagaimana dia menjalani hidup ini. Dia juga memiliki alasan yang pasti setiap kali ke luar kota. Bukan sekedar bertemu kekasihnya yang berada di kota yang berbeda dengannya.
Jenni merasa terharu hingga dia meneteskan air mata. Segera dia menyekanya. "Nyonya, aku bersiap-siap dulu," ujarnya menarik senyum.
Monca merebahkan diri di atas ranjang Jenni, dia tak merasa jijik tidur di tempat tidur yang ditiduri oleh seorang pelayan. Mengantuk, membuatnya terlelap. Saat Jenni keluar, dia mendapati majikannya sudah terlelap. Jenni tak ingin membangunkan sang majikan, dengan pelan dia mulai berdandan. Selesai, dia menemui Daniel.
"Tuan, Nyonya tidur di kamarku!" beritahu Jenni.
Daniel mengerutkan kening, dia tak menyangka Monca akan tidur di kamar Jenni. "Ya sudah." Daniel kemudian ke kamar Jenni.
Jenni keluar dari apartemen saat Mama Aora menghubunginya. Mereka bertemu di parkiran. Melihat orang tua Aaron, Jenni gugup dan gemetar. Beruntung ada Aaron yang tersenyum padanya.
"Jangan takut, Mama dan Papa orang baik," bisik Aaron.
Demi apa, Jenni begitu bahagia. Besar harapannya apa yang saat ini berlaku bukanlah mimpi semata. Dia berharap ini kenyataan, kenyataan tentang dia yang tiba-tiba dilamar nikah. Kenyataan tentang dia mendapatkan calon mertua yang baik padanya. Kenyataan tentang dia yang hanya seorang pelayan, namun diterima sebagai menantu di keluarga yang terpandang.
Jenni masuk ke dalam mobil, duduk di samping Mama Aora membuat jantung Jenni berdetak tak menentu. Bukan hanya Mama Aora yang penasaran kehidupan seperti apa yang dijalani Jenni, Aaron pun sama. Sekalipun begitu, Aaron akan menerima kekurangan Jenni, dan dia akan menjadi pelengkap dari kekurangan itu. Dia yakin, dibalik kekurangan, ada kelebihan yang orang lain tak miliki.
"Kamu masih sekolah?" tanya Mama Aora, pasalnya wajah imut Jenni membuat Mama Aora berpikir wanita yang duduk di sampingnya itu masih berstatus siswa.
"Sudah lulus, Tante," jawab Jenni dengan sopan.
"Orang tuanya pasti tidak mampu membiayainya kuliah," batin Mama Aora. Tanpa wanita ketahui, orang tua Jenni termasuk salah satu orang terkaya di kota ini. Namun karena terlahir sebagai wanita, dia dibenci oleh sang Ayah. Bahkan saat Jenni kabur, mereka tidak mencarinya.
Tak ada yang tahu bahwa Jenni adalah putri dari pria kaya raya. Bahkan teman sekolah Jenni juga sembilan puluh sembilan persen tidak tahu lantaran melihat penampilan Jenni yang cupu. Karena terlahir sebagai wanita, Jenni diberi uang saku dalam jumlah yang sedikit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments