Episode 2

Daniel Barram, dia tidak bekerja pada orang lain, tapi dia memperkerjakan orang lain. Daniel memiliki dua apotek yang dalam sehari pemasukannya bisa mencapai puluhan juta bahkan sampai belasan juta. Selain itu, Daniel juga merupakan pemilik Levius yang tak lain adalah Toko besar yang menjual alat kesehatan. Kesibukannya hanya menyediakan stok obat dan alat kesehatan. Selebihnya dia gunakan untuk liburan.

Jenni gemetar hebat. Bagaimana mungkin dia yang kabur dari sarang harimau kembali dipertemukan dengan harimau baru. Bahkan yang baru lebih sadis dari yang lama. Jenni terus diam, dia takut dibunuh. Jujur, matanya mulai sulit diajak bekerja sama tapi karena masih ingin hidup, Jenni terus terjaga.

"Kenapa kamu belum tidur?" tanya Daniel yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"A-aku masih ingin hidup," jawab Jenni. Ditanya kenapa belum tidur tapi jawabannya malah masih ingin hidup. Daniel hampir saja tertawa tapi dia mencoba menahannya.

"Jika kau masih ingin hidup maka tidurlah!" ancam Daniel tanpa ekspresi.

Pura-pura tidur, Jenni selalu berdoa dalam hatinya agar pria yang bernama Daniel itu tidak mendekat. Jleb!! Jenni menelan saliva nya saat mendengar langkah kaki mendekat. Semakin mendekat, Jenni semakin merinding.

"Kak Daniel ..., aku masih mau hidup ...." seru Jenni dengan mata tertutup. Hening, wanita itu membuka pelan sebelah matanya.

"Hehehe, maaf." lirih Jenni terkekeh canggung. Nyatanya Daniel mengambil bantal, bukan untuk membunuhnya. Bagai anak ayam, Jenni kembali berbaring di ranjang, meringkuk memeluk lututnya, kemudian memejamkan mata.

Melihat Jenni meringkuk, Daniel mengernyit, dia merasa ada yang salah dengan Jenni. Gaya tidur seperti itu biasanya dilakukan oleh orang-orang yang dirundung masalah. Daniel yakin, Jenni sedang tidak baik-baik saja. Kembali mengingat kontrakan kumuh Jenni, Daniel semakin yakin, gadis kecil itu kabur dari rumah.

"Hei, bangun!" tita Daniel. Lebih baik memintanya bangun. daripada membiarkannya tidur dalam ketakutan.

Jenni menelan sedikit luda yang tercekat di tenggorokannya. Membuka mata, ia mendapati Daniel menatapnya. Menarik diri hingga duduk, Jenni menunduk takut.

"Jika kau ingin hidup, maka katakan padaku kenapa kamu bisa berada di kontrakan kumuh itu?" tanya Daniel melipat tangan di dada. Mengancam adalah senjata terampuh untuk membuat Jenni jujur.

Menunduk, Jenni tak berani menatap manik mata Daniel. "A-aku kabur dari rumah," lirih Jenni memainkan tangannya.

Jleb!! Daniel membulatkan mata tak percaya. Gadis kecil yang sepertinya baru lulus SMA itu berani main kabur kaburan. Pikir Daniel. Sepertinya ada yang salah atau ada yang tidak beres. Mana mungkin anak sekecil Jenni kabur dari rumah. Pikir Daniel lagi.

Daniel baru menyadari keanehan pada betis Jenni, penasaran, pria itu menyibak celana Jenni hingga lutut. Ada bekas cambuk di sana. "Siapa yang melakukan ini?" tanya Daniel lagi. Dia paling tidak suka melihat wanita diperlakukan tidak adil.

Jenni ragu menjawab, namun ancaman Daniel membuat Jenni harus membuka mulut. "A-ayah ku," Lirihnya hampir tak terdengar.

Jleb!! Daniel yang tak memiliki hubungan keluarga dengan Jenni ikut tersulut emosi mendengarnya. "Lalu apa rencanamu?" tanya Daniel.

Jenni merasa lebih baik dia menjawab soal ujian. Pasalnya berada di ruangan yang sama dengan pembunuh membuatnya sulit bernapas. Walau takut, Jenni tetap mengatakan rencananya, yaitu mencari pekerjaan, apapun itu, asalkan bisa menghasilkan uang.

"Kamu bisa bekerja di sini, tugasmu melayani kebutuhan istriku dan juga aku. Oh ya, aku lupa memberitahumu. Aku sudah menikah dan istriku wekarang sedang di luar kota. Kemungkinan besar besok dia tiba jadi aku minta sama kamu untuk menyiapkan makanan untuknya. Kamu bisa memasak kan?" tanya Daniel memastikan. Dia memberi perintah seakan akan Jenni setuju bekerja di apartemennya.

Entah Jenni harus bersorak girang karena menemukan pekerjaan dan tempat tinggal yang layak atau menangis karena akan tinggal di rumah yang sama dengan seorang pembunuh.

"Hei, kamu bisa memasak tidak?" Daniel mengulang pertanyaannya.

"I-iya bisa," jawab Jenni pelan.

Pagi yang cerah, Jenni memulai hidup baru di apartemen Daniel. Pria yang setahu Jenni adalah seorang pembunuh yang telah beristri. Memasak untuk Daniel, Jenni melakukannya dengan bersungguh sungguh.

Di kamar Daniel, pria itu mencium aroma harum dari arah dapur, segera dia menarik diri hingga duduk. Tanpa mengenakan baju terlebih dahulu, Daniel keluar kamar hanya mengenakan celana pendek saja. Dia tahu ada Jenni dan dia tidak perduli akan hal itu.

"Besar sekali!" batin Jenni saat mata sucinya tanpa sengaja melihat area burung gagak sang majikan.

"Sudah bisa dimakan?" tanya Daniel mengambil tempat di kursi. Dia melipat kedua tangannya di atas meja dengan pandangan yang tak lepas dari Jenni.

"Sudah, Tuan," jawab Jenni. Dia mengubah panggilan Daniel darinya, dari Kakak menjadi Tuan.

Daniel tersenyum tanpa sepengetahuan Jenni. Segera pria itu menikmati hidangan pagi yang diolah oleh tangan Jenni yang cekatan dalam bekerja. Enak, satu kata untuk hidangan pagi.

Benar kata Daniel, hari ini istrinya akan kembali dari luar Kota. Lihatlah, pintu apartemen tiba-tiba terbuka, wanita seksi berjalan masuk ke dalam. Langkahnya terhenti saat mencium aroma harum dari arah dapur, segera dia menyeret langkahnya ke dapur.

"Kamu pelayan baru?" tanya Monca tanpa basa basi.

"Iya, Nyonya." Jenni menjawab dengan pelan.

"Siapkan air hangat untukku!" titah Monca berlalu ke kamar.

Monca terpaksa menerima permintaan orang tuanya untuk menikah dengan Daniel yang notabennya sudah sejak dulu jatuh cinta padanya. Karena cintanya untuk pria lain, maka tubuhnya pun juga untuk pria yang dicintainya. Monca tidur seranjang dengan Daniel, namun tak mengizinkan Daniel untuk menyentuhnya. Tapi apakah Monca masih virgin? Entahlah, hanya Monca sendiri yang tahu dia masih virgin atau sudah gol.

Jenni menatap Daniel yang terdiam. Dia yakin, hubungan suami istri itu dalam masa renggang. Jenni segera menyusul Monca ke kamar. Menyiapkan air hangat, kemudian pamit keluar. Belum juga keluar dari pintu kamar, Monca kembali memanggil Jenni.

"Buka lemari itu!" Monca menunjuk satu lemari dua pintu. "Kamu keluarkan semua pakaian yang ada di dalamnya. Terserah kamu mau ambil untuk kamu atau mau kamu buang!" titah Monca sebelum ke kamar mandi.

Jenni segera membuka lemari pakaian yang ditunjuk Monca. Matanya membulat saat melihat pakaian mahal yang masih ada labelnya diminta untuk dibuang.

"Tidak kamu buang?" tanya Daniel yang kebetulan berpapasan dengan Jenni.

"Tidak, Tuan. Aku tidak punya pakaian formal jadi buat aku saja. Kebetulan ada acara reuni yang nantinya akan aku hadiri. Aku tidak perlu membeli pakaian lagi," jawab Jenni senang. Cara bicaranya juga tak seperti semalam, sekarang dia sudah tidak takut lagi pada Daniel. Daniel memang pembunuh tapi dia tidak memukul Jenni. Ayahnya bukan pembunuh tapi tiap hari memukul Jenni. Maka pria yang harus Jenni takuti adalah Ayah nya, bukan Tuan nya.

Daniel hanya mengangguk. Pria itu berlalu ke kamar, begitu juga dengan Jenni yang ke kamarnya. Dia meletakkan pakaian bagus itu di atas tempat tidur, kemudian kembali ke kamar Monca. Di kamar dia melihat Daniel berolahraga. Badannya yang berotot membuat Jenni menelan luda.

"Ingat Jenni ..., dia itu suami orang! Dia juga pembunuh! Jadi jangan terpesona padanya!" Jenni membatin dengan penuh semangat.

Terpopuler

Comments

Tri Janatun

Tri Janatun

hati2 jenni....

2024-07-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!