Hujan turun pagi ini kediaman Lawrence. Seperti biasa, Ishana selalu datang untuk membantuku mandi. Namun ada aneh pagi ini, kenapa Ishana tidak menyiapkan sarapan untukku? Apakah Ishana lupa? Sepertinya hal itu tidak mungkin.
"Ishana, dimana sarapanku?" Tanyaku kebingungan.
"Pagi ini nona akan sarapan bersama Tuan Besar, karena itu saya tidak menyiapkan makanan pagi ini." Jawab Ishana sambil merapikan rambutku.
Makan bersama kakek? Kenapa tiba-tiba? Apakah aku benar benar berhasil mendapatkan hati kakek? Ini jauh lebih mudah dari yang aku kira atau mungkin terlalu cepat.
"Nona ayo kita pergi" Ajak Ishana sambil menggandengku.
"Baik Ishana." Jawabku semangat.
Sepanjang jalan kudapati para pelayan yang tersenyum ramah padaku. Perlakuan itu jauh berbeda dibandingkan di kehidupanku dulu. Di Kehidupanku yang dulu para pelayan selalu merendahkanku, bahkan saat aku membantu mempertahankan keluarga mereka masih menatapku sinis.
"Nona silahkan masuk, Tuan Besar sudah menunggu di dalam." Ucap seorang pelayan yang berjaga di depan pintu.
"Baik, terima kasih." Jawabku yang dibalas senyuman oleh pelayan itu.
Didalam kudapati begitu banyak makanan diatas meja yang aromanya begitu harum. Melihat jumlah makanan yang ada seperti terlalu banyak jika hanya untuk dua orang saja.
"Aurel kemari, duduklah disebelah kakek." Ucap kakek sambil menunjuk kursi disisinya.
Aku mengangguk dan berjalan menuju kursi disisi kakek. Berbagai macam jenis makanan ada dihadapanku. Mulai dari makanan pembuka, makanan utama, dan makanan penutup. Semua makanan tersebut terdiri lebih dari satu jenis.
"Kakek bukankah ini terlalu banyak?" Tanyaku karena merasa tidak enak hati.
"Tidak cucuku ini perlu banyak makan agar cepat besar." Jawab kakek tersenyum.
Ini adalah pertama kalinya aku mendapatkan senyuman dari kakek, bahkan pertama kalinya aku melihat kakek tersenyum. Kedepannya aku pasti dapat lebih dekat dengan kakek. Sambil menyantap makanan yang ada di meja. Pikiranku mulai terbang, memikirkan apa yang selanjutnya perlu aku lakukan. Setelah mendapatkan perhatian ayah dan kakek, kini aku perlu membangkitkan kekuatan ku.
"Kakek apakah saya boleh meminta ijin untuk sesuatu?" Tanyaku ragu-ragu.
"Iya ada apa Aurel?" Jawab kakek penasaran.
"Apakah saya boleh masuk ke dalam perpustakaan utama?" Tanyaku penasaran.
"Boleh, silahkan. Kakek akan menugaskan kepala pengawas perpustakaan untuk mengizinkan Aurel masuk ke perpustakaan utama kapanpun itu." Jawab kakek sambil menopangkan dagunya.
"Terima kasih kakek." Jawabku begitu semangat.
Beberapa waktu berlalu, tak terasa waktu sarapan bersama kakek telah selesai. Aku segera menuju ke perpustakaan utama untuk mencari buku mengenai aurora. Ada sebuah buku tentang aurora yang dapat membantuku. Pada kehidupanku yang lalu, buku itu yang membantuku mengetahui bahwa aku memiliki aurora.
"Okay.. Ketemu." Ucapku senang setelah menemukan buku coklat kusam dengan 425 halaman di dalamnya.
Tanpa membuang-buang waktu, ku mulai mempelajari hal-hal dalam buku tersebut. Ada 4 macam aurora di dunia ini yaitu api, air, tanah, angin, cahaya, dan kegelapan. Sedangkan elemen yang aku miliki adalah cahaya.
.
.
.
.
"Tuan, sepertinya nona Aurel adalah anak yang pintar." Ucap pria dengan rambut merah dan mata biru.
"Kenapa kau berpikir hal itu Roland?" Tanyaku sambil memandangi kediaman Lawrence dari balkon ruang kerjaku.
"Seorang gadis berusia 7 tahun tertarik dengan perpustakaan, bukankah itu hal yang langkah tuan?" Ucapnya meyakinkanku.
"Ku harap dia memenuhi ekspektasiku." Balasku sambil berjalan menuju ke meja kerjaku.
Kubuka amplop merah muda yang ada di atas meja kerjaku. Amplop yang selalu membuatku senang dua hari ini. Surat itu adalah peninggalan istriku yang ditemukan oleh Aurel tempo hari. Aurel akan selalu memberiku satu surat itu setiap hari. Gadis itu terlihat begitu manis saat akan memberikan amplop tersebut padaku.
Semangat yang selalu dia tunjukan, serta wajah ceria seakan memberikan warna baru dalam hariku. Kenapa aku begitu bodoh sampai tidak menyadari bahwa memiliki cucu selucu itu? Mulai sekarang aku akan menghabiskan waktu lebih banyak bersama Aurel.
"Tuan, berdasarkan informasi yang saya dapat Tuan Louis telah menghabiskan waktu bersama nona Aurel kemarin sore. Selain itu nona juga menghabiskan waktu untuk belajar membuat kue kering bersama pelayan pribadi dan juga juru masak rumah." Ujar Roland sambil mengambil dokumen yang berada di mejaku.
"Hahahaha…." Balasku dengan tawa atas ucapan Roland.
Seberapa banyak kejutan yang gadis itu miliki. Setiap hal dalam dirinya selalu membuatku penasaran dan terpukau. Kuharap dia bisa diandalkan keluarga ini kedepannya.
.
.
.
.
"Ishana, apakah jam makan siang masih lama?" Tanyaku sambil menatap langit-langit kamar karena bosan.
"Masih sekitar 1 jam lagi nona." Jawab Ishana.
"Kalau nona ingin berjalan-jalan masih ada waktu, tapi jangan terlalu jauh." Sambung Ishana karena melihatku begitu bosan.
"Baik Ishana."
Sambil menunggu waktu makan siang tiba, ku luangkan waktu untuk berjalan-jalan sesuai dengan saran dari ishana. Rumah milik Lawrence begitu besar, pantas juga Ishana tidak memperbolehkanku pergi terlalu jauh. Ishana takut aku terlambat makan siang nanti. Sepanjang jalan aku begitu menikmati suasana rumah ini hingga tanpa sadar aku menabrak seseorang.
BRUAKKK..
"Apakah kamu jalan tanpa mata. Lihat Kau mengotori bajuku." Bentak anak yang telah ku tabrak.
"Maaf, aku tidak sengaja." Ucapku merasa bersalah.
"Dasar darah rendahkan." Ucap cucu pertama keluarga ini dengan ketus yang tak lain adalah Patrick Lawrence.
Patrick Lawrence anak dari Eric Lawrence. Cucu pertama dan anak pertama dari putra tertua keluarga ini. Karena latar belakang yang kuat serta didikan ayahnya yang buruk membuat ia tumbuh menjadi orang yang sombong dan tidak jujur. Patrick Lawrence dewasa adalah bencana keluarga Lawrence dimasa depan.
"Dasar gadis tidak tahu malu." Bentak Patrick sambil melayangkan tamparan ke pipiku.
PLAKKK..
Tamparan itu membuat pipiku begitu panas, rasanya bekas tamparan itu akan membekas beberapa menit kedepan. Seakan semua yang ia lakukan tidak cukup, dia masih merendahkan ibuku.
"Kamu hanya gadis rendahan yang lahir dari darah wanita penari dengan nama keluarga yang tidak jelas." Ucap Patrick yang membuat hatiku begitu terluka.
Perkataan tersebut telah membuat kesabaranku habis. Sudah ku tahan semua ucapanmu dari kehidupan lalu dan sekarang. Sepertinya sampai kapanpun kamu tidak akan berubah. Karena terbakar emosi ku tampar anak laki-laki dihadapanku itu tanpa merasa menyesal sedikitpun.
PLAKK..
Pipinya merah, terlihat dari matanya dia begitu kesal. Tamparan itu adalah balasan dari segala yang telah kamu perbuat padaku. Tamparan itu hanya hukuman yang sangat ringan dan bahkan tidak ada apa-apanya daripada yang kau lakukan padaku.
"Patrick!!" Teriak seorang pria dari kejauhan yang berlari menuju kami.
Rambutnya gelap, mata hijau, dan wajah licik yang begitu kubenci. Eric Lawrence sang putra pertama yang tak dapat diandalkan. Dia hanya menginginkan posisi kepala keluarga untuk kesenangan pribadi, namun sampai akhir hayatnya dia tak pernah memperoleh hal tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments