Blaire tertegun. Gadis berambut pirang itu tersenyum kecil. Dalam hati dia merasa puas, karena sudah berhasil membuat si pria asing menyebutkan nama yang selama ini dirahasiakan dari semua orang. Sesaat kemudian, putri tunggal dari Viktorija tersebut kembali menghadapkan tubuh kepada pria pemilik toko barang antik itu.
"Christian?" ulangnya sembari menaikkan sebelah alis.
"Ya. Apa nama itu terdengar aneh bagi warga Edinburgh?" tanya Christian, si pria misterius bermata abu-abu yang kini menatap intens kepada Blaire.
"Tidak. Tentu saja bukan karena itu. Aku hanya ...." Blaire terdiam sejenak. Sesaat kemudan gadis cantik berambut pirang tadi kembali berkata, "Apakah Christian merupakan nama aslimu?" Sebuah pertanyaan yang terdengar sangat bodoh. Jika bisa, Blaire ingin sekali menariknya kembali.
Christian menyunggingkan sebuah senyuman yang teramat pelit bagi gadis seramah Blaire. Pria dengan kulit cokelat tersebut kemudian berjalan mendekat kepada si pirang bermata hijau tadi. "Apa kau tak memiliki pertanyaan lain?" tanyanya menatap lekat ke arah Blaire. Gadis itu pun terlihat kikuk karena sorot mata tajam berwarna abu-abu.
"Ah, tidak ... aku ... maksudku .... um ...." Blaire tak tahu harus bagaimana caranya, untuk mengungkapkan maksud dan tujuan dia menemui si pemilik toko barang antik tersebut. Sedangkan Christian tak mengalihkan perhatiannya sama sekali dari paras Blaire, yang ternyata makin di pandang semakin menarik. "Begini, Christian ... aku ...." Lagi-lagi, Blaire merasa ragu untuk mengutarakan niatnya.
"Katakan saja. Kenapa harus merasa sungkan?" Pria bernama Christian itu menaikkan sebelah alisnya.
"Oh astaga, tatapan matamu yang membuatku sungkan," gumam Blaire teramat pelan, sambil memalingkan wajah ke samping. Dia tak ingin Christian menganggap dirinya sebagai gadis yang konyol, meskipun kenyataannya seperti itu. "Jadi ...." Ucapan gadis itu kembali terjeda.
"Apa kau tidak sadar, bahwa yang dirimu lakukan ini sudah membuang banyak sekali waktuku?" Christian tampak mulai jenuh atas sikap bertele-tele gadis berambut pirang itu. "Jika memang tidak ada yang terlalu penting atau kau lupa dengan apa yang akan dirimu katakan padaku, maka silakan keluar dari sini," usir pria bermata abu-abu tersebut dengan tanpa beban sama sekali. Dia lalu berbalik dan bermaksud untuk berlalu ke bagian dalam toko.
"Tunggu!" cegah Blaire sebelum Christian benar-benar meninggalkannya. "Aku ingin meminta bantuanmu, Chris," ucap gadis itu pada akhirnya.
Christian tertegun, kemudian menoleh. Dia kembali berbalik meskipun masih berada di tempatnya. "Bantuan apa?" tanya pria misterius tersebut.
Blaire menelan ludahnya dalam-dalam. Dia tak boleh salah berbicara, apalagi kembali terlihat konyol. "Begini, Christian ...." Blaire berjalan mendekat ke hadapan pria bertubuh tegap yang menatapnya dengan intens. Kontak mata menjadi syarat utama dalam percakapan, karena ituah gadis cantik tersebut mencoba untuk menerapkan hal tersebut kali ini. Dia menatap Christian dengan lekat, meskipun itu membuat dirinya sungguh tidak nyaman.
"Salah satu sahabatku yang bernama Eileen akan segera kembali ke London. Namun, sebelum itu dia ingin mengadakan pesta perpisahan dulu bersama teman-teman yang lain. Tadinya kami akan mengadakan pesta di kediaman milik orang tua Eileen, tetapi aku mendapat kabar bahwa ternyata ayahnya tidak memberi izin. Jadi, kami akan mengadakannya di tempat lain," tutur Blaire menerangkan.
"Lalu?" Christian menanggapi dengan sikap serta nada bicara yang biasa saja, bahkan cenderung datar dan dingin.
"Kami akan mengadakannya di pub milik salah seorang kenalan bernama Bridget. Namun, sayangnya biaya reservasi di sana sangat mahal ...." Blaire meringis ngeri. Gadis itu kemudian mengedarkan pandangan ke arah lain, karena tak tahan harus terus menghadapi tatapan lekat seorang Christian padanya.
"Kau ingin meminjam uang padaku?" terka pria berambut gelap itu dengan datar, membuat Blaire kembali mengarahkan tatapan padanya dengan raut tak percaya.
"Tentu saja tidak," bantah gadis berambut pirang tadi dengan segera. Dia menggelengkan kepalanya tegas.
"Lalu apa?" tanya Christian lagi. Pria itu memicingkan mata dan sepertinya tengah memikirkan sesuatu yang tak bisa Blaire terka. Gadis itu pun menaikkan kedua alisnya.
"Lalu apa?" ulang Blaire seraya mengernyitkan kening.
"Aku hanya penjual barang antik, tidak melakukan pekerjaan lain seperti seekor beruang jinak," ujar Christian.
Blaire terdiam sejenak seperti tengah mencerna ucapan Christian. Beberapa saat kemudian, gadis itu merasa geli sendiri. "Astaga," ucapnya tak percaya. Dia menutupi mulut dengan punggung tangan saat dirinya tertawa renyah. "Kami tidak mengadakan pesta seperti itu. Ini murni pesta biasa. A normal party. It's not like what you think," jelas Blaire setelah menghentikan tawanya.
"Oh maaf jika pikiranku terlalu jauh. Kukira kalian ...."
"Nyonya Shuterland akan membunuhku jika dia sampai mengetahui kami melakukan itu," ujar Blaire. "Baiklah, bisakah kita kembali ke topik awal?"
"Ya tentu. Aku mendengarkan." Christian masih pada sikapnya yang seperti tadi.
Blaire mengangguk pelan. "Baiklah. Jadi, seperti yang kukatakan tadi, kami akan mengadakan pesta di pub milik Bridget, tetapi harga reservasi tempatnya sangat mahal. Bridget bersedia memberikan potongan harga dengan satu syarat ...." Blaire menarik napas dalam-dalam dengan tatapan penuh harap kepada Christian.
"Apa syaratnya?" tanya pria bermata abu-abu itu, menunggu kelanjutan dari penjelasan Blaire.
"Bridget akan memberikan potongan harga, andai ... andai ... andai ... kami bisa membawamu ke pesta," lanjut Blaire dengan agak terbata. Gadis cantik itu mengeluh pelan. Dia lalu tertunduk lesu. Blaire sudah dapat memastikan jawaban yang akan diberikan oleh Christian. Dia tak ingin berharap lebih, apalagi karena pria tersebut tak juga memberikan jawabannya.
"Baiklah. Itu saja yang ingin kusampaikan. Maaf sudah mengganggu waktumu." Blaire membalikkan badan dengan kepala yang masih tertunduk lesu. Dia berjalan lunglai menuju pintu keluar. "Kuatkan hatimu, Blaire," gumamnya pelan seraya menggeleng pelan. Dia sudah memegangi handle pintu dan hendak menariknya. Namun, Blaire seketika tertegun, saat mendengar suara berat Christian yang kembali bicara padanya.
"Apa kau menutup kedaimu lebih cepat dari biasanya?"
Blaire menoleh, kemudian tersenyum seraya mengangguk. "Ibuku sedang tidak ada. Aku kewalahan melayani pengunjung seorang diri. Jadi, aku ...."
"Apa kau akan pulang sekarang?" tanya Christian.
Sementara Blaire hanya mengernyitkan kening, terlebih saat pria itu meraih jaket yang dia gantungkan di tempat khusus. Blaire terpaku memperhatikan setiap gerak-gerik si pria. Bahasa tubuh dan segala yang ada pada diri seseorang bernama Christian tersebut memang terlihat luar biasa. Entah apa yang membuat aura pria dengan postur menjulang itu terlihat begitu berbeda.
Christian. Nama yang mungkin begitu mahal, sehingga tak semua gadis bisa mendengar pria itu menyebutkannya. Blaire masih terpaku dan larut dalam rasa terpesona yang semakin dalam terhadap sosok Christian, sehingga dia tak menyadari bahwa pria tampan tersebut sudah berada tepat di hadapannya.
"Aku akan segera menutup toko," ujar Christian datar. Suara beratnya justru malah membuat Blaire semakin terbuai. Gadis itu tersenyum sambil memiringkan kepala, dengan tatapan yang terlihat aneh. Christian pun menautkan alisnya yang tebal. "Gadis aneh," gumamnya seraya beranjak keluar dari toko.
Berhubung Blaire tak kunjung keluar, Christian pun menarik pergelangan tangan gadis bermata hijau tadi. Blaire tersentak. "Hei!" pekiknya tertahan. Dia memegangi pergelangannya. Cengkeraman tangan Christian begitu kuat dan terasa tidak biasa. Dia kembali terpaku sambil memperhatikan pria berpostur tegap tadi yang tengah mengunci pintu toko
Setelah selesai, Christian pun berlalu begitu saja tanpa berbasa-basi terlebih dahulu kepada gadis yang sejak tadi memperhatikannya. Christian melangkah gagah sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaket.
"Hei, Christian!" seru Blaire yang menyadari bahwa pria itu sudah berada beberapa langkah menjauh darinya. Akan tetapi, Christian tak menggubris sama sekali. Pria itu terus saja melangkah. Dia tak peduli dengan Blaire yang setengah berlari menyusulnya.
"Astaga, kau berjalan seperti sebuah kereta api ekspres," celetuk Blaire. Gadis berambut pirang tadi terengah-engah sambil berusaha menyejajari langkah Chrisrian. "Siapa kau sebenarnya?" tanya Blaire tiba-tiba.
"Apa maksudmu, Nona?" tanya Christian datar, tanpa menoleh sedikit pun kepada gadis cantik di sebelahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
mommyanis
Blaire...harusx kamu ngejar Christian sambil nyanyiin lagux mami Elvi " siapakah kamu...hai hai siapa kamu... 🎤🎤🎤🎤🎶🎶🎶🎶🎶🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
2023-01-02
1
Esther Nelwan
ayo semangat Blaire...
2023-01-02
1