“Apa lagi yang mereka katakan tentang aku?” tanya pria itu dengan mimik serius.
“Selain dua hal itu … um ....“ Blaire mengetuk-ngetukkan ujung jarinya di dagu, berlagak seolah-olah jika dia sedang berpikir. “Tidak ada. Mereka hanya mengatakan bahwa kau sangat tampan, tapi tidak pernah mau memberitahukan namamu. Itulah yang membuat mereka semua curiga,” celotehnya tanpa henti.
“Astaga.” Pria misterius itu mendengus pelan, lalu bersiap membuka pintu. Namun, sebelum dia sempat berlalu dari sana, Blaire kembali berseru dengan suaranya yang khas.
“Jadi, yang manakah yang benar, Mr. Neighbour? Apakah kau mata-mata ataukah buronan berbahaya?” tanya Blaire tanpa merasa ragu sama sekali.
Si pria misterius menghentikan geraknya, lalu berbalik menghadap ke arah Blaire yang memasang wajah tak berdosa. “Hati-hati, Nona Shuterland. Terlalu banyak tahu bisa membunuhmu,” jawab pria itu dengan sorot yang tajam dan dingin. Dia tersenyum samar, sebelum meraih gagang pintu dan membukanya lebar-lebar. Pria misterius itu berlalu begitu saja dari sana tanpa memedulikan Blaire yang tercengang sampai lupa menutup mulutnya.
Beberapa saat kemudian, Blaire tersadar dan segera merogoh ponsel yang dia simpan di saku apron. Dengan segera, dia memilih nomor kontak Sandra yang merupakan salah satu sahabat dekatnya. Sandra adalah salah satu dari gadis yang datang ke kedainya kemarin. “Hei. Pastikan bahwa Eileen tak membatalkan pestanya, karena aku mempunyai berita besar dan menggemparkan untuk kalian,” ujar Blaire setengah berbisik.
“Berita apa?” sahut Sandra penasaran.
“Besok saja akan kuceritakan di pesta,” jawab Blaire masih dengan suara berbisik.
“Um, tapi … masalahnya ….” Sandra seakan ragu melanjutkan kata-kata yang ingin dia utarakan.
“Apa?” desak Blaire.
“Ayah Eileen melarangnya mengadakan pesta di rumah. Jadi, terpaksa Eileen memindahkannya ke tempat lain. Masalahnya, semua restoran dan pub sudah terbooking penuh hingga minggu depan, hanya pub milik Bridget yang masih kosong. Sedangkan minggu depan, Eileen harus kembali ke London,” jelas Sandra panjang lebar.
“Jadi, kalian akan mengadakan pesta di pub milik Bridget?” tanya Blaire. “Kau tahu bukan bahwa tempat itu terkenal sangat mahal? Pasti Eileen akan menyuruh kita patungan untuk menutupi biaya reservasinya,” keluh gadis itu sambil menggaruk kening.
“Masih ada sedikit harapan, Blaire,” ucap Sandra yang terdengar meyakinkan.
“Bagaimana?” tanya Blaire.
“Eileen mengatakan padaku bahwa ternyata Bridget adalah fans berat pria tampan misterius pendatang baru itu.” Sandra tergelak setelah berkata demikian.
“Lalu?” Blaire semakin bersemangat mendengarnya.
“Dia akan memberi diskon sampai lima puluh persen, seandainya salah satu di antara kita ada yang bisa mengajak pria itu ke pesta,” jelas Sandra.
“Ya, ampun. Sepertinya aku bisa menduga akan ke mana ini arahnya.” Blaire menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan
“That’s right!” seru Sandra dari seberang sana. “Posisimu adalah yang paling dekat dengan pangeran tampan itu, Blaire,” ucapnya lagi.
“Oh, tidak. Hari ini saja dia sudah berkali-kali menolakku dengan ketus,” keluh Blaire sambil menggelengkan kepalanya pelan.
“Ayolah, Blaire. Demi kita semua. Minggu depan musim liburan segera berakhir. Kapan lagi kita akan berkumpul bersama dan mengukir kenangan indah di akhir tahun ini,” bujuk Sandra tak putus asa.
Blaire mende•sah pelan. “Alright. Akan kucoba, tapi aku tidak bisa janji jika hasilnya akan seperti yang kita harapkan,” tegasnya.
“Tentu saja! Kutunggu kabar baik darimu!” ucap Sandra sebelum mengakhiri perbincangannya.
Kali ini, pikiran Blaire dipenuhi dengan berbagai rencana, yang harus dia susun sedemikian rupa untuk menundukkan si pria dingin dan misterius itu. Pada akhirnya, Blaire memutuskan untuk menutup kedai lebih awal. Dia membalikkan papan tulisan kecil di pintu kaca yang menunjukkan tulisan ‘closed’, padahal saat itu masih ada beberapa orang yang masih duduk santai di dalam kedai. Blaire terpaksa mengusir mereka secara halus dan menunggu beberapa saat sampai mereka menghabiskan minuman.
Gadis berambut pirang itu buru-buru membersihkan dan merapikan kedai, lalu menutup dan mengunci pintu. Dengan langkah tergesa, dia menghampiri toko barang antik yang untungnya masih belum tutup. Blair masuk ke dalam dan terpana untuk sejenak. Dia seakan melupakan tujuan awal masuk ke sana.
Sekian tahun Blaire melewati depan bangunan itu, tapi tak pernah sekalipun dia mengetahui seperti apa bagian dalam dari toko antik tersebut. Dia merasa bagaikan berada di dimensi yang berbeda. Aura mistis, sekaligus indah seolah menghipnotisnya. Penuh dengan estetika yang sulit untuk diungkapkan.
Blaire kemudian mendongak ke langit-langit toko. Tampak beberapa lampu gantung berbahan kristal terpajang dan tertata dengan indah di sana. Sesaat kemudian, gadis itu lalu berpindah pada lampu hias yang tertata rapi pada rak kayu antik di sudut toko. Di bawah pajangan lampu hias, terdapat boneka-boneka porselen dalam berbagai ukuran. Mereka semua terlihat sangat unik dan cantik. Blaire memberanikan diri menyentuh permukaan boneka itu dengan ujung jarinya. Terasa begitu halus tanpa cela. Seakan boneka-boneka itu adalah barang baru.
“Apa kau ingin membeli sesuatu?” tanya seseorang bersuara berat yang membuat Blaire tersentak dan berbalik. Gadis cantik bermata hijau itu terkejut setengah mati, ketika menyadari bahwa pria rupawan sang pemilik toko sudah berdiri gagah di belakangnya.
“Ha-hai, a-aku ingin melihat-lihat saja. Aku belum pernah memasuki toko ini, meskipun letaknya bersebelahan dengan kedai,” sahut Blaire tergagap. Semua kata dan rencana yang sudah terangkai dalam kepalanya seakan menguap begitu saja, saat berhadapan langsung dengan si pemilik mata abu-abu yang tajam itu.
“Apakah karena toko ini tidak menjual tas, sepatu, atau aksesoris mewah seperti kesukaan kalian para gadis muda? Atau mungkin karena toko ini tidak menjual gadget canggih, yang kalian anggap lebih penting dari seorang sahabat?” tanya pria itu dengan nada sinis.
“Um, sebenarnya bukan karena itu,” sanggah Blaire yang memaksakan senyum sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. “Dulu, aku dan orang tuaku pindah ke distrik ini saat aku berusia sekitar empat tahun. Aku mengalami masa-masa kecil yang sangat indah. Sampai saat usiaku empat belas tahun, tuan MacKenzie memutuskan untuk membuka toko barang antik ....” Blaire menjeda ceritanya. Dia melirik pada si pria misterius yang ternyata masih serius mendengarkan apa yang dia tuturkan.
“Hari itu adalah saat pertama kali pembukaan toko milik tuan Mackenzie. Dia mengundang seluruh penduduk di distrik ini untuk datang. Ayahku salah satunya yang turut diundang. Akan tetapi, aku tak bisa ikut karena saat itu diriku sedang sakit. Tak kusangka, hari itu adalah hari terakhir aku bertemu dengan ayah. Senyum terakhir yang kulihat saat dia melangkahkan kaki keluar dari rumah, menuju toko tuan Mackenzie. Sore harinya, aku mendapat kabar jika ayah mendapat serangan jantung saat berada di dalam toko yang sesak oleh pengunjung,” Blaire mengempaskan napas pelan.
“Dia tak sadarkan diri. Ketika orang-orang membawanya ke rumah sakit. Ayahku sudah tiada,” tutur Blaire mengakhiri ceritanya, bersamaan dengan sebutir air mata yang tiba-tiba menetes dan mebasahi pipi. “Sejak saat itu, aku tak pernah mau menginjakkan kaki di toko tuan Mackenzie lagi, karena hal itu akan mengingatkanku pada ayah,” jelas gadis itu lirih.
“I’m sorry,” ujar pria itu setelah beberapa saat terdiam. “Aku telah salah menilaimu.”
“It’s alright." Blaire tersenyum begitu manis pada si pria misterius. “Aku sudah sering mendapat perlakuan demikian. Umumnya mereka menganggap remeh gadis berambut pirang sepertiku. Kebanyakan mereka mengira jika gadis sepertiku berotak kosong. Tanpa mereka tahu jika dua tahun yang lalu, aku lulus dari Universitas Oxford jurusan Bisnis dan Manajemen dengan predikat Magna Cum Laude,” ucapnya bangga.
“Aku sudah hampir terbang ke Amerika untuk mengejar karier. Namun, waktu itu aku melihat kesedihan di mata ibu, sehingga aku memutuskan untuk tidak meninggalkannya terlalu jauh. Aku memilih tinggal dan membantu mengelola kedai peninggalan ayah. Kurasa, aku bisa menerapkan ilmu yang telah kudapat di manapun aku berada,” jelas Blaire panjang lebar.
“Lalu, apa yang membuatmu sehingga memberanikan diri masuk kemari? Bukankah tempat ini telah membuatmu trauma?” tanya si pria dingin tadi.
“Itu karena ….” Blaire mengulum bibir. “Karena aku penasaran setengah mati tentang siapa namamu,” jawabnya. “Kau memang hebat. Aku sampai harus mengalahkan rasa takutku hanya demi mencari tahu siapa dirimu,” ujar Blaire seraya tertawa renyah. Kesedihan yang tadi sempat menyapanya, seketika berganti dengan raut ceria seperti yang biasa dia tunjukkan.
"Kenapa kau begitu penasaran?" tanya pria itu lagi masih dengan sorot mata dan intonasi yang sama.
"Tentu saja karena kita adalah tetangga, baik di lingkungan rumah maupun di sini," jawab Blaire dengan segera. "Kau harus tahu bahwa aku mengenal seluruh tetangga yang berada di sekitar rumahku. Kami biasa bertegur sapa ketika bertemu. Itu hal yang sangat menyenangkan."
"Itu menurutmu," sahut si pria.
"Oh, ayolah. Aku tidak mungkin terus-menerus memanggilmu dengan sebutan Mr. Neighbour hingga besok, besoknya lagi, lagi, dan lagi. Iya, kan?" Gadis berambut pirang itu menaikkan sebelah alisnya.
"Tak masalah orang mau memanggilku dengan sebutan apa. Aku tidak perlu mendengar dan mencerna setiap suara yang masuk ke telinga," ujar pria itu masih tetap pada pendiriannya.
Blaire terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan apa yang ingin dia katakan. Dia sempat mengedarkan pandangan ke setiap sudut toko itu, sebelum kembali mengunci tatapannya pada sang pemilik tempat tersebut. "Seberapa mahalnya namamu, sampai-sampai kau tak ingin agar semua orang tahu?" tanya gadis itu kemudian.
"Aku menganggap itu sebagai sesuatu yang sangat privasi," sahut si pria.
"Meskipun kita bertemu setiap hari?"
"Apa karena bertemu setiap hari, lantas itu menjadikanmu penting bagiku?" ujar pria tadi dengan datar. Namun, tatapannya masih tertuju pada wajah cantik Blaire sejak tadi.
"Astaga, itu sangat menyakitkan. Apa kau tidak tahu bagaimana caranya berbicara dengan seorang gadis? Baiklah." Blaire membalikkan badan.
"Christian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
mommyanis
selamat Christian...anda baru saja berkenalan dg tetanggamu 👍👍👍👍
2023-01-02
2
Esther Nelwan
dpt jg Blaire
2023-01-02
1