Suara senandung riang berbaur dengan gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi. Blaire membasuh seluruh tubuh sambil menggosok perlahan, di bawah guyuran deras yang terasa hangat dari shower di atas kepala. Selagi itu berlangsung, Viktorija yang terlihat sudah rapi dengan mengenakan setelan blazer masuk ke kamar putrinya.
"Blaire?" Suara Viktorija tak terlalu nyaring di dalam ruangan bernuansa colelat dengan lantai kayu tersebut. Wanita berambut pirang itu mengedarkan pandangan pada setiap sudut kamar. Dia tak mendapati gadis itu di sana. Namun, Viktorija dapat mendengar suara sang putri dengan cukup jelas. Wanita itu pun tersenyum kecil. Blaire memang selalu ceria sejak dulu. Dia tak pernah mengeluh ataupun menunjukkan raut sedih, meskipun kini mereka harus hidup tanpa kehadiran Albert, sang kepala keluarga.
Viktorija kemudian melangkah ke dekat meja di sebelah tempat tidur, dengan ukuran sedang dan berlapis bed cover motif bunga.
Dia melihat dua buah buku di sana. Iseng, wanita empat puluh tujuh tahun itu mengambil buku yang paling atas. Viktorija pun mengernyitkan kening. Tak biasanya Blaire menyukai bacaan tentang politik. "Sejak kapan dia tertarik dengan ...." Viktorija seketika tertegun saat ekor matanya tertuju pada buku lain dengan judul yang lebih menggelitik, Se•x in Five Minutes.
"Astaga."
"Ibu? Kupikir kau sudah berangkat." Blaire keluar dengan hanya menggunakan handuk putih sebatas dada. Dia juga menggulung rambutnya yang basah. Perasaan gadis itu sudah gelisah, saat melihat Viktorija yang tengah memegangi buku pinjamannya dari perpustakaan kemarin. "Um ... itu ...." Blaire tak tahu harus berkata apa. Dia hanya mengusap lengannya yang masih dalam keadaan lembap.
"Tidak apa-apa. Usiamu sudah dua puluh tiga tahun. Sudah seharusnya kau mempelajari tentang hal ini," ujar Viktorija seraya kembali meletakkan buku yang dia pegang. "Aku tak akan mengekangmu sama sekali. Kau sudah dewasa dan juga waras. Kau pasti tahu mana yang baik dan tidak untuk hidupmu," ucapnya lagi.
"Aku ...." Blaire kembali terdiam.
"Ya sudah. Aku tidak ingin terlambat tiba di tempat seminar." Viktorija mengalihkan pembicaraan. "Ingat, jaga kedai dengan baik. Jangan sampai mendiang ayahmu merasa kecewa. Aku akan kembali sebelum makan malam," pesannya seraya berjalan ke dekat pintu.
"Belilah makanan di jalan, Bu," pesan Blaire membuat Viktorija tertegun dan menoleh. "Kau akan kehilangan selera makan saat melihat masakan yang kubuat," ringis gadis bermata hijau itu. Sedangkan Viktorija tidak menjawab. Dia hanya tersenyum, kemudian berlalu dari sana.
Tak berselang lama, terdengar suara kendaraan yang dinyalakan. Blaire pun segera berpindah ke dekat jendela kaca. Dia menyibakkan tirai, lalu menatap keluar. Volkswagen Beetle biru milik sang ibu pun melaju pergi dari halaman rumahnya yang asri.
Tak ingin membuang waktu, Blaire segera berpakaian. Dia harus bersiap-siap untuk pergi ke kedai yang merupakan peninggalan sang ayah tercinta. Beberapa saat kemudian, gadis itu sudah rapi dengan mengenakan legging hitam yang dipadukan bersama mini dress floral warna senada. Tak lupa, Blaire juga memakai chesterfield coat cokelat kesayangan. Sepasang sepatu brouge warna merah bata pun ikut melengkapi penampilan manisnya hari itu.
Setelah selesai bersiap-siap, gadis berambut pirang tadi segera keluar. Tak lupa, dia mengunci pintu terlebih dahulu sebelum benar-benar meninggalkan rumah.
"Selamat pagi, Nyonya Clarkson," sapa Blaire pada seorang wanita tua yang tengah menyirami tanamam di halaman rumahnya.
Christy Clarkson, merupakan wanita dengan usia yang terbilang senior di lingkungan tempat tinggal mereka. Dia terkenal sebagai wanita yang tidak suka berbasa-basi. Lain halnya terhadap Blaire. Gadis cantik itu telah berhasil menaklukan wanita tua tersebut.
"Selamat pagi, Blaire." Christy menyapa balik. "Apa kau akan pergi ke kedai?" Wanita dengan rambut pirang sebahu itu menatap Blaire yang berdiri di seberang jalan kediamannya. Sebuah sikap yang memang sudah biasa Blaire lakukan, kepada siapa pun tetangga dekat yang dia temui. Gadis itu selalu menyapa dan memperlihatkan raut ceria yang begitu tulus. "Kenapa kau hanya berangkat sendirian?" tanya Christy lagi yang tak melihat keberadaan Viktorija.
"Ibuku harus menghadiri undangan untuk menjadi pembicara di acara seminar hari ini. Seperti biasa, dia akan membahas sesuatu tentang daur ulang sampah dan juga limbah," terang Blaire. Itulah profesi Viktorija yang sebenarnya. Dia merupakan seorang aktivis pemerhati lingkungan. Tak jarang dirinya juga menjadi dosen tamu, untuk memberikan kuliah pada salah satu universitas yang sudah ternama di kota Edinburgh.
"Ibumu sungguh luar biasa. Aku senang melihat wanita yang mandiri seperti dia," sanjung Christy terus berbincang dengan Blaire tanpa menghentikan pekerjaannya.
"Anda juga tak kalah luar biasa, Nyonya Clarkson," balas gadis berambut pirang itu tetap memasang senyuman hangat. "Aku ...." Belum sempat Blaire melanjutkan kata-katanya. Perhatian gadis dua puluh tiga tahun tadi lebih dulu tertuju pada seorang pria berjaket hitam yang baru keluar dari rumahnya. Blaire memperhatikan pria tersebut untuk beberapa saat. Namun, sayang sekali karena si pria tak menoleh sama sekali kepada dirinya.
"Aku permisi dulu, Nyonya Clarkson," pamit Blaire. Dia melambaikan tangan seraya berlalu dari tempatnya berdiri tadi.
Blaire melangkahkan kaki berbalut sepatu brouge berwarna merah bata dengan penuh percaya diri. Tatapan gadis itu terkunci pada pria yang berada beberapa langkah di depan. Entah pria tadi menyadari keberadaan dirinya atau tidak, karena si pria ternyata tak peduli sama sekali. Dia terus melangkah tanpa melihat ke lain arah.
"Hey, Mr. Neighbour!" seru Blaire dari belakang, membuat pria itu tertegun. Dia menoleh sejenak, lalu kembali melanjutkan langkah tanpa memberi tanggapan apapun. "Astaga." Gadis dengan rambut pirang tersebut bergumam pelan. Setengah berlari, Blaire menyusul dan menyejajari langkah pria tadi.
"Jangan mengikutiku," tegur si pria.
"Aku tidak mengikutimu. Aku berjalan di samping, bukan di belakang," sahut Blaire dengan enteng.
"Apa kau tidak punya pekerjaan lain?" Pria itu tak menoleh sedikit pun. Langkahnya tegap dengan tatapan tertuju lurus. Sedangkan kedua tangan berada di dalam saku jaket hitam yang dikenakannya.
"Aku akan ke kedai. Apa kau lupa bahwa kita bertetangga?" Blaire menoleh sambil tersenyum manis. "Tempat tinggalmu denganku hanya terhalang dua rumah. Sementara tokomu dengan kedai milik mendiang ayahku saling berdekatan. Apa menurutmu itu bukan sebuah pertanda?" Gadis itu kembali menoleh kepada si pria yang tak menanggapinya sama sekali. Pria tadi terus berjalan dengan langkah yang terasa begitu cepat bagi Blaire, sehingga membuat si gadis kewalahan.
"Kenapa kau berjalan dengan sangat cepat? Apa kau tidak lelah?" tanya Blaire terengah.
"Kau juga bicara tanpa henti," balas pria itu masih dengan tatapan yang tertuju ke depan.
"Aku banyak bicara karena kau diam terus. Jadi, kelihatannya tidak seimbang, seakan-akan akulah yang cerewet," protes Blaire tak terima, meskipun dalam hati dirinya mengakui hal itu.
"Itu memang kenyataannya. Berisik," balas si pria ketus.
"Jika aku diam, lalu kau diam, maka ... maka siapa yang akan bicara?" pikir gadis berambut pirang itu.
"Diam lebih baik," tutup si pria. Dia berhenti di depan toko barang antik miliknya dan mengeluarkan kunci dari dalam saku. Sementara Blaire masih berdiri tak jauh darinya sambil terus memperhatikan, bahkan ketika si pria sudah membuka pintu toko yang bercat hitam dengan hiasan lampu tempel di bagian atas. Lampu itu akan padam sendiri ketika hari sudah siang.
"Setidaknya kau sebutkan namamu," ucap Blaire lagi, membuat si pria yang hendak masuk kembali tertegun. Namun, sesuai perkiraan Blaire, pria itu tak menanggapinya sama sekali. Dia memilih untuk berlalu.
"Hey, Tuan? Aku akan membuatkan kopi kesukaanmu sebelum kau datang ke kedaiku. Dengan begitu, kau tidak perlu menunggu terlalu lama," seru Blaire lagi dari luar pintu.
"Terserah kau," jawab si pria yang telah melepas jaketnya. Untuk sesaat, Blaire terdiam memperhatikan bentuk tubuh atletis dalam balutan kaos hitam lengan panjang yang dikenakan si pria. Namun, Blaire tak bisa berlama-lama mengawasi seseorang yang sama sekali tak peduli padanya. Dia juga memiliki tugas yang harus dilakukan.
Setelah membuka pintu kedai, seperti biasa Blaire membersihkan tempat tersebut lebih dulu. Setelah itu, dia bergegas membuat kopi yang biasa dipesan oleh pria pemlilik toko antik di sebelah. Sambil menunggu pengunjung, Blaire mengambil buku yang kemarin dia pinjam. "Se•x in Five Minutes," gumam gadis itu, "ini lebih menghibur daripada politik." Akan tetapi, sebelum dirinya sempat membaca, pria tadi muncul di sana. Dengan segera, Blaire mengambil kopi yang sudah dia buat beberapa saat yang lalu. "Masih panas," ucapnya sambil menyodorkan kopi itu kepada si pria.
"Thank you," sahut pria itu. Dia merogoh uang dari saku celana jeans, kemudian meletakkannya di sebelah kopi yang belum diambil. Sesaat kemudian, ekor mata si pria yang terlihat tajam melirik pada buku yang sedang dibaca oleh Blaire. Judul menggelitik dan membuatnya menggaruk kening. Dia lalu meraih cup berisi kopi yang selalu menjadi pesanannya setiap hari. Tanpa berkata apa-apa, pria dengan kaos hitam lengan panjang itu berbalik hendak menuju pintu ke luar.
Blaire yang sedang berpura-pura membaca dan mencoba tak peduli, nyatanya tak bisa untuk membiarkan pria itu berlalu begitu aja. Entah kenapa dia merasa begitu tertarik dengan pria tersebut. Padahal, pria itu lebih sering membuatnya merasa bodoh dan konyol.
Gadis itu menutup bukunya. Dengan posisi setengah membungkuk, Blaire meletakkan kedua tangan lurus di atas meja sebagai penahan dada. Dia menatap lurus ke depan, pada tubuh tegap yang hendak melewati pintu keluar.
"Apa kau merasa nyaman dengan bersikap seperti itu, Mr. Neighbour?" tanyanya tiba-tiba, membuat si pria tertegun tanpa menoleh padanya.
"Aku tidak tahu apa yang menjadi masalahmu, tapi menurutku kau sangat aneh. Teman-temanku bahkan berpikir bahwa kau adalah agen mata-mata atau mungkin seorang buronan agen federal yang berbahaya," ucap Blaire lagi, membuat si pria seketika menoleh kepadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Esther Nelwan
mungkin namanya beruang kutub Blaire...
2023-01-02
1
Dwisya12Aurizra
pria itu agen, agen kulkas makanya cool 🤭
2023-01-02
1
mommyanis
pemikiran teman2x Blaire sama dg reader.apakah dia buronan,mafia,ataukah agen mata2 ????? 🤔🤔🤔🤔🤔.lanjut....
2023-01-02
1