"Jangan asal bicara, Lee. Kau sedang mempertaruhkan nama baik seorang pria tampan di sini," tegur Sandra setelah menerima pesanannya. Gadis-gadis itu terus berkerumun di meja pemesanan, sambil membahas si pria asing pemilik toko barang antik sebelah. Suara mereka riuh rendah dengan obrolan-obrolan yang disertai tawa riang. Sungguh mereka teramat menikmati masa muda yang sangat indah. Tak ada beban dan tanggung jawab apapun, tidak seperti Blaire yang harus selalu membantu sang ibu di kedai.
"Apa kalian tidak ingin duduk, Nona-nona?" tegur Viktorija yang sebenarnya sudah terbiasa mendapati pemandangan seperti tadi, setiap kali mereka datang ke sana.
"Kami akan langsung pulang, Nyonya Shuterland," sahut Eileen dengan segera.
"Kalau begitu, tolong beri kesempatan pengunjung lain untuk melakukan pemesanan," tegur Viktorija lagi. Dia berusaha terlihat sabar dan ramah kepada siapa pun yang masuk ke kedai itu.
Gadis-gadis tadi segera menoleh. Saking asyiknya memperbincangkan si pria misterius, mereka tak menyadari bahwa ada beberapa pengunjung yang sudah berdiri di antrian untuk melakukan pemesanan. Akhirnya, setelah masing-masing mendapatkan apa yang mereka inginkan, para gadis itu pun berpamitan kepada Blaire. Sementara Viktorija kembali ke dalam dapur.
"Sampai besok, Blaire. Ingat, jangan lupa untuk datang ke pesta di rumahku," pesan Eileen. Gadis itu berkata sambil terus berlalu keluar dari kedai, diikuti rekan-rekannya yang lain. Sedangkan Blaire tidak menjawab. Dia hanya mengacungkan ibu jari untuk menanggapi ucapan Elileen.
Akhir pekan yang terasa begitu sibuk dan melelahkan. Sesuai dengan apa yang Viktorja katakan sebelum membuka kedainya tadi, mereka memang kebanjiran pengunjung hari itu. Namun, Viktorija tetap menutup kedai tepat pukul lima sore. Dia harus pulang, dan menunaikan tugas untuk menyiapkan makan malam di rumah.
"Aku ingin ke perpustakaan dulu sebentar, Bu," ucap Blaire meminta izin setelah pintu kedai terkunci dari luar.
"Jangan mencari alasan. Aku tidak suka jika kau pulang terlambat," tegur Viktorija dengan setengah tak percaya.
"Astaga, Bu. Kau pikir aku akan ke mana?" protes Blaire seraya berdiri sambil memasukkan kedua tangan pada saku chesterfield coat cokelat yang dia kenakan.
"Aku janji akan pulang sebelum menu makan malam tersaji di meja," ucap gadis itu lagi untuk meyakinkan sang ibu. Blaire tersenyum manis dengan disertai lirikan matanya yang indah.
"Kau seperti mendiang ayahmu. Selalu saja membuatku tak bisa menolak." Viktorija mengempaskan napas pendek. "Sebelum makam malam," tegasnya lagi dengan telunjuk lurus ke atas, sebagai tanda menegaskan.
"Siap, Nyonya Shuterland," sahut Blaire tampak sumringah. Dia lalu mencium pipi sang ibu, sebelum mereka mengambil arah yang berlawanan. Gadis itu sempat melirik toko barang antik yang sudah lebih dulu tutup. Blaire pun melangkah dengan cepat. Dia hanya memiliki waktu setengah jam saja, untuk mencari buku yang hendak dia pinjam.
Akan tetapi, sepertinya Blaire tak akan mendapat apa-apa, setelah pandangannya tertuju pada pria berjaket hitam yang ternyata juga ada di perpustakaan. Bukannya memilih buku yang ingin dia pinjam, gadis itu justru sibuk memperhatikan si pria misterius yang sama sekali tak menyadari kehadirannya. Entah tak menyadari, atau memang sengaja mengabaikan. Pria itu baru menoleh, ketika Blaire sudah berdiri di rak yang sama.
"Marcus Aurelius. Kau membaca buku filsafat?" tanya Blaire berbasa-basi.
"Ya," jawab si pria yang hingga detik itu tak diketahui namanya.
"Aku juga. Itu adalah buku yang sangat bagus. Bukan kematian yang harus ditakuti seseorang, tetapi dia harus takut karena tidak pernah memulai hidup. Aku menyukai kata-kata itu dan semua kata-kata bijak lainnya yang ...."
"Aku sudah menghapalnya di luar kepala," potong si pria. Dia bergeser sedikit menjauh dari Blaire. Jelas sudah bahwa dirinya merasa terganggu, sehingga menghindar dari gadis berambut pirang tadi. Namun, Blaire tak putus asa. Dia pun ikut bergeser mengikuti pria itu. Blaire menjadi lupa dengan niatnya untuk mencari buku yang hendak dia baca, karena terlalu sibuk memperhatikan pria tampan misterius tersebut.
Bagaimana tidak, pria itu begitu berbeda. Dia memiliki postur tegap dan teramat sempurna bak seorang malaikat yang turun dari surga. Rambut hitamnya tersisir rapi dan kelimis. Dia juga memiliki kulit cokelat dengan sebuah tato berukuran kecil di dekat ibu jari. Sementara garis wajahnya begitu tegas dan menampilkan sisi maskulin seorang pria sejati. Selain itu, pria tadi juga memiliki mata abu-abu bercahaya, begitu indah serta memikat siapa pun yang menatapnya.
Satu lagi yang membuat Blaire merasa tertarik kepada tuan rupawan penuh pesona tersebut, yaitu karena betapa dia sangat misterius. Pembawaannya yang tenang dan terlihat begitu matang. Tak seperti pemuda-pemuda berisik yang selama ini selalu mengganggu serta berusaha menarik perhatian Blaire.
“Apa kau tak punya kesibukan lain selain mengikutiku?” tanya pria itu ketus pada Blair yang berdiri tak jauh darinya.
“Seperti yang kau lihat. Aku berada di perpustakaan. Itu artinya, aku juga tengah mencari buku. Kebetulan saja arah berjalan kita sama,” kilah Blaire dengan tenang.
Pria itu menggeleng pelan, kemudian berlalu menuju meja pustakawan sambil membawa beberapa buah buku yang dia ambil dari rak berbeda. Melihat hal itu, Blair buru-buru menarik satu buku secara acak dari rak paling dekat, lalu menyusul si pria dan ikut berdiri di sampingnya. Blair turut meletakkan buku tadi di hadapan pustakawan yang sudah dia kenal.
“Apa kau mengerti istilah ‘antri’, Blaire? Ambil kembali bukumu, karena aku harus melayani tuan ini lebih dulu,” tegas Mr. Harrison, sang pustakawan. Dia adalah pria paruh baya dengan rambut cokelat yang tersisir rapi ke samping.
Blaire meringis kecil saat menyadari sikap bodohnya. Dengan terpaksa, gadis itu pun bermaksud mengambil buku yang tergeletak di atas meja Mr. Harrison. Namun, alangkah terkejutnya ketika dia membaca judul buku yang telah dirinya pilih. “Se•x In Five Minutes?” gumamnya mengeja. Blaire tertegun sejenak dengan bola mata yang bergerak tak beraturan. Diliriknya si pria tampan nan misterius yang ternyata ikut membaca judul buku yang dia bawa.
Panik, Blair mengambil buku itu dan segera mendekapnya dengan erat di dada.
Dengan wajah yang memerah, gadis itu mundur beberapa langkah sambil menunduk. Setelah dirasa cukup jauh, Blaire membalikkan badan dan mengembalikan buku tadi ke tempatnya. Kacau dan memalukan. Dia tak sanggup lagi untuk bertemu pria tampan tadi.
“Kenapa kau bodoh sekali, Blaire?” Gadis cantik itu memukul kepalanya pelan. Dia bermaksud untuk segera pergi dari sana. Akan tetapi, Blaire teringat bahwa dirinya sudah terlanjur berpamitan pada sang ibu untuk meminjam buku. Andai dia pulang tanpa membawa apapun, pastilah Victorija akan mulai berubah profesi menjadi seorang detektif. Dia akan mencecar Blaire dengan berbagai macam pertanyaan.
Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk kembali ke dalam dan mengambil apa yang tadi sempat dia pilih. Blaire juga meraih satu buku lain dari rak yang berbeda. Sebuah bacaan yang entah berjudul apa. Blaire lalu kembali menghadap pada Mr. Harrison, kemudian meletakkan dua buku itu di sana.
Sambil menunggu Mr. Harrison mencatat buku-buku yang akan dia pinjam, Blaire menyapu pandangannya ke setiap sudut perpustakaan yang luas dengan suasana remang-remang itu. Tampaklah si pria misterius berjalan menuju pintu keluar, dia serius menatap layar ponselnya.
“Ini saja?” tanya sang pustakawan, membuat Blaire segera mengalihkan perhatian pada pria paruh baya berambut cokelat itu.
“Ya. Itu saja,” sahut Blair pelan, kemudian menerima buku yang tadi dia pilih dari tangan Mr. Harrison. Kaki jenjang gadis tersebut mulai berjalan cepat menyusul si pria tampan yang sudah lebih dulu meninggalkan perpustakaan. Jalan yang dia lalui searah dengan si pria, karena mereka memang bertetangga. Pria misterius tadi, baru pindah ke daerah itu sekitar dua minggu yang lalu.
Sesampainya di depan rumah, pria itu tampak sibuk mencari kunci di dalam saku jaket dan berusaha membuka pintu.
Sedangkan Blaire ikut berhenti di depan rumah si pria sambil terus memperhatikan gerak-geriknya. “My name is Blaire Shuterland by the way. Aku tinggal tak jauh rumahmu,” seru gadis itu nekat, membuat si pria menoleh dan memandang heran ke arahnya.
“Yes, i know,” sahut pria itu datar, tanpa senyuman sama sekali. Dia juga sepertinya tak berniat untuk balas berbasa-basi dengan gadis cantik tadi. Pria tersebut malah melenggang masuk dan menutup pintu rumahnya sedikit keras, meninggalkan Blaire yang masih berdiri terpaku di depan pintu pagar yang terbuat dari kayu. Gadis itu benar-benar tak habis pikir karenanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mystera11
jgn Blaire...aq aj makin penasaran sosok pria misterius ini...🤔
2023-01-24
1
Esther Nelwan
😘😘😘
2023-01-02
1
mommyanis
👍👍👍👍👍
2023-01-02
1