Kesuksesan yang Nawang raup dari kolaborasinya dengan Yudhis tidak main-main. Bukan hanya menjadi trending di berbagai hastag, subscriber Nawang pun meningkat drastis hanya dalam dua hari setelah siaran itu diunggah. Tadinya, banyaknya subscriber Nawang mentok di angka 700.000-an orang, tetapi dalam waktu dua hari ini angkanya telah berubah menjadi 1,5 juta.
Tentu ini adalah hal yang sangat fantastis bagi Nawang. Dia tahu, dengan kepopuleran Yudhis di berbagai bidang dia bisa mendapatkan yang dia inginkan. Hanya saja, dia tidak menyangka akan sedrastis ini. Karenanya, senyum di bibirnya belum juga luntur.
“Kayaknya banyak banget yang minta buat kolab sama Pak Yudhis lagi nih, Wang. Komentarnya bagus-bagus.” ujar Tina.
Saat ini Tina dan Nawang sedang berada di sebuah cafe bernuansa retro yang biasa mereka kunjungi untuk sekedar nongkrong maupun rapat mendiskusikan konten yang akan mereka buat.
“Hehehe… wajar aja, sih. Dia kan jarang muncul ke media masa dan ceritain hal pribadinya. Jadi, pasti banyak yang penasaran sama dia.”
Dilahapnya kue tiramisu di mejanya sendok per sendok. Kemudian, Nawang kembali berkata,
“Gue sempet baca ada komen yang kasih saran buat bikin vlog sama dia. Tapi, jujur gue gak yakin dia bakalan mau.”
“Coba ajak aja dulu.” bujuk Tina.
Setelah berpikir beberapa detik, akhirnya Nawang memutuskan untuk menghubungi Yudhis. Diketiknya sebuah pesan untuk Yudhis, lalu dia kirimkan.
[Yud, kalau kita bikin vlog terus upload di channel gue, mau gak?]
‘Ting!’
Tidak disangka, pesan itu segera dibalas tak lama setelahnya. Dan isi dari pesan itu cukup mengagetkan bagi Nawang.
“Woah!” takjubnya.
“Kenapa, Wang? Gak boleh, ya?” tanya Tina yang penasaran.
Ditunjukkannya isi pesan itu pada Tina sambil berkata, “Jackpot, Tin.”
Yudhis menjawab, [Boleh aja. Kalau lo bisa, hari ini aja sekalian.]
“Kyaaaa!!” seru Tina dan Nawang bersamaan sambil berpegangan tangan. Teriakkan keduanya cukup keras hingga membuat orang lain yang ada di cafe itu memperhatikan mereka. Saat mereka sadar, barulah mereka berhenti bersorak.
“Maaf, Kakak-kakak sekalian. Maaf… Maaf…” ujar Nawang pada mereka yang nampak terganggu.
Setelah itu, segera dia balas pesan Yudhis.
[Oke. Jam 6 lo udah selesai kerja kan? Gimana kalau kita bikin vlog judulnya ‘Pulang Kerja Bareng CEO’ atau semacemnya gitu?] -Nawang
[Jangan. Gue masih ada rapat. Jam 7 aja.] - Yudhis
[Ok, Bestie! ;9] -Nawang
[Kalau ada maunya aja panggil bestie.] -Yudhis
[Hehehe… yang penting kan lo emang bestie gue.] -Nawang
Dalam hati, Nawang bertekad akan memanfaatkan momen ini dengan sebaik-baiknya. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Yudhis padanya itu. Mungkin setelah ini Nawang perlu memberikan sahabatnya itu hadiah sebagai tanda terima kasih.
…
“Ini dokumen yang perlu Anda tandatangani hari ini.” kata Marcel, salah satu sekretaris Yudhis, sambil menyerahkan beberapa bendel dokumen di dalam dua map berukuran folio.
Yudhis ambil dokumen itu dari Marcel dan langsung memeriksanya.
Beberapa saat kemudian, Yudhis menyadari bahwa sekretarisnya itu belum juga keluar dari ruangannya. Padahal, biasanya dia tidak menungguinya menandatangani dokumen yang jumlahnya seabrek itu.
“Kamu kenapa masih di sini? Apa ada yang mau kamu sampaikan lagi?” tanya Yudhis.
Saat kepalanya menengadah untuk menatap Marcel, barulah dia tahu ada yang berbeda dari pria berbadan kurus itu. Entah itu amarah atau kesedihan, Yudhis tidak bisa menebaknya. Yang jelas, dia yakin ada hal tidak menyenangkan di sana. Kalau bisa sih, Yudhis ingin menghindarinya. Namun sayangnya, Yudhis sudah terlanjur bertanya.
Beberapa detik setelah Yudhis bertanya, Marcel baru membuka mulutnya.
“Saya rasa, kemarin Bapak terlalu gegabah.” ucapnya.
Menanggapi ucapan Marcel, Yudhis kembali bertanya, “Maksud kamu?”
“Kemunculan Bapak di channel Mbak Nawang pasti akan merusak citra Bapak sebagai seorang pemimpin. Saya tidak ingin Anda menyesalinya nanti. Jadi, untuk selanjutnya jangan…”
Mengetahui arah pembicaraan pembicaraan Marcel, segera Yudhis memotong.
“Itu bukan urusan kamu. Citra saya biar saya sendiri yang atur. Sebaiknya kamu pikirkan saja pekerjaan kamu.”
Ketidakpuasan terlihat jelas di wajah Marcel. Sebagai sekretaris yang dia pikir cukup dekat dengan atasannya, Marcel merasa memiliki kewajiban untuk mengingatkan Marcel.
“Yudhis, cobalah dengerin aku. Aku gak mau…”
Kalimat Marcel lagi-lagi terhenti saat melihat tatapan memicing dari Yudhis padanya. Marcel secara tidak sengaja telah melewati batas kali ini.
“Yudhis? Aku?” lanjut Yudhis, “Saya tidak tahu kalau kita sedekat itu. Jujur saya merasa merasa tidak nyaman.”
Rasa malu tak bisa Marcel tutupi. Terlebih, kata-kata Yudhis tadi cukup menusuk di hatinya. Dia tidak siap dengan itu.
Dengan suara yang bergetar dan wajah yang tertunduk, Marcel berkata, “Maafkan saya, Pak. Saya sudah lancang.”
Yudhis yang melihat itu pun mendengus kasar, kemudian dengan ketus berkata, “Pergilah. Saya panggil lagi kalau sudah saya selesaikan dokumen ini.”
“Baik, Pak.” sahut Marcel yang kemudian undur diri dari ruangan Yudhis.
Saat pintu sudah ditutupnya, Marcel tak bisa lagi menahan air matanya. Tetes demi tetes air mata itu meluncur di pipinya.
“Tega kamu, Yud.” rintihnya.
Bagi Marcel, seorang Yudhis sudah dia anggap lebih dari seorang idola. Dialah pria yang sangat dia hormati, dia sanjung-sanjung, dia cintai dari lubuh hati terdalam. Tidak peduli bahwa itu adalah hal yang salah dan tidak wajar, Marcel tetap tak ingin menghapus perasaan itu dari batinnya.
Karena itu, sikap Yudhis pada Nawang yang berbeda dari biasanya di video itu sangat menghancurkan hatinya. Padahal selama ini dia pikir mereka hanya teman biasa. Karena, selama lima tahun mengenal Yudhis dan melihatnya berinteraksi dengan Nawang, tidak sekalipun didapatinya Yudhis menatap Nawang seperti itu.
“Loh, Cel? Sembab amat tuh muka. Kenapa?”
Seseorang yang paling tidak diharapkannya muncul secara tiba-tiba di hadapannya. Untuk menutupi keadaannya yang kacau, Marcel segera menghapus air matanya. Dia beralasan, “Nggak papa. Mata saya lagi kering terus kena AC.”
Mendengar itu, alis Nawang turun memperlihatkan keprihatinannya.
“Harus segera diobati, tuh. Takutnya malah makin iritasi. Terus, jangan deket-deket ke monitor komputer.” saran Nawang.
Marcel memaksakan senyumnya dan menjawab, “Baik, Mbak. Terima kasih atas perhatiannya. Saya permisi dulu.”
“Oke.”
Nawang juga tidak ingin berlama-lama berdiri di depan pintu. Saat ini Nawang sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan Yudhis.
Sebelum dia masuk ke dalam, Nawang persiapkan dulu kameranya untuk merekam detik-detik dia masuk ke dalam ruangan Yudhis.
“Oke, guys. Kita sudah sampai di depan kantor CEO. Lihat deh, tulisannya kinclong banget di pintu.”
Walaupun akan dilakukan voice over untuk narasinya, Nawang perlu membuat penanda tentang apa yang akan diucapkannya di voice over nanti. Seusainya, barulah Nawang membuka pintu kantor Yudhis.
“Katanya mau datang jam 7. Ini baru jam 5, loh!”
Yudhis cukup kaget dengan kehadiran Nawang yang lebih cepat dari waktu janjian mereka. Tapi, melihat gelagat Nawang yang cengengesan, dia sudah bisa menebak ada niat licik Nawang di balik semua ini.
Pria jangkung itu pun bangun dari duduknya dan berjalan mendekati Nawang.
“Yah… sekalian kan bisa kasih office tour di kantor lo di channel gue. Pasti banyak yang penasaran, gimana sih ruangan bosnya NTMall. Mumpung kesempatan.”
Mata Yudhis tertuju pada kamera nawang yang menyala. Segera direbutnya kamera itu sambil berkata, “Langkahi dulu mayat gue.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
〈⎳ HIATUS
gua suka nih modelan cowok kaya Tyrex
2023-02-15
0
𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡
galak bener kabur....🏃🏃🏃🏃
2023-02-11
0