Episode 5:
Sawah yang hijau, pegunungan nan sejuk. Menjadi bukti bahwa desa Jatiyem termasuk desa yang masih sangat asri.
Alina menghirup dalam-dalam udara segar pagi ini. Di karenakan hari ini adalah hari Minggu, Alina menyempatkan diri untuk mengunjungi orang tua nya yang sedang berada di sawah, ia juga membawakan rantang yang berisi bekal makanan untuk kedua orang tua nya.
Alina menyusuri jalan setapak untuk menemui orang tua nya.
Tak butuh waktu lama, Alina pun sampai. Ia lantas memanggil kedua orang tua nya untuk makan siang. Setelah selesai makan siang, Alina berniat untuk membantu orang tua nya di ladang, namun Imah dan Jaka tidak mengizinkan nya.
" Gak papa lah Bu, sehari ini aja! Kan mumpung hari Minggu juga." Rengek Alina pada orang tua nya.
" Gak usah gelis! gak papa ibu dan bapak tidak di bantu mah, lebih baik kamu belajar saja di rumah, atau tidak kamu bisa beres-beres rumah saja." Bujuk Imah.
" Ya sudah lah kalau ibu melarang, Lina mah bisa apa." Ucap Alina pasrah.
" Ya sudah, Alina pulang dulu, mau beres-beres rumah." Ucap Alina lagi. Ia lalu menyalami tangan kedua orang tua nya dengan takzim, setelah itu Alina pun pulang.
\*\*\*\*\*\*\*\*
Alina pun kembali menyusuri jalan setapak yang tadi ia lalui. Langkah nya terhenti kala ia berpapasan dengan seseorang yang sedang mengistirahatkan tubuh nya di pondok dekat sawah. Ia juga menyempatkan diri untuk bertegur sapa dengan orang tersebut.
Dia Dian, pemuda kampung di mana Alina tinggal. Dian juga diam-diam menaruh hati pada Alina sudah cukup lama
Karena tidak percaya diri, Dian memendam perasaan nya untuk Alina. Ia merasa tak pantas jika bersanding dengan bunga desa itu. Dirinya hanyalah petani miskin dan juga tak cukup tampan untuk meminang gadis tercantik di kampung nya tersebut.
" Assalamualaikum Aa Dian! Kumahadamang Aa?" Tanya Alina basa-basi.
" Waalaikumsalam, Alhamdulillah sae neng! Eneng teh dari mana?" Tanya Dian.
" Itu A', dari nganterin bekal buat ibu sama bapak." Jawab Alina dengan sopan.
" Eneng teh sendiri pulang nya?" Tanya Dian dengan logat Sunda nya.
" Ya iya atuh A', sendiri. Masa sama dedemit. Aa mah aya-aya wae." Canda Alina di iringi dengan kekehan nya.
" Henteu kitu atuh neng! Ah Eneng mah, Maksud Aa teh, Eneng tidak ada teman nya ke sawah, biasanya kan selalu sama si Dewi. Kemana Dewi, kok tumben Aa jarang lihat Eneng sama Dewi jalan bareng lagi?" Seketika Alina terdiam. Benar juga yang di katakan Dian. Seperti nya beberapa Minggu ini, Dewi seperti menghindar dari nya. Sebenarnya ada apa dengan gadis itu? Memang nya dia berbuat salah apa pada kakak angkatnya itu? Tapi Alina harus tetap berpikir positif, mungkin saja dia sedang sibuk atau sedang lelah saja, hingga dia tak sempat untuk menemui nya.
" Ah mungkin teh Dewi lagi sibuk, jadi tidak ada waktu untuk ketemu sama saya, lagian salah Lina juga sih A', tidak pernah kerumahnya, kayaknya Lina musti ke rumahnya sekarang deh A'." Ucap Alina.
" Nanti saja atuh ke rumah Dewi nya! Sekarang Eneng temani Aa saja dulu di sini. Aa kesepian di sini neng, butuh teman yang cantik kayak si Eneng." Ucap Dian mulai ngelantur. Mendengar kalimat ambigu dari Dian, membuat Alina bergidik ngeri. Meskipun ia belum tahu apa maksud ucapan pria dewasa ini.
" E,,,, tidak usah A'! Lina mau langsung aja ke rumah Dewi nya, abis itu Lina di suruh ibu beres-beres rumah." Ucap nya sedikit gugup.
Tak di sangka, Dian malah menghampiri nya, membuat Alina semakin merasa takut. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan agar Dian tidak merasa tersinggung. Tiba-tiba sebuah ide muncul bak lampu neon di atas kepala nya.
" Aduh,,,,,,,,,,,!!" Rintih nya sambil memegangi perutnya yang sebenarnya tidak sakit.
" Kamu kenapa neng Lina?" Tanya Dian, ia mencoba ingin memegang perut Alina, namun dengan cepat Alina menepis tangan nya.
" Tidak A', tidak apa-apa, cuma mules aja, kayak nya perlu ke toilet terdekat deh." Ucap nya berbohong.
" Aduh A', udah di ujung ini, Alina permisi dulu ya, nanti keluar di sini lagi, kan berabe." Tanpa menunggu izin dari lawan bicara, Alina pun bergegas ingin pergi. Tapi naas, tangan nya sudah lebih dulu di cekal kuat oleh Dian, dia seakan paham bahwa Alina sedang berpura pura.
Alina yang merasa ada yang tidak beres pun, dengan sekuat tenaga ia melepaskan diri dari Dian.
" A' lepas A'! Lina mau pulang." Mohon nya dengan tubuh yang mulai bergetar karena takut.
" Nanti ya, setelah kita santai-santai di sini hemmm!" Ucap nya dengan tatapan yang sulit di artikan. Ia tersenyum smirk ke arah Alina, dan memandangi tubuh Alina dari atas hingga bawah. Membuat sang empu semakin ketakutan.
" Aa mau ngapain?" Tanya Alina ketakutan saat Dian memegang tangan nya semakin erat. Dian tidak menggubris sama sekali pertanyaan Alina, ia malah menarik tangan Alina dan hingga gadis itu terjatuh tepat di dada Dian. Dan kini posisi mereka persis seperti orang yang sedang berpelukan, dengan posisi Alina yang membelakangi Dian, dan dengan sengaja, Dian meletakkan wajah nya di ceruk leher Alina, seperti orang yang sedang memadu kasih.
Tanpa Alina sadari, seseorang sudah siap membidik adegan mereka berdua, dan setelah itu ia tersenyum menang.
" Lepasin saya! Jangan bertindak kurang ajar ya kamu." Bentak Alina. Dengan sekuat tenaga pula, Alina memberontak, hingga akhirnya ia bisa terlepas dari dekapan Dian.
Plakkk
Wajah Dian terlempar ke samping saat sebuah tamparan mendarat di pipi nya. Ia hanya tersenyum smrik sambil memegangi pipi kiri nya akibat tamparan Alina tadi.
" Lina gak nyangka Aa sebe*at ini, Lina gak kenal dengan Dian yang sekarang, LINA BENCI AA DIAN!!!" Teriak Alina histeris. Ia lantas berlari menjauh dari Dian sambil menangis. Sedangkan Dian hanya terdiam mematung tanpa ekspresi, ia seolah menyesal dengan apa yang baru saja ia perbuat, namun ia harus melakukan nya demi mendapatkan Alina, meskipun itu belum tentu terjadi.
Alina menyusuri gang yang menuju rumah nya dengan perasaan tak menentu, air mata nya sejak tadi tak bisa ia bendung, meski ia sendiri sudah berusaha, agar orang orang kampung tidak melihat kesedihan nya, termasuk keluarga nya. Ia berniat untuk menutupi kejadian yang baru saja terjadi, dan menganggap itu sebuah kecelakaan. Namun sebisa mungkin ia tetap akan menghindari Dian untuk selamanya, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Kini Alina sudah sampai di depan rumah nya, ia menatap aneh pada segerombolan warga yang berdiri di depan rumah nya, serta pak Asep selaku ketua RT yang sedang menenangkan warga nya yang sedang ricuh. Alina juga menangkap keberadaan Dewi di sana, entah untuk apa.
Alina semakin di buat bingung dengan kejadian kejadian yang beberapa waktu lalu menimpa dirinya, seolah menjadi misteri bagi nya, di tambah kejadian hari ini yang yang semakin membuat nya pusing.
Maaf ya aku masukin bahasa daerah sedikit. Kalau seandainya ada yang salah, mohon kritik dan saran nya . Maklum saya bukan orang Sunda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments