Cuaca Kota yang kerap sekali disebut metropolitan itu sore ini terlihat sangat cerah, secerah senyuman merekah pada sosok wanita semampai yang baru saja keluar dari tempat berkumpulnya para burung bermesin yang biasa disebut Airport.
Wanita berkebangsaan Australia-Indonesia ini baru saja bertolak dari Amerika ke Indonesia atau tepatnya Jakarta untuk memenuhi tuntutan dari orang tuanya untuk segera pulang, pasalnya sudah terlalu lama Rosé meninggalkan Negara kelahirannya, dan hal ini adalah yang paling membuat Rosé tertekan.
Dengan langkah tergopoh walaupun hanya menyeret satu benda kotak beroda, Rosé yang berpawakan kurus ramping bak artis K-Pop masa kini, akhirnya menemukan sosok pria yang memang sudah diwajibkan untuk menyusulnya di tempat ini.
"Rosé!" Pria seksi berkulit bening, sebening air yang turun langsung dari gunung itu pun melambaikan tangan ke arahnya sembari menyebut nama sedikit keras.
Seperti menemukan oksigen yang mampu membuatnya hidup kembali, Rosé sungguh bahagia luar biasa bisa bertemu dengan orang yang biasa dipanggilnya 'kurcaci' itu, ya walaupun baru dua minggu mereka berpisah, karena pria bernama James itu bertolak ke Indonesia dua minggu lebih dulu karena ada urusan yang harus diselesaikan.
Tak membuang waktu lama, Rosé langsung saja berlari dan menubruk tubuh kekar milik James untuk dipeluk, walaupun pendek untuk ukuran pria, tetap saja dia adalah pria yang cukup tinggi 174 cm dengan perawakan luar biasa menawan.
"Ayo pulang," ajak Rosé setelah melepaskan pelukannya, tak mau mengukur lebih lama.
"Apartemen atau rumah?"
"So pasti, apartemen, masih perlu lo tanya?" Pasalnya Rosé sudah meneritahu James bukan? Bahkan untuk Apartemen itu sendiri James lah yang berusaha mencari.
James berdiri tegap, melipatkan kedua tagannya di dada, menatap intens manik mata wanita yang ada di depannya, tersangka yang ditatap pun jadi bingung seakan akan bertanya kenapa-lo-natap-gue-sampai-segitunya?
"Kenapa lo natap gue gitu banget sih, Jam?" tanya Rosé akhirnya, wanita itu memundurkan langkah kebelakang walau hanya sejengkal karena tak kuasa menahan tatapan membunuh dari pria berwajah imut bak bayi tapi menakutkan secara bersamaan.
Bukannya menjawab, James lebih memilih untuk menjerat jemari Rosé dengan miliknya, menggiringnya menuju mobil yang siap membawa mereka kemana saja.
James mengangkat koper yang sedari tadi diseret Rosé, memasukkannya ke bagasi mobil, setidaknya roda koper akan beristirahat sejenak untuk tidak berputar putar di lantai. Sedangkan Rosé sendiri memilih masuk duluan meninggalkan James ke dalam mobil dan duduk di kursi sebelah kemudi dimana nanti James sendiri yang akan menjadi supirnya.
Keheninganpun terjadi di dalamnya, James tidak suka suasana seperti ini, Rosé pun juga bingung dengan perilaku sepupunya yang sejak tadi mendiamkannya, padahal Rosé sangat rindu sekali.
"Kenapa nggak pulang ke rumah dulu sih Rosé?" tanya James akhirnya. Rosé hanya diam kalut akan pikirannya sendiri, masih terngiang-ngiang di kepala atas perkataan terakhir dari sang Ibu.
Kau harus pulang Rosé!
Kata-kata sesimpel itulah yang membuat Rosé berfirasat buruk, seolah-olah dia akan terjebak dan kembali ke masa lalu yang berhasil mengobrak-abrik kehidupannya, membawa kesedihan yang terlampau menyakitkan hingga membuatnya jera dan putus asa.
Bagi Rosé, perkataan itu lebih dari sebuah ancaman mengingat usia Rosé yang tidak muda lagi dan tidak memiliki pasangan, ia tidak mau lagi melihat kenyataan pahit yang menolak ketidak berdayaan atas kelemahan yang dimilikinya, jujur Rosé tidak siap mengecewakan orang lain, atau Rosé sendirilah yang sebenarnya tak bisa menerima pria lain dalam hidupnya secara tidak sadar.
Mungkinkah firasat itu akan benar-benar terjadi? Maksudnya, Rosé berdirasat akan ada pertemuan yang membuatnya sakit hati setelah sampai di Negara ini.
"Bisa nggak lo nggak usah banyak tanya dan kita langsung pergi ke apartemen saja!!" pinta Rosé kelewat datar dan mengabaikan pertanyaan James.
James tidak habis pikir dengan wanita yang berada di sampingnya, sudah tujuh tahun meninggalkan Indonesia bukannya pulang ke rumah menuntaskan rindu kepada orang tua dan kakak satu-satunya, Rosé lebih memilih untuk tinggal sendiri di apartemen, sangat tidak wajar.
"Dasar keras kepala, lo pikir susah gitu buat bang Candra cuma buat nyari keberadaan lo doang? Lihat noh di dibelakang, dua curut suruhan abang lo." James memutar kepalanya kebelakang, Rosé pun mengukiti arahan dari sepupunya itu.
Rosé mengerutkan bibirnya tidak terima atas penuturan James yang seolah-olah mengancam keberadaannya. Tapi memang benar, dua curut yang sedang mengikuti Rosé dan James adalah suruhan Candra kakak kandung Rosé. Kemanapun Rosé pergi, dua laki-laki itu juga ikut, tapi tidak hanya itu saja, masih banyak yang mengikuti Rosé tanpa sepengetahuannya.
"Apa lo nggak mikirin om Toby kalau lo kabur? Bahkan, bokap lo nggak pernah absen sebulan sekali nengok lo ke Amerika Rosé!!" James sedikit meninggikan suaranya.
"Pokoknya gue nggak mau tau, Jam," Rosé tetap pada pendiriaannya yang memang sangat sulit untuk dirobohkan, James tau betul itu.
"Alyne." panggil James melemah.
Jika James sudah memanggil Rosé dengan begitu, artinya James sudah diambang kesabaran menghadapi keras kepalannya, Rosé perlu siaga untuk mengeluarkan jurus andalannya. Rosé menundukkan kepalanya seraya memainkan jari-jari tangannya, James yang tau itu memandang Rosé sebentar lalu fokus menyetir lagi.
"Jam, tolong gue sekali ini aja, kalau memang firasat yang gue rasain nggak terbukti, gue akan siap tinggal di rumah." Rosé memelas dengan segala kemampuan yang ia punya. Setidaknya kebohongan Rosé kali ini disetujui oleh James, karena pada dasarnya Rosé memang tidak berniat tinggal dengan orang tua, Rosé akan tinggal sendirian, titik.
James paling tidak bisa melihat Rosé yang sedang memelas seperti ini, ia sangat tahu jika Rosé benar-benar serius. Dengan sekali anggukan, James menandakan perse-tujuan. Semudah itulah James termakan rayuan Rosé. Tapi jujur, Rosé tidak benar-benar merayu untuk kali ini, ia sungguhan atas kegundahan yang terpendam semenjak perintah orang tuanya waktu lalu, meskioun Rosé tidak mengelak ia sedikit licik untuk itu.
Untuk memecah keheningan yang terlampau dingin setelah perbincangan yang menguras emosi, akhirnya Rosé mencoba untuk membuka suara. "James, kenapa lo nggak kerja di perusahaan om Jack aja?" tanya Rosé asal.
James menarik seulas senyuman. "Lo juga, kenapa nggak kerja bareng bang Candra, kurang kerjaan banget."
Keduanya lantas tertawa menyadari kebodohan mereka, sudah menjadi kebiasaan antara James dan Rosé, keluarga mereka memang sangat kaya dan mempunyai perusahaan yang bisa dibilang salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, tapi mereka berdua memilih jalan masing-masing untuk masa depan dan tentunya sangat di setujui oleh keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Hai
Penasaran knp Rose nggk nyaman pulang, masa cuma gara2 g pengen ketemu dia
2023-01-05
0
Hai
Dua saudara ini saling sayang, suka banget
2023-01-05
0