Akhirnya James dan Rosé sudah sampai di depan gedung apartemen megah yang akan ditinggali oleh Rosé. James mengambil koper milik Rosé yang ada dibagasi mobil.
"Rosé, itu tempat kita kerja." Ucap James saat ia sudah berdiri di samping Rosé.
Telunjuk pendek James menunjuk ke arah kanan menuju bangunan yang sangat besar dan tinggi bertuliskan 'Hospital of Jakarta' yang tidak jauh dari tempat mereka, lalu setelahnya pria itu menunjuk gedung yang ada dihadapannya, karena saking tingginya kepala Rosé sampai menengadah menghadap langit. "Ini gedung apartemen lo," imbuhnya memberitahu.
James dan Rosé adalah seorang Dokter, mereka sudah lulus menempuh pendidikan Dokter Umum lalu melanjutkan ke Dokter Spesialis, James mengambil Spesialis Tulang, sedangkan Rosé memilih untuk menjadi Dokter Spesialis Anak.
Rosé takjub. "Waah itu tempat kita kerja, Jam?" tanya Rosé yang masih belum percaya sambil menunjuk gedung rumah sakit.
"Nggak percayaan banget sih?" James sampai tidak habis pikir, padahal di kontrak kerja tertulis dengan jelas. "Bukannya di kontrak sudah dituliskan dengan jelas nama Rumah Sakit-nya?"
Rosé merotasikan bola matanya sebelum menyanggah, "Bukan itu yang gue maksud James, gue suka aja deket banget dari apartemen, gue bisa jalan kaki dong buat berangkat!"
"Lo yakin jalan kaki?" tanyanya dengan mata memincing ragu.
"Tentu dong."
"Itu cuma kelihatannya aja deket Rosé, tetep lo bakalan capek kalau jalan kaki. Lagian mobil udah gue siapkan di lobby apartemen lo."
James melihat jam tangan yang selalu bertengger di tangan kanannya "Rosé maaf, gue nggak bisa nganter lo ke dalam, lo masuk sendiri, unit apartemen lo ada di lantai 5 nomer 32 B, gue ada urusan, sangat mendesak kali ini."
"Oke, gue keatas sendiri, orang cuma bawa barang ini doang," jawab Rosé sembari melihat koper yang siap diseretnya kembali.
"Bunga mawar gue mana, Jam?" tanya Rosé lagi, wanita itu tidak akan pernah lupa akan bunga mawar yang selalu menjadi teman semasa hidupnya.
James terkekeh lalu membuka pintu mobil bagian belakang, mengambil bunga mawar yang terkulai dengan indahnya. "Ini, gue nggak pernah lupa sama anak-anak lo, besok sore gue udah pesenin bunga mawar buat dekorasi apartemen, petugasnya bakal ngubungin lo langsung, tungguin." James menyerahkan bunga mawar itu pada Rosé.
"Terimakasih James sayang." Rosé memeluk James sebelum akhirnya melenggang memasuki gedung apartemen.
...****************...
Dera tersenyum getir sembari menatap nanar bunga-bunga yang masih diguyuri air olehnya, sambil menerawang dan berandai-andai suatu hari sang pembawa virus yang berhasil menularkan kecintaannya pada Bunga Mawar kembali lagi dan muncul dihadapannya.
"Lihat saja nanti kalau kau kembali, mommy akan menghukummu nak." ucapnya walaupun dalam hatinya menghukum itu berbeda arti, mencoba selalu percaya bahwa yang ditunggunya akan kembali lagi.
Suara derapan langkah begitu jelas menelusuk telinga Dera, sontak saja wanita paruh baya itu menoleh kemana atensinya mendapat perhatian. Senyum mengembang begitu ditemukan sosok pria yang masih dianggap sebagai bayi walaupun terlalu besar untuk bisa disebut bayi lagi.
Niko memeluk Ibu tercintanya. "Mah, aku kangen," ucapnya.
"Ada apa denganmu, Ko?" tanyanya seraya mengusap punggung gagah anak sulungnya.
Niko menimbang-nimbang apa yang akan disampailan kepada ibunya, merasa bimbang terlebih takut merepotkan. Tapi Niko merasa ibunya tidak akan merasa keberatan untuk permintaannya kali ini. Dengan keberanian dan tekad demi masa depan orang lain, pria itu pun berdoa di dalam hatinya sebelum mengatakannya.
"Mah, apa boleh Niko merepotkan mama?" tanyanya seraya menuntun ibunya untuk duduk di kursi teras belakang rumah.
"Apa maksudmu, Ko? Nggak usah berbelit-belut ah." jujur Dera memang bingung menanggapi pertanyaan anaknya, tidak biasanya Niko seperti ini.
"Mah, bagaimana cara Mama bisa menerima Hana?" tanya Niko ragu-ragu, oh ayolah pria itu takut pertanyaanya membuat sang ibu marah.
Ya benar saja, Dera melepaskan genggaman tangan putranya hingga menepis, raut mukanya berubah masam. "Jangan bilang ini ada hubungannya dengan Hana yang tidak bisa hamil? Benar?"
"Maaf Mah, Niko nggak bermaksud membahasnnya."
Dera menghembuskan nafasnya untuk mendinginkan otakknya yang tadi sempat memanas, tidak tega sebenarnya melihat bayi besarnya mendadak murung dan merasa bersalah seperti itu.
"Nak, dengarkan Mama." pandangan Dera lurus kedepan, mendengar penuturan tegas dari ibunya, sontak membuat Niko mendongakkan kepalnya, serius mendengarkan.
"Bagi mama, memiliki keluarga yang bahagia sudah cukup, melihat kau dan Hana sehat saja itu lebih dari cukup, yang lebih menderita itu kalian bukan mama, Tuhan sudah mengatur semuanya, mama bisa apa kalau sudah seperti ini, lagipula mama masih memiliki bayi besar sepertimu dan bayi kecil Vee bukan, kau tidak usah memikirkan hal aneh-aneh lagi," ucapnya diakhiri dengan senyuman seraya memandang wajah putranya.
Dera memang ibu yang bijaksana, dimana banyak sekali mertua yang memandang sebelah mata pada menantu mereka yang mengalami kemandulan, tapi tidak dengan dirinya, seolah menepis semua anggapan bahwa semua mertua itu jahat, ia sangat menyayangi menantu satu-satunya yang bahkan tidak bisa memberikan keturunan untuk putranya Niko. Hal yang patut disyukuri bagi Hana.
"Terimakasih ma.....ma Niko butuh bantuan mama." seorang Niko Andrian Bellamy yang tidak pernah minta apapun ataupun memohon pada ibunya, namun hari ini, detik ini membuat Dera seperti dibutuhkan oleh anaknya.
"Apapun, katakanlah." ucapnya antusias.
"Mah, apa mama ingat dengan gadis muda seorang dokter dari Amerika yang dulu pernah Niko ceritakan pada mama?" Niko mencoba mengingatkan.
Menelusuk kedalam otaknya untuk mengutak-atik potongan-potongan ingatan seraya mengrenyitkan dahi seolah-olah berpikir keras. Dera telah mampu mengingat setelah kumpulan ingatannya berjejer jadi satu.
"Apa gadis muda yang mendonorkan tulang sumsumnya untukmu, tapi sayang mama belum sempat bertemu dan mengucapkan terimakasih padanya," sesal Dera setelah mengingat gadis yang telah menyelamatkan anaknya itu.
"Nah, sebagai ucapan terimakasih bolehkan dia tinggal bersama mama dan Hana di Jakarta?" tanya Niko.
Tidak taukah Niko bahwa ibu tercintanya itu mencoba mengartikan apa yang barusan diucapkannya, Dera seakan tidak percaya akan permintaan putranya yang menurutnya sangat konyol.
"Apa kau akan berpoligami, Ko?" Terlontarlah pertanyaan yang sedari tadi melayang-layang butuh asupan jawaban.
Tawa Niko menggema begitu saja, ternyata ibunya salah mengira atas permintaannya. "Enggak, ma. Astaga, itu tidak akan pernah terjadi, nanti Niko ceritakan kalau dia setuju atas usulanku," jelasnya yang di angguki oleh Dera.
Belum puas akan jawaban anaknya, sebagai wanita, pasti Dera akan merasakan ganjil bila ada di posisi Hana menantunya. "Apa Hana tahu tentang ini?" tanyanya.
"Tentu saja ma, asal mama tahu, ini semua ide Hana!!" jawab Niko santai.
"Benarkah?"
Niko pun mengangguk seraya tersenyum puas. Dera dibuat penasaran oleh anaknya yang satu ini, rencana macam apa yang sedang anak dan menantunya lakukan?
"Jadi kapan mama pindah ke Jakarta?"
"Mama tunggu Sena kesini dulu, mungkin dua minggu lagi kesana bareng dia."
Dera memang akan pindah ke Jakarta lagi setelah tugasnya di Bandung sebagai dokter rumah sakit cabang selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Nayaka
banyak tokoh,masih memahami alur
2023-02-06
0
Hai
Banyak konflik tp bikin penasaran
2023-01-05
0
Hai
Konflik banyak
2023-01-05
0