Bab 4

Akhirnya mobil yang di tumpangi Elan sampai juga di depan rumah, setelah mobil berhenti Ajun pun turun lebih dulu dan di susul ketiga anak buatnya, mereka kembali memegangi tangan Elan.

"Lepas aja kali, emang gue bakalan kabur kalau sudah di rumah gini!?" protes Elan dan Ajun pun menyuruh anak buahnya untuk melepaskan tangan Elan.

"Mari tuan muda!?" ucap Ajun sambil meminta Elan untuk berjalan di depan.

"Elan aja, nggak ada tuan muda tuan mudaan!" protesnya lagi.

"Baik!?" jawab Ajun singkat.

"Apanya om?"

"Elan!" ucap Ajun dan Elan pun tersenyum,

Srekkkk

Tiba-tiba tangan Elan mengalung di pundak Ajun membuat Ajun terkejut, Elan masih bisa tersenyum dengan santainya meskipun melihat wajah Ajun yang tegang itu.

"Baiklah!? Ayo!?" ucap Elan.

"Maaf, tapi ini bisa di lepaskan dari bahu saya?"

"Nggak bisa, gimana dong!?" ucap Elan dengan becanda,

"Ayolah om, jangan kaku gitu." Elan segera mengajak Ajun masuk. Tapi dengan mudah Ajun menarik tangan Elan dan menekuknya ke punggung.

"Aughh, aughhh sakit om, lepasin om!?" keluh Elan.

"Om akan lepasin kalau sudah sampai di hadapan ayah kamu!?" ucap Ajun, sekarang ia sudah bersedia di panggil om karena sudah tidak berada di depan anak buahnya, ketiga anak buahnya tadi menunggu di luar seperti biasa.

"Jahat banget sih om!?" keluh Elan tapi Ajun tidak peduli.

Hingga akhirnya Ajun membawa Elan ke ruang kerja ayahnya,

“Selamat malam pak Rendi!” sapa Ajun ketika sampai di ruang kerja, Rendi.

Mengingatkan lagi bagi yang sudah baca kisah Rendi di "My Block of ice" atau bagi yang belum baca bisa baca dulu di sana ya,

Rendi adalah ayah Elan, nama lengkapnya Narendra Rendiasyah. Pekerjaannya masih sama, ia menggantikan tugas ayahnya, atau kakek Elan sebagai tangan kanan keluarga finityGroup. Selain itu ia juga mengelola perusahaannya sendiri,

Rendi juga mengelola sebuah organisasi miliknya sendiri untuk mencetak pasukan-pasukan khusus yang biasa di ambil oleh bos perusahaan-perusahaan besar untuk menjadi pasukan pengamanan atau semacam ajudan atau pengawal pribadi.

Sedangkan bunda Elan bernama Nadin, Nadinda aulya Putri. Nadin diberi wewenang oleh mertua dari kakak perempuannya yang bernama Ara untuk mengelola dan menjadi ketua yayasan sekolah tempat Elan dan Key karena sang kakak lebih memilih mengelola usaha kafe dan restaurannya.

Kembali ke cerita Elan.

“Selamat malam pak Rendi!” sapa Ajun ketika sampai di ruang kerja, Rendi.

Rendi yang tengah sibuk dengan layar datarnya segera mendongakkan kepalanya menatap putra dan ajudan pribadinya itu. Tatapannya begitu dingin hingga membuat suasana di ruangan itu semakin beku.

Mati aku ...., Elan sadar jika sudah begini pasti ayahnya sangat marah apalagi jika ingat dengan nilai ulangannya yang hanya berakhir di angka empat.

“Ayah_!” ucap Elan yang hendak menjelaskan tapi Rendi segera mengangkat tangannya memberi isyarat pada Elan untuk tidak bicara dulu dan Elan pun hanya bisa diam jika sudah di hadapkan dengan ekspresi ayahnya yang seperti itu.

Kayaknya nih di negaranya Frozen , dingin bener ...., batin Elan mencoba mencairkan rasa tegangnya.

“Tinggalkan kami berdua!” perintah Rendi.

“Baik pak!” ucap Ajun, ia pun memundurkan langkahnya sekitar dua langkah di belakang Elan lalu menundukkan kepalanya memberi hormat sebelum benar-benar pergi.

Akhirnya Ajun pun meninggalkan ruang kerja Rendi, kini hanya tinggal ayah dan anak di dalam ruangan itu.

Elan masih berdiri di tempatnya, ia hendak duduk tapi lebih dulu ayahnya bicara membuatnya mengurungkan niatnya untuk duduk,

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Rendi begitu dingin, memang ayah Elan itu terkenal dengan sifat dinginnya tapi dia juga sangat pintar.

"Elan mau duduk yah!?" jawabnya sambil memegangi sandaran kursi yang berada di depan meja kerja ayahnya itu,

"Duduk dan jelaskan pada ayah!?" ucap Rendi dan Elan pun bernafas lega,

Ehhh, akhirnya ....

Elan pun akhirnya jadi duduk,

“Ayah_, sebenarnya_!”

Belum sampai Elan selesai menjelaskan, ucapanya sudah lebih dulu di potong,

“Aku tidak suka dengan alasan yang akan kamu berikan,"

Yahhh tadi suruh jelasin, sekarang tidak usah di jelasin, gimana sih nggak jelas banget ...., batin Elan kesal.

"Ayah nih gimana sih, Elan kan belum jelasin. Udah di potong aja!?" protesnya.

"Ayah nggak suka kalau ku sampai kabur-kaburan lagi, sudah berap banyak guru les yang ayah siapkan buat kamu, dan semuanya gagal gara-gara ulah kamu itu!?"

"Elan kan sudah bilang yah, Elan nggak suka ada guru les, lagi pula Elan bisa belajar sendiri."

Mendengar penjelasan putranya, Rendi tersenyum tipis, ia pun berdiri dari duduknya dan berjalan mengitari meja, ia berhenti tepat di depan Elan dan duduk di tepi meja dengan menyillangkan kedua tangannya di depan dada,

"Bukankah ayah sudah pernah memberi kesempatan itu, dan hasilnya bagaimana?! hmmm?"

Istttt, masih ingat aja, pendendam banget jadi orang ...., keluh Elan dalam hati. Benar saja apa yang di katakan ayahnya, Elan terlalu santai dalam hidupnya, tidak mengirimkan guru les bukanlah ide yang tepat karena saat kenaikan kelas dua tahun lalu ia tidak naik kelas gara-gara semua nilainya tidak lebih dari dua.

"Ya, Elan butuh kesempatan ke dua aja, yah!?"

"Jika menurutmu tindakan ayah salah, ayah akan mengirim kamu ke rumah kakek! Biar kakek yang mendidik kamu!”

"What's!?" Elan benar-benar terkejut sambil berdiri dari duduknya,

Itu ancaman yang paling menakutkan untuk Elan, ayahnya saja sudah cukup menakutkan baginya, apa lagi kakeknya. Bahkan ayahnya juga sangat takut pada kakeknya.

“Apaan sih yah …, Elan nggak mau ya ke rumah kakek!” tolak Elan,

"Lalu?" tanya ayahnya.

"Ya Elan nggak mau!?" ucapnya dengan keras kepala, ia tidak suka dengan keputusan ayahnya. Ia sudah cukup tertekan dengan segala peraturan yang di berikan ayahnya.

Rendi pun berdiri dari duduknya, ia kembali berjalan memutari meja dan kembali duduk di kursi kerjanya, melipat salah satu kakinya di kakinya yang lain sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, tangan kanannya memegang bolpoin yang ia ketuk-ketukkan di atas meja membuat suasana kembali mencekam.

Sekarang apa lagi ....

“Ya sudah, buktikan sama ayah!” ucap ayahnya yang sedang duduk di kursi kerjanya dengan senyum dinginnya, sedikit menggoyang kan kursinya itu dengan tangan kanan yang memegang bolpoin yang sengaja ia putar-putar.

Jika di depannya itu adalah anak buahnya pasti sudah gemetar tubuh pria yang ada di depannya itu.

Tapi sayangnya di hadapannya sekarang adalah putranya, bukan Elan namanya jika sampai takut. Ia benar-benar anak yang sulit di taklukkan.

“Ujian kali ini Elan dapat nilai lebih bagus!” ucap Elan dengan begitu pasti.

“Ayah pegang kata-kata kamu!”

“baik siapa takut! Elan mau istirahat, selamat malam yah!” ucap Elan , ia segera berdiri sambil menundukkan kepalanya. Ia segera meninggalkan ruang kerja ayahnya.

“Dasar keras kepala!” gumam sang ayah melihat punggung Elan yang menghilang di balik pintu ruang kerjanya.

Bersambung

Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya

Follow akun Ig aku ya

Ig @tri.ani5249

...Happy reading 🥰🥰🥰...

Terpopuler

Comments

Alysha Apriliani

Alysha Apriliani

Yo Podo Karo awak mu mas Rendi

semangat terus up nya KK Tri

2023-01-26

0

Roroazzahra

Roroazzahra

yaelah bang Rendy sesama keras kepala dilarang menghina🤭

2023-01-20

0

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

Elan Elan... musti dikarantina ini anak kayaknya

2023-01-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!