Suara ponsel yang berdering dengan begitu keras membangunkan Luna dari tidurnya. Ia segera bangkit dari ranjang perlahan sembari mengucek mata, lalu meraih ponsel yang terletak di atas lemari pakaian.
Nama Zion tertera pada layar ponsel ketika Luna telah meraih ponsel itu. Luna lantas berdecak kesal karena Zion menghubunginya di waktu yang tidak tepat.
"Halo, kenapa menelepon di waktu yang sepagi ini, Zi, aku masih sangat mengantuk!" omel Luna.
"Cepat ganti pakaianmu sebelum aku memutuskan nasib apa yang pantas diterima oleh Zion tersayangmu."
Suara dari seberang panggilan benar-benar membuat Luna terkejut. Kedua matanya yang masih sangat mengantuk tiba-tiba saja terbuka lebar. Dadanya berdebar tak keruan hingga rasanya organ di dalamnya hendak terlepas dan terlempar ke udara.
Luna menoleh ke tempat tidur, memastikan bahwa sang ibu masih terlelap sebelum ia mulai berbicara. "Miss," lirihnya.
"Ya, ini aku. Aku tidak menyangka jika kalian berdua sekongkol di belakangku selama ini. Dasar sampah!" Suara Miss. Rana dari seberang panggilan terdengar sangat marah. Ia membentak dan memaki Luna dengan kata-kata kotor di saat yang bersamaan.
Akan tetapi, makian dari Miss. Rana bukanlah hal yang mengkhawatirkan bagi Luna sekarang. Ia bahkan tidak merasa takut pada kemarahan wanita itu, yang ada di dalam pikiran Luna sekarang hanyalah Zion. Apa yang terjadi pada pria itu setelah Miss. Rana menangkapnya? Tidak mungkin Zion baik-baik saja mengingat sifat Miss. Rana yang begitu kejam dan tidak berprikemanusiaan.
"Di mana Zion?" tanya Luna.
"Tidak akan kukatakan kecuali--"
"Baik, Miss, apa pun yang Miss minta dariku akan kulakukan, tapi katakan padaku di mana Zion? Aku harus memastikan dia baik-baik saja." Luna mendesak. Ia tahu jika apa yang dikatakannya sungguh Gila. Bagaimana jika Miss. Rana memintanya untuk menjajakan diri. Apa ia akan setuju juga?
"Ruang cuci. Zion di sana sekarang. Aku harap dia belum tenggelam." Miss.Rana menjawab dengan santai sembari tertawa puas.
"Ruang cuci! Tenggelam! Apa maksud ...." Luna tidak meneruskan ucapannya. Ia segera mematikan ponselnya dan berlari menyusuri lorong ruang bawah tanah. Mendorong beberapa drum yang menggelinding di dekat pintu kayu yang hampir roboh, lalu segera menaiki anak tangga dua-dua sekaligus.
Luna tahu apa yang telah Miss. Rana lakukan pada Zion. Dulu sekali ada seorang penjaga yang ketahuan mencuri beberapa barang berharga milik Miss. Saat itu Miss. Rana memberikan hukuman yang sangat kejam dan tidak masuk di akal. Miss. Rana mengikat kaki dan tangan penjaga itu dan meletakan tubuh si penjaga di sebuah bak penampungan air berukuran besar yang kosong di ruang cuci, lalu mengisi bak penampungan itu dengan air lewat bagian bawah bak. Hal itu tentu saja membuat si penjaga akhirnya tewas karena tenggelam. Luna tidak ingin Zion bernasib sama seperti penjaga itu.
Setibanya di puncak tangga, Luna berhenti sejenak. Napasnya terengah dan matanya mulai berair, dengan susah payah Luna berusaha agar tidak menangis. Ia memang sering berkata kepada dirinya sendiri bahwa menangis hanya dilakukan oleh wanita lemah. Ia tidak lemah, dan ia tidak boleh menangis!
Akan tetapi, bayangan akan tubuh Zion yang tenggelam di dalam sebuah bak penampungan air sungguh membuat Luna tidak dapat menahan air matanya. Bukan saja ingin menangis, saat ini ia juga ingin berteriak dan meminta bantuan pada setiap orang yang ada di sana. Namun, ia tahu jika hal itu pastikan akan sangat percuma.
"Ruang cuci masih jauh. Aku harus bergegas. Tunggu aku, Zi, aku pasti akan menyelamatkanmu." Luna bergumam, berusaha menguatkan dirinya sendiri, karena memang ruangan yang ditujunya masih lumayan jauh.
Rumah Merah, adalah sebutan bagi bangunan yang sekarang Luna dan Zion tempati. Bangunan itu besar dengan puluhan kamar dan ruangan lain di dalamnya. Terdapat puluhan lorong dan puluhan anak tangga agar Luna dapat mencapai ruang cuci yang berada di lantai lima. Tidak ada elevator yang bisa membawanya agar lekas sampai ke atas, karena elevator hanya bisa dilewati oleh tamu VVIP yang mendapatkan kartu akses khusus dari Miss.
Luna melanjutkan langkahnya berlari menyusuri lorong-lorong berbau alkohol. Sesekali ia bertemu dengan para penjaga yang berjalan sempoyongan di lorong, mungkin sedang di bawah pengaruh minuman keras atau mungkin juga pengaruh obat-obatan terlarang.
"Hai, Pelacur, duduklah di atasku sebentar. Aku akan bayar!" teriak salah seorang penjaga yang dengan entengnya meremas bokong Luna saat Luna melintas.
Luna menendang bagian sensitif penjaga kurang ajar itu, kemudian terus berlari.
"Argh! Sialan. Awas kamu. Dasar ***_***!"
Luna tidak menghiraukan teriakan si pria penjaga. Ia terus berlari hingga akhirnya ia tiba di lantai lima yang merupakan lantai teratas Rumah Merah. Dengan gesit Luna berlari ke ruang cuci, memeriksa satu persatu bak penampungan air yang ada di sana sambil berteriak memanggil nama Zion, barangkali Zion bisa mendengar kedatangannya.
"Zion! Zi! Kamu di mana?" Luna berteriak berulang kali hingga ia tiba di bak terakhir, dan di sanalah ia mendapati Zion hampir tenggelam. Tangan dan kakinya terikat, serta mulutnya disumpal dengan kain.
Luna segera masuk ke dalam bak penampungan air dan menarik tubuh Zion agar wajah pria itu tidak tenggelam. Zion terbatuk saat Luna berhasil mengeluarkankannya dari dalam air dan segera melepas ikatan pada tangan, kaki, dan juga sumpalan di mulutnya.
"Trims," ujar Zion, dengan napas yang terengah-engah.
Luna memeluk tubuh Zion dan mulai menangis. "Maaf, aku datang terlambat."
"Tidak. Jika kamu terlambat, aku pasti sudah mati."
"Ya, kamu memang hampir mati karena aku."
Zion tertawa. "Benar. Aku hampir mati karena dirimu."
"Bagaimana bisa kamu ketahuan?" Luna bertanya, tetapi belum sempat Zion menjawab, Miss tiba di ruang cuci dengan didampingi oleh beberapa penjaga bertubuh besar di samping kanan dan kirinya.
"Untungnya kamu tidak mati, Zi," komentar Miss. Rana, begitu ia tiba di hadapan Zion dan Luna.
Zion diam saja, walaupun Luna melihat gurat kemarahan dj wajah pria itu dengan jelas.
"Nah, seperti janji yang telah kamu ucapkan padaku tadi, Lun. Aku ingin agar kamu menemui Pak Bimo hari ini."
Deg.
" Pak Bimo?" Bukankah dia orang yang ingin agar aku--"
"Benar sekali. Layani dia sebaik mungkin. Aku tidak ingin mendengar keluhan dari bibirnya," ujar Miss. Rana sembari melambaikan gaun yang begitu terbuka berwarna murah muda ada di hadapan Luna.
"Jika aku tidak mau?" tanya Luna.
Miss. Rana tertawa. "Tolak sajalah kalau kamu ingin mendengar kabar kematian Zion atau mungkin kabar kematian ibumu."
Luna mengepalkan tangan. Ia merasa marah karena diperlakukan dengan tidak adil. Miss. Rana selalu memanfaatkan kehadiran ibunya dan juga sekarang Zion untuk mengendalikannya dirinya.
"Cepat ganti dan masuklah ke kamar 122, dia ada di sana."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Rihana.hana
orang kaya nenek gayung gitu emang so berkuasa ..
lanjutt
2023-01-02
1