❤️🤍❤️🤍❤️🤍
الحب الذي أبحر في عينيك جعلني أرى النور
Alhubu aladhi ‘ubhar fi eaynayk jaealani ‘araa alnuwr.
Artinya: Cinta yang berlayar di matamu, telah membuatku melihat cahaya.
❤️🤍❤️🤍❤️🤍
Bab 4
"Kalian semua ikut??" tanya Anas menunjuk Yoga, Rendra, Toni dan Romi.
"Ya ikut Ndan, apa mau di ketok kepala kita oleh malaikat Izrail nantinya??" ucap Yoga mewakili ketiga temannya.
Anas terkekeh mendengar ucapan Yoga, sementara Alvan yang telah berwudhu itu menatap seseorang yang tengah membawa sesuatu di tasnya dan instingnya berbicara....... MEREKA DALAM KEADAAN BAHAYA.
"Ada orang bawa tas." ucap Alvan.
"Cakep komandan!!!" balas keempat prajurit serempak.
Alvan menatap tajam ke arah keempat prajuritnya. Lagi serius seriusnya di kira berpantun.
"Pala kau cakep, tuh ada orang bawa tas mencurigakan bengek." ucap Alvan menunjuk ke arah seorang yang mencurigakan.
"Ada apa Van??" tanya Anas.
Tiba tiba setelah Anas bertanya sebuah ledakan tak jauh dari tempat Anas, Alvan dan keempat prajurit sekitar empat puluh meter itu kini luluh lantak. Banyak tubuh yang hancur tak berbekas.
"Van!! Panggil polisi dan ambulan cepat!!" teriak Anas sembari berlari ke arah beberapa korban yang selamat terkena ledakan.
Alvan segera melemparkan ponselnya ke arah Yoga untuk memberikan instruksi memanggil ambulan dan polisi segera. Rendra, Toni dan Romi mengambil sikap siaga dengan membantu Alvan dan Anas menolong korban yang selamat.
"Ton!! Pegang dan tekan lukanya!!" teriak Anas sembari merobek bajunya untuk memberikan pertolongan dengan mengikat ke luka korban.
"Sial!! Iblis kau Aryani!!" teriak Alvan tengah memandang sebuah foto yang dimana terdapat fotonya saat SMA bersama Ridwan.
"Ndan!! Sabar Ndan!!" ucap Rendra menenangkan Alvan yang tengah memeriksa tas yang di duga berisikan bom rakitan.
Setelah kekacauan atas peledakan bom di depan gereja St Maria Catholic kini Anas menghampiri Alvan yang tengah terduduk menggenggam sebuah foto di tangannya.
"Van? Rokok??" Anas menawarkan rokoknya ke Alvan.
"Makasih." pendek Alvan bernada sendu sembari mengambil satu batang rokok dari Anas.
"Kita pulang dan shalat Dzuhur di apartemen." ajak Anas seraya menunggu keempat prajuritnya menemui mereka berdua.
"Nas, jika Aryani tertangkap biar aku yang membunuhnya." pinta Alvan lirih.
Anas menoleh ke arah Alvan, banyak pertanyaan muncul setelah nama Aryani telah di sebut Alvan.
"Sudah kamu baca berkasnya Nas? Jika kita berhasil menangkap Aryani maka jangan cegah aku untuk membunuhnya karena dia..." ucapan Alvan terputus kemudian menangis hingga terguncang tubuhnya.
"Berceritalah nanti semuanya karena berkas tak begitu akurat Van." pinta Anas sembari mengangkat tubuh Alvan yang terduduk menangis.
Sepanjang perjalanan kembali menuju apartemen suasana mobil menjadi sunyi, tak ada gelak tawa Alvan maupun keempat prajurit di belakang mereka berdua.
"Maaf Ndan, kita lengah." ucap Yoga memecah keheningan.
Anas mengangguk menjawab ucapan Yoga akan tetapi Alvan masih menatap keluar jendela dari kursi penumpang depan. Mobil terparkir rapi dan terlihat seorang memakai setelan pakaian dinas tentara nasional lengkap dengan pangkat nya.
"Assalamualaikum wr wb, Anas, Alvan. Ku dengar kalian dari tempat kejadian perkara??" tanya pria dengan pangkat bintang satu tersebut.
"Kak Iqbal? Ada apa kesini??" tanya Alvan menatap Iqbal penuh curiga.
"Masuk....!! Karena aku berikan kabar gembira untuk kalian berdua atau mungkin untuk adikku ini." ucap Iqbal memegang pundak Alvan.
Mereka berdua masuk dan berjalan ke arah cafe apartemen di pojok tepatnya. Setelah mereka memesan kopi dan Anas meminta izin untuk shalat Dzuhur yang hampir habis waktunya ke arah Iqbal dan Alvan.
Setelah Anas selesai segera menyusul ke arah cafe akan tetapi langkahnya terhenti ketika melihat Shanti berjalan ke arahnya. Anas hanya menundukkan pandangannya untuk tidak terjadi kontak mata dengan wanita yang beberapa jam lalu di tolong nya. Tapi....
"Mau kemana ehmmmm." kata kata Shanti terputus mengingat nama Anas.
"Ke cafe, ada apa??" tanya Anas pendek.
"Boleh ikut??" tanya Shanti.
Anas mengangguk dan berjalan terlebih dahulu menuju cafe yang dimana Alvan dan Iqbal telah menunggunya.
"Assalamualaikum wr wb, maaf menunggu lama." ucap Anas seraya menyalami Iqbal.
"Waalaikumsalam wr wb, Anas siapa dia??" tanya Iqbal menunjuk Shanti yang di belakang Anas.
"Panjang Komandan ceritanya." ucap Anas singkat seraya mengambil sebatang rokok untuknya.
"Yauda tunggu Alvan yang tadi ikut kamu shalat." ucap Iqbal seraya menatap Shanti tajam.
"Hai namaku Shanti. Benarkan ku bilang, kalian pasukan khusus untuk menangkap Renata dan laki laki ****** itu kan??" ucap Shanti santai sembari mengambil duduk di samping Anas.
Anas yang merasakan duduknya terlalu dekat dengan Shanti segera menggeser duduknya sedikit menjauh dari Shanti. Shanti yang mengetahui itu tersenyum di hatinya.
"Kenapa dia selalu menghindariku, bukan kah kebanyakan penganut dari keyakinan dia banyak yang suka dekat dengan wanita juga?." batin Shanti.
"Maaf Nona siapa? Dan kenapa mengenal Anas dan Alvan? Bisa di ceritakan???" pinta Iqbal ke arah Shanti yang menatap Anas kagum.
Shinta pun menoleh ke arah Iqbal dan kembali menoleh ke Anas untuk meminta suatu jawaban.
"Cerita saja Nona, dia Komandan ku." ucap Anas sembari menyesap kopi nya.
Shanti mengangguk dan menceritakan pertemuannya dengan Anas dan Alvan beberapa jam lalu. Mimik wajah Iqbal yang menatap Shanti menyiratkan sebuah pertanyaan besar bagi Anas.
"Eh di sini juga Nona jembatan." ucap Alvan baru datang.
Shanti yang sedikit tersindir menatap Alvan tajam yang baru saja menyebut nya "Nona Jembatan."
"Nama saya Shanti...!! Bukan Nona Jembatan...!!!" pekik Shinta.
"Lha situnya tadi mau bunuh diri di jembatan kan? Bagaimana jika aku panggil Nona Jembatan? Atau Nona Kun Kun??" enteng Alvan merubah nama orang.
Shanti semakin mendelik mendengar namanya di ganti ganti seenak jidatnya oleh Alvan.
"Sudah sudah, aku kesini mau menyampaikan ini." ucap Iqbal menyodorkan beberapa foto ke depan Alvan.
Alvan menatap foto di depannya dengan tersenyum kemudian berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil mendapatkan mainan baru.
"Dia sudah sadar Kak? Bagaimana kondisi keponakan ku di perut Tria?." tanya Alvan antusias.
"Semua baik baik saja dan sekarang menjalani rawat inap di rumah sakit al-Fatih." ucap Iqbal menatap Anas.
Anas mendengar nama rumah sakit itu segera menatap Iqbal lekat.
"Komandan bilang di rumah sakit Al-Fatih??" tanya Anas.
"Ya benar dan aku sudah tahu jika keluarga mu adalah besan dari keluarga besar Al-Fatih kan serta Renata adalah mantan kekasih dari adik ipar mu, benar begitu Anas??" tanya Iqbal menyerahkan dokumen rahasia terkait penyelidikannya.
Anas mengambil berkas dan membacanya, lagi dan lagi Anas harus kembali mempelajari hal berbau Renata.
"Anas, kamu mengenal Renata??" tanya Shanti yang kini hanya berjarak beberapa centi dari Anas.
Anas yang mencium aroma segar parfum milik Shanti segera menjauh, bukan munafik untuk menerkam tubuh Shanti yang terlihat seksi saat ini di matanya, Anas manusia normal yang kapan saja berubah menjadi manusia khilaf nantinya jika terus terusan berdekatan dengan Shanti.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy New Year pembaca "Di Antara Rosario dan Tasbih", yuk komentar dan like nya ya. Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Najwa Aini
masih banyak teka teki tak terjawab
2023-05-21
1
mis FDR
cerita kk sangat bagus, semangat 💪☺️ terus buat kk nya
2023-03-06
0
SENJA ROMANCE
Baca deh kak sampai habis maka kakak akan tahu😊
2023-03-06
0