Bab 3| Lomba

Setelah dari ruang guru minggu lalu, Stella mendapat tawaran dari Pak Bayu untuk membaca puisi saat pelepasan perpisahan minggu depan. Ingin menolak, tapi karena Stella melihat siapa pengarang puisi tersebut dia jadi bersemangat untuk mencoba.

"Aku percaya kau bisa". Jack yang sudah disamping Stella seperti power bank selalu memberi energi saat Stella lagi-lagi tidak percaya diri

"Kau tahu, aku sangat gugup". Ungkap Stella menatap nama pencipta Puisi ditangannya

"Ini bukan pertama kalinya, kau berdiri didepan orang banyak Stella" Jack jadi bingung kenapa tiba-tiba saja gadis ini gugup

"Kau benar, aku harusnya percaya dirikan". Stella mengepalkan tangan ke atas pertanda semangat untuk diri sendiri.

Tampa mereka berdua sadari dibalik kaca ruangan guru, seseorang memperhatikan mereka sejak tadi dengan wajah datar serta tatapan penuh menyelidik.

"Jadi bagaimana mereka menurutmu? Kata pak Bayu berniat menggoda temannya.

"Apa maksudmu? Jawabnya sambil berjalan ke arah bel, dan menekannya. Sudah waktunya anak-anak masuk kelas, itu lebih baik daripada harus nongkrong tidak jelas dibawah pohon. Fikirnya.

Sore harinya Stella, Jack dan Anggi sudah berada didalam Aula, Stella dan teman lainnya yang ditugaskan akan latihan mulai hari ini. Dan tentu saja Jack akan selalu ada untuk menyemangati pujaan hatinya, dia tidak akan membiarkan orang lain lebih dulu mendekati Stella, tidak juga buat Pak gurunya.

"Stella, sekarang giliranmu". Panggil Pak Bayu dengan gerakan tangan memanggil Stella yang masih sibuk bercanda dengan Jack dan Anggi.

Stella berdiri, dan menghampiri Pak Bayu kemudian berdiri di atas panggung dengan kertas ditangannya, jangan lupakan sebuah pengeras suara berdiri di depannya, seperti memang sudah siap menangkap suara indah Stella.

Seketika hening, semua mata dan telinga terfokus pada Stella yang diatas panggung dengan gerakan bibir yang dibuat sedemikiannya untuk mengepresikan bacaan puisinya.

Bagi Jack, Suara Stella sangat indah, sangat pantas membawakan Puisi tersebut, terlihat jelas bagaimana Jack menatap bangga pada Stella dibatas panggung, dan itu semua tidak luput dari perhatian seseorang yang juga berada disana. yang hanya berdecak kesal melihat tatapan Jack pada Stella.

Setelah hening tentu saja suara menjadi riuh kembali, semua orang bertepuk tangan karena bagi mereka Stella memang pandai sekali membaca puisi. Tetapi itu hanya sekejab setelah suara seseorang membuat suasana menjadi tegang.

"Kenapa kalian bertepuk tangan seolah-olah kalian sangat bahagia?" Pak Boy berdiri dari duduknya, berjalan kearah pak Bayu dan duduk disamping temannya.

"Oh ternyata pencipta puisi kita sudah hadir". Kata Pak Bayu berdiri ke arah Stella yang masih setia berdiri di podium

"Harusnya kau belajar lebih baik lagi, Jangan membuat suaramu seperti wanita yang akan menggoda pria. Tentu saja ucapan Pak Boy membuat seisi ruangan menahan nafas. Semua mata tertuju ke arah Stella yang sudah mulai menahan amarah. Wajahnya merah padam.

"Saya bahkan membuat kata-kata indah ini semalaman dan dia merusaknya dengan suaranya". Ucap Pak Boy lagi. Disini terlihat Pak Boy sangat tidak menyukai Stella dan itu salah karena dia adalah guru. Bukankah guru harusnya membimbing? Tapi sepertinya Pak Boy punya cara sendiri untuk mendidik, karena dia tahu tiap anak memiliki karakter berbeda-beda.

******

"Jangan bersedih, setidaknya kau sudah berusaha menjadi terbaik". Jack mengacak-acak rambut Stella, karena sejak kemarin sahabat nya ini hanya murung dan tidak seceria biasanya. kemarin saat pak Boy berkata tidak enak, Guru mereka yang suka sekali menghukum itu menggantikan Stella dengan Anggi. Tentu saja Anggi langsung menolak karena dia tidak suka berada di atas panggung dan membiarkan semua mata menatapnya dengan diam. Itu sangat menyeramkan baginya

"Siapa bilang aku sedih, aku bahagia karena akhirnya Anggi yang menggantikanku". Senyumnya melihat ke arah Anggi yang terlihat tidak bersemangat sama sekali.

"Lalu kenapa wajahmu seperti itu?"

"Aku hanya bingung bagaimana caranya menaklukkan hatinya". Maksudnya hati Pak Boy.

"Aku tidak akan memberi ide, asal kau tahu, karena aku yang lebih pantas bersama mu". Jack membanggakan diri dengan mengacak-acak kembali rambut Stella. Stella hanya geleng-geleng saja. Sebenarnya Jack itu sangat tampan di usianya. Seperti itu dia sudah menjadi bintang disekolah. Banyak gadis diam-diam mengidolakannya tetapi mereka sadar tidak mamou menggeser Stella.

Eheeeem

Suara deheman terdengar dibelakang mereka sontak membuat dua gadis itu memaku karena tahu suara siapa dibelakangnya.

Terkecuali Jack, dia dengan santainya menatap pak Boy tampa dosa.

"Stella, jangan Pacaran terus, kau seharusnya banyak belajar, kau lupa nilai ulangamu semakin turun?. Peringat Pak Boy yang menangkap aksi mesra dua sahabat itu.

Stella hanya mengerutkan kening, "Bukankah nilaiku tidak ada yang turun?". Gumamnya dalam hati. Dia kesal karena Pria tampan didepannya ini selalu saja membuat moodnya turun naik.

"Dan Anggi, teruslah latihan kau punya waktu 5 hari dari sekarang". Setelah mengatakan itu. Pria yang suka membuat hati Stella kadang remuk kadang bersemi itu berlalu begitu saja. Sangat aneh. Sudah membuat jantung hampir copot. Dia berlalu begitu saja.

"Dia sangat menyebalkan untung saja aku suka". Gumam Stella dengan senyuman dan langsung mendapat jitakan sari Jack.

"Jangan memujanya, walaupun dia guru kita, aku tidak suka. Aku cemburu".

Stella dan Anggi hanya menatap Jack jengah, setelah mengatakan perasaannya Jack lebih suka terang-terangan sekarang. Sangat menyebalkan bagi Stella tapi tidak mungkin mengusir pemuda tampan yang banyak diminati semua gadis. Stella menyayanginya.

"Dan aku tidak menyukai ini, kalian tahu aku akan pingsan diatas panggung nanti, apalagi saat menyadari semua mata menatapku". Keluh Anggi menenggelamkan wajahnya di pundak Stella.

"Sudahlah, akupun sebenarnya tidak menyukai posisi itu". Stella terbahak, membuat Anggi semakin kesal. Yah Stella memang tidak ingin membaca puisi atau jadi apapun nanti. Kemarin karena dia melihat nama pencipta puisi itu saja membuatnya ingin mencoba. Dan dia bersyukur digantikan.

Saat mereka kembali asyik dengan curhatan mereka karena Joshua tiba-tiba datang mepet disamping Anggi. Karena Joshua memang sangat gemar membawa berita-berita viral di sekolah, akhirnya semua berita yang dia dapat sejak beberapa hari yang lalu dia tuangkan semua pada tiga sahabatnya. Mereka bertiga tentu tidak masalah karena ada beberapa dari semua berita yang dibawa Joshua ada saja berita yang memang mereka tunggu-tunggu. Bukankah Joshua ini sudah layak seperti reporter?

Dan tiba-tiba benda pipih yang sedari tadi di genggam Stella menyala. Terdapat sebuah pesan masuk. Stella membuka dengan menutup layar dengan sebelah tangannya tidak membiarkan mata orang lain menagkap isi pesan yang dia terima.

Setelah melihat isi pesan itu tiba-tiba saja gadis manis ini berdiri dan melompat kegirangan. Jelas membuat ketiga sahabatnya heran. dan menggeleng-gelengkan kepala. Stella sangat kekanakan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!