Sebuah pikiran gelap menyelinap, begitu licik dan memuakkan, mencoba meracuni benak Chia.
Apa aku jual diri saja? Toh, aku sudah tidak perawan lagi, kan?
Plak!
Telapak tangannya menampar pipinya sendiri. Perih. Tapi rasa sakit itu justru menjadi pengingat untuk menyadarkan dirinya. Tidak, Chia. Jangan serendah itu. Jangan murahan! Kau harus berpikir jernih.
"Aku harus pulang ke kost. Bicara baik-baik sama Ibu kost. Siapa tahu, bulan depan diberikan keringanan," gumamnya, mencoba meyakinkan diri. Langkahnya terasa berat, menyeret dirinya kembali ke realitas yang menekan.
Benar saja, begitu tiba di depan gerbang, Ibu Kost sudah berdiri di sana, menunggunya dengan sorot mata setajam pisau.
"Hehe, malam, Bu," sapa Chia gugup, mencoba tersenyum sopan. Ibu kost mendekat, langkahnya mantap, tanpa senyum sedikit pun.
"Ah, ampun, Bu! Saya keluar hadiri pertemuan kelulusan, bukan keluyuran kok!" Chia segera mengatupkan kedua tangannya di depan dada, mengira tamparan atau jambakan akan mendarat. Namun, yang disodorkan Ibu Kost adalah selembar kartu ATM.
"Ini, seseorang menitipkan ini padamu," ucap wanita itu, suaranya dingin.
"Buat saya? Dari siapa, Bu?" Chia mengambil kartu itu dengan bingung. Kartu hitam pekat, terasa dingin di tangannya.
"Tidak tahu," jawab Ibu Kost ketus, melipat tangan di dada.
"Kalau begitu, saya pamit pergi mengecek isinya dulu ya, Bu. Siapa tahu ini dari keluarga jauh saya, yang bisa membayar sewa kontrakan saya." Chia menunjuk ke arah jalanan, berharap ada secercah harapan.
"Tidak perlu," potong Ibu Kost. "Isi di dalam kartu itu saTu miliar."
"Apa?! Satu miliar? Serius, Bu?" Chia tersentak, matanya terbelalak menatap kartu di genggamannya. Angka itu terlalu besar untuk dicerna otaknya yang sedang kacau.
"Ya. Dan semua sewa kostmu, biaya listrik, air, sudah terbayar lunas. Semuanya. Jadi, malam ini juga, pergilah dari sini."
Mulut Chia menganga. "Pergi? Ibu mengusir saya?" Jari telunjuknya gemetar menunjuk dirinya sendiri.
"Ya. Saya tidak mau gadis tidak jelas sepertimu di sini. Saya cemas kau akan membawa kesialan pada penghuni kost lainnya. Pergilah!" bentak Ibu Kost, nada suaranya mengandung sedikit rasa iri yang tertahan melihat Chia yang tiba-tiba mendapat rezeki nomplok.
"Cih, baiklah. Terima kasih sudah menampung saya, Bu. Permisi." Chia menelan ludah, berbalik pergi. Ia meremas kartunya itu dan selembar surat lain yang terselip bersama kartu, surat dari suaminya yang tak terlihat itu.
Sial, dia benar-benar menyebalkan. Aku seperti simpanan om-om!
Chia berjalan menyusuri jalanan sepi, cahaya lampu jalan yang redup menemani langkahnya. Sudut matanya menangkap siluet sebuah klub malam, cahaya neonnya berkedip menggoda dalam kegelapan.
Sebuah ide gila melintas. "Oke, akan kuhabiskan semua isi kartu ini! Biar kau di sana bangkrut dan gila!" geramnya. Ia tahu suaminya itu kaya raya, tapi rasa kesal karena memiliki suami bagaikan makhluk tak kasat mata jauh lebih besar dari kegembiraan uang itu.
Chia masuk ke dalam klub, memesan segala jenis minuman keras. Ia menenggak semuanya, berharap cairan alkohol itu bisa membilas setiap jejak "benih" terkutuk itu dari tubuhnya, mencegah janin itu terbentuk. Ia takut, sangat takut, bayangan malam pertama itu terus menghantuinya.
"Woy, minggir dong!" bentak Chia, yang sudah mabuk parah. Ia mendorong seorang pria yang mencoba menariknya berdiri. Dunia berputar, kepalanya pusing dan berat, namun pandangannya tiba-tiba terpaku pada pria yang berdiri di depannya. Tinggi, tegap, dengan aura yang sangat kuat. Wajahnya… tampan, bahkan dalam pandangan kaburnya. Senyum tipis, miring, terukir di bibirnya.
"Hai, Nona, kau baik-baik saja, 'kan?" tanya pria itu, suaranya dalam dan berat, mirip… suara yang selalu menghantuinya.
Chia menyentuh dagu pria itu, lalu dengan gerakan sensual, mengalungkan kedua tangannya ke leher pria itu. Ia menatapnya dengan mata yang kini terlihat menggoda, bibir bawahnya digigit nakal, menciptakan ekspresi yang menggairahkan.
"Hai, lepaskan, Nona." Meskipun jelas pria itu menolak, Chia menggeleng manja. Tubuhnya sempoyongan, sebelum akhirnya ia pingsan, jatuh ke dada bidang pria itu.
Gerry Brandon Rios, pria itu, menghela napas panjang. Tangan kokohnya menepuk pelan pipi Chia yang basah oleh keringat dan air mata yang samar.
Kedatangannya memang untuk memastikan kondisi istrinya, namun ia tak menyangka akan menemukan Chia dalam keadaan menyedihkan seperti ini, jelas-jelas mencoba menggagalkan kehamilannya.
Sepertinya, aku harus melakukan percobaan kedua, segera.
Ia pun mengangkat tubuh Chia, membawanya pergi dari klub itu, kembali ke hotel. Baru seminggu berlalu sejak malam pertama mereka, dan malam ini, takdir kembali mempertemukan mereka dalam "adu cinta" yang kejam. Gerry butuh seorang anak, segera mungkin, untuk menyelamatkan hidupnya yang sedang dipertaruhkan.
....
Like, komen dan subscribe ❤️
Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Joey Joey
Kekeh dengan ceritanya rencananya hhh
2023-01-08
0
Suky Anjalina
belum paham dengan suaminya jadi lanjut
2023-01-01
0
Rizky prasetyor862@gmail.com
ikutan melipir say
2023-01-01
0