Malam telah berganti pagi, sang surya mulai menampakan cahaya kuning keemasan yang terpancar disela tirai yang menutupi jendela kamar yang sudah empat tahun ini Arini tempati semenjak melahirkan buah hati kecilnya.
Kamar kontrakan yang terbilang sempit ini, terasa cukup untuk ditempati berdua. Kamar yang sekaligus dijadikan ruang TV LCD ukuran kecil yang terpasang di tembok, itupun hadiah yang diberikan teman-teman kerja Arini saat ulang tahun Nuno yang ke-3. Arini sangat bersyukur Nuno dikelilingi orang-orang yang tulus menyayangi dan mencintainya.
Sebuah lemari plastik 4 tingkat, tersimpan disudut ruangan dan sebuah meja kecil yang dibagian tengahnya tersimpan pot bunga plastik, yah lumayan buat penghias meja agar terlihat lebih berwarna, hee... Kadang meja itu pun dijadikan meja multifungsi dimana sesekali digunakan untuk menyimpan makanan setelah selesai memasak.
Dibalik tembok ada dapur dan kamar mandi yang lumayan nyaman untuk dipakai membersihkan diri.
Begitulah kehidupan Arini semenjak pindah dari Ibu Kota Jakarta ke Surabaya, kota yang begitu asing buatnya kala itu. Perlu banyak waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan orang-orang asing yang sama sekali tidak Arini kenal. Bahkan Arini tak berani datang ke kota kelahirannya di Bandung karena itu akan sangat membuat keluarga besarnya malu dengan keadaan dia yang kala itu sedang berbadan dua tanpa status pernikahan apalagi seorang suami.
Sulit memang, tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur kesalahan yang Arini perbuat tidak akan bisa kembali sekalipun Arini berteriak dan memohon kepada sang pencipta.
Ibu yang sudah lama tiada semenjak Arini berumur 10 tahun dan ayah yang seorang PNS bekerja disebuah instansi pemerintahan dan menikah kembali dengan seorang wanita muda yang terpaut usia 8 tahun. Saat itu dipertemukan oleh paman untuk bisa menjadi pengganti ibu untuk Arini.
Namun takdir berkata lain ibu Tiri hanya memandangnya sebelah mata. Dia hanya menginginkan ayah karena bekerja sebagai PNS walau status ayah seorang duda beranak satu. Karena waktu itu seorang PNS merupakan pekerjaan yang lumayan sejahtera untuk kehidupan di kota Bandung.
Memang benar nyanyian "Ibu tiri hanya cinta kepada ayah ku saja" itu memang terjadi pada diri Arini, namun Arini bersyukur mempunyai seorang adik yang sayang dan penurut seperti Raka, adik kesayangannya.
Ayahnya meninggal saat Arini memasuki bangku kuliah di Jakarta, ayahnya mengalami kecelakaan saat melakukan perjalanan Dinas bersama teman kantornya. Saat itu Arini benar-benar terpukul, orang yang benar-benar dia sayangi sekarang sudah tidak ada lagi. Tapi Arini bertekad dalam hati untuk membuat ayah dan ibunya bangga melihatnya disurga sana. Karena kehidupan Arini akan segera dimulai.
Dengan modal beasiswa yang didapat, Arini mengambil jurusan Akuntansi Bisnis sesuai dengan cita-citanya menjadi seorang akuntan handal disebuah perusahaan ternama. Bermula menjadi seorang karyawan biasa dan beralih naik jabatan menjadi seorang manager. Terlalu muluk memang, tapi itu yang selama ini terbesit dalam pikirannya.
Arini tersenyum melihat Nuno yang masih bergelut dalam selimut bergambar Doraemon favoritnya. Pria kecilnya itu sungguh menggemaskan, wajahnya yang tirus, kulitnya yang putih bersih, rambut hitam tebal legam siapapun yang melihatnya pasti berkata pria kecil yang lucu dan tampan.
Sekelebat bayangan Aditya datang kembali dalam pikirannya, benar-benar mirip dengannya.
Ya Tuhan....sampai kapan dia akan pergi dari ingatanku, kenapa sulit seperti ini. Aku sangat membencimu Dit...kamu sudah menorehkan luka yang sangat dalam...teramat dalam.
Enyahlah dari pikiranku, menarik rambutnya frustasi dan Arini menghembuskan nafasnya kasar.
"Nuno...ayo bangun sayang liat udah jam 6, nanti kesiangan loh." Seru Arini sambil menusuk-nusuk pipi Nuno.
"Masih ngantuk Bun..."
"Kalau nggak bangun, bunda nggak bakalan mau ngajak Nuno makan ice cream hari minggu nanti. " sambil menyilangkan kedua tangannya diperut dan tersenyum jail.
Seketika itu juga Nuno bangun dan mengucek-ngucek matanya. " Nuno bangun bun, Nuno langsung mandi ya." Jawabnya langsung berlari kekamar mandi.
Arini terkekeh geli melihat pria kecilnya itu. Memang hari minggu adalah hari yang dinanti-nantikan Nuno karena jarang sekali Arini punya waktu untuk berlibur, karena kadang waktu liburnya dia gunakan untuk mencari kerja sambilan untuk menambah penghasilan guna memenuhi kebutuhan seharu-hari.
Arini pun berseru," Memang Nuno bisa mandi sendiri, biasanya kan Bunda mandiin?" sambil berjalan kearah kamar mandi yang letaknya bersebelahan dengan dapur.
Terdengar jawaban Nuno dari balik kamar mandi yang tidak tertutup rapat. "Ta udah Bun, Nuno mau helajar mandi hendili. Kata ibu gulu dihekolah, halus bisa hosok hihi dan mandi hendili." Nuno berkata sambil menggosok giginya.
Arini tersenyum mendengarnya, ada perasaan bangga yang muncul dalan hatinya. Arini bersyukur dari kecil Nuno termasuk anak yang tidak rewel, mudah paham, cerdas dan sangat penurut. Nuno terlihat lebih dewasa dari anak seusianya, mungkin karena keadaan yang memaksanya atau mungkin karena Arini yang pintar mengajarkan Nuno untuk tidak manja dan bersikap mandiri.
"Baiklah, yang bersih ya. Bunda siapkan baju dan sarapan dulu."
Arini berlalu menuju lemari mengambil baju seragam sekolah TK Nuno. Mengecek kembali peralatan sekolah Nuno dan memasukan bekal makanan untuk Nuno makan di Sekolah.
Nuno muncul dari arah dapur dengan sebagian badan yang masih terlihat bercucuran air, Arini tersenyum gemas melihatnya.
"Sini Bunda bantu keringin, masih basah tuh punggungnya."
Selesai memakaikan baju, Arini beranjak untuk membawa sarapan Nuno.
"Bun makannya telor tambah kecap ya."
Arini datang menghampiri Nuno dengan membawa sepiring nasi ditangannya.
"Sayang, nggak papa ya kecapnya sedikit soalnya bunda lupa beli kemarin."
Nuno langsung mengambil nasi yang diberikan Arini kepadanya.
"Iya nggak papa bun, Nuno tetep suka."
"Anak pinter."
Telor ceplok kecap memang makanan kesukaan Nuno, makanan yang sangat sederhana namun sangan Nuno suka. Nuno memang tidak pernah pilih-pilih soal makanan karena Nuno dari kecil sudah tahu kalau ibunya bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa ada seorang figure ayah disampingnya.
Pernah suatu ketika Nuno bertanya perihal ayahnya, karena tidak bisa dipungkiri Nuno seorang anak kecil yang butuh sosok ayah didekatnya. Melihat teman-temannya yang selalu pergi diantar sekolah oleh ayah mereka, tak urung membuat Nuno merasa iri. Arini hanya bisa menjawab kalau ayah Nuno sedang pergi jauh untuk mencari pekerjaan dan suatu saat pasti akan pulang dan menjemput mereka pergi bersamanya.
Sejak saat itu Nuno tidak pernah bertanya lagi soal ayahnya, karena Nuno merasa setiap dia bertanya perihal ayahnya wajah Arini seketika menjadi murung dan bersedih. Dan Nuno tidak suka melihat itu semua.
"Oke, sudah beres." Seraya beranjak setelah mengikat tali sepatu Nuno, Arini segera mengunci kamar kontrakannya.
"Hey mau kemana Nuno...Lupa ya?" Arini mengangkat kedua tangannya seperti orang yang hendak berdoa.
Nuno tersenyum," Lupa Bun...Bismillahi tawakaltu a'lallahi lahaula walakuwwata illabillah, Amiinnn...." Nuno mengusapkan kedua tangan kewajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Lilik Malikha
alhamdulillah.. udah baca yg ke 4x ngga pernah bosen.. sambil nungguin keajaiban bersatunya Nuno & Aruna dr author..
2021-09-25
1
Sutar Sutar
Haaaii Aku mampir di cerita Arini dan Nuno dulu, aku tinggal dulu Adilla,, Aruna,, biar ketemu benang emasnya. like yaa
2021-09-04
2
Septia Nurrahma Kusuma Zurina
jadi ngingetin aku sama mantanku juga. Aditya dia ninggalin aku tapi kami hanya sebatas pacaran.
2021-04-24
1