"Nak, kamu siapa namanya??" Tanya wanita itu kepada Andin sehingga membuat lamunan Andin ter-bubarkan.
"Uhm.. nama saya Andin buk,"
"Kamu kenal sama wanita gila barusan??"
"Saya nggak kenal, hanya saja pernah bertemu sekali atau dua kali.." jawab Andin dengan senyum kecil di bibir nya.
"Buk, apa saya udah buat kriminal dengan biarin wanita barusan bunuh diri?? ta-tapi kan saya udah coba buat tahan dia, dia dorong saya! ss..sa..saya nggak buat kriminal kan buk??"
Andin bertanya, dia merasa bersalah dan kebingungan, ada sedikit rasa takut kalau dirinya akan di tahan dalam jeruji besi.
"Kamu berani buat tahan orang gila yang mau bunuh diri disini itu udah bagus, tenang aja, kamu bukan kriminal kok!" Tegas wanita itu.
"Nak karena kamu udah baik, apa boleh kalau saya stop kan angkot untuk kamu? dan.. umm kamu mau pulang arah mana?"
"Nggak apa kok buk saya bisa sendiri, lagian setelah dengar kata kata ibuk, saya merasa lega sedikit, tapi kalau ibuk mau stop kan angkot nya, saya terimakasih banyak."
Mereka berdua berjalan ke tepian jalan, wanita yang bersama dengan Andin itu memberhentikan satu angkot untuk Andin naiki, setelah angkot berhenti, Andin masuk ke dalam nya, awalnya Andin kira kalau wanita itu searah dengan Andin dan hendak pulang bersama, tetapi wanita itu malah melepaskan Andin begitu saja,..
"Kamu naik dulu.." Ujar wanita itu kepada Andin.
"Dah" (melambaikan tangan kepada Andin yang berada di dalam kendaraan yang sedang berjalan)
*Kamu gadis yang baik! kenapa saya lihat takdir kamu sangat tragis, kenapa takdir rela mainin kamu sampai segitunya?.. Asmara, masa depan, tersiksa, saya hanya liat tiga kata itu dari wajah kamu, saya harap takdir akan berbaik hati dengan kamu dan kita bisa jumpa lagi di esok hari, gadis kecil.
Setibanya Andin di rumah, dia membuka pintu rumah dengan pelan dan tak bersemangat, dan hal itu membuat Alex terheran, bagaimana putri nya bisa tiba di rumah dengan cepat;
"Andin?, kamu cepet banget yang dateng?" Tanya Alex yang berjalan menghampiri Andin.
"Ayah, Andin belum juga nyampe terminal bis, tadi Andin baru naik angkot mau ke terminal tapiii. . . udah ah ayah, Andin capek. . ." Ujar Andin yang terlihat lesuh dan tak bersemangat.
Andin menaiki anak tangga meninggalkan ayahnya yang masih di lantai bawah tadi, Andin hendak ke kamar, tetapi ayahnya mengikutinya masuk ke kamar.
"Andin? 15 menit lagi Alvin mau terbang loh,.."
"Ayah! udah nggak mungkin lagi buat Andin sampai ke bandara dalam kurun waktu kurang 15 menit! sekarang udah percuma ayah!"
Andin berbicara dengan nada yang terlihat kesal, dia membanting tubuh kecilnya di atas ranjang, dan tak menghiraukan keberadaan ayahnya yang berdiri di pintu.
Siang berganti malam, hari berganti hari, setiap bulan berlalu terasa sangat cepat, setiap pagi dan malam hari Andin rutin mengirimkan pesan kepada Alvin, hanya saja yang Alvin katakan tetap sama; dia mengatakan dirinya sibuk, sebentar lagi begitu setiap hari.
Andin merasa kalau Alvin sedikit berbeda, mungkin karena ada sesosok wanita baru di dalam hati Alvin yang membuat ia tak merespon Andin.
Saat tepat tiga tahun Alvin kuliah di luar negeri, ayah Andin menderita kanker paru paru. Ayah yang membiayai Andin setiap hari, yang membiayai sekolah dan pendidikan Andin, kini Andin harus bergantian membiayai kehidupan dan pengobatan Ayahnya.
Andin tak dapat merasakan kuliah seperti yang lainnya, dia bekerja menggantikan pekerjaan Ayahnya yang seorang pelayan di restoran. Setiap bulan dia menerima upah sebesar 1,5 juta.
Uang segitu? apa mungkin bisa kalau untuk memeriksakan Ayahnya ke rumah sakit setiap bulan? Andin bertekad ingin membawa Ayah kesanyangan nya untuk di rawat di rumah sakit, tetapi Ayahnya menolak dan terus mengatakan;
"Ayah nggak apa kok nak, Ayah emang udah tua, kelak juga pasti mati, kenapa kamu susah payah mau nyembuhin Ayah? uang itu hasil kerja keras kamu! kita masih bisa makan itu udah cukup, jangan terlalu dipikirkan soal penyakit Ayah,.."
Di atas ranjang nya, dengan berbaring lemas ia menjawab pernyataan Andin yang tersendu dengan berlinang air mata.
Kini sudah nyaris 2 tahun Ayah Andin dengan penyakitnya, Dia tak pernah periksa ke dokter dan menolak setiap kali Andin mengajak nya untuk ke rumah sakit.
---------------
Dapur rumah Andin.
(Suara berisik, seperti barang yang jatuh ke lantai)
Andin dengan sigap langsung turun dan melihat ke dapur, Dia mendapati Ayahnya yang duduk lemas dengan memegangi dada nya, nafas Ayahnya ter engah engah karena sesak, Andin membangunkan Ayahnya, dia membantu Ayahnya menaiki anak tangga, Ayahnya di baringkan di atas ranjang dengan posisi setengah duduk. Dia keluar dari kamar tersebut.
*Ayah harus sembuh! Tapi gimana caranya?? Uang aku aja nggak banyak, bahkan gaji yang diterima per bulan aja masih kurang untuk makan. Apa aku harus hutang buat bawa ayah ke rumah sakit?.. tapi hutang ke siapa?? nggak akan ada orang yang rela kasih pinjam sekitar 20 juta an kan?? apa ya ada orang kaya yang rela pinjamin duitnya ke orang kelas bawah kayak aku?.. kira kira siapa yang bisa bantu aku kali ini? em.. atau mungkin pinjem uang berbunga aja yah.. tapi aku nggak yakin bisa lunasin semuanya, tapi ayah juga butuh obat, soal bujuk ayah buat setuju ke rumah sakit juga bukan masalah yang besar.
Andin bergumam sepanjang ia menuruni anak tangga. Dia memutuskan untuk keluar rumah dan membiarkan ayahnya mendapat ketenangan dan dapat beristirahat dengan suasana tenang.
Saat berjalan di trotoar pinggir jalan, ia terpikirkan akan tawaran Bibi nya,.. dan Andin memutuskan untuk pergi mendatangi rumahnya.
---------------
Rumah Bi Miran
Andin mengetuk pintu rumah nya dengan pelan, dan tak lama seorang wanita yang sedikit terlihat lebih tua dari pada ibunya membukakan pintu.
"Andin?.. ada apa kesini?"
"Bi miran, Andin ada perlu, apa boleh kita bicara sebentar?"
Bi miran melihat Andin dari ujung kaki ke atas dengan maksud merendahkan.
*Huh! gadis ini pasti mau pinjam uang! mungkin dia udah nggak ada jalan keluar lain... (menutupi mulut dengan satu tangan menahan ketawa) pffffut..
Mereka duduk di sofa;
"Andin? kamu langsung to the point aja! mau pinjam uang berapa??"
"Bi, Andin butuh uang banget! Ayah kambuh lagi, Kira-kira berapa kalau untuk berobat ke rumah sakit?"
"ummm..... untuk berobat yah?.. mungkin sekitar 5 atau 6 jutaan cukup??"
Berdecak pada diri sendiri;
"Tapi kalau di haruskan rawat inap gimana?? sehari mana cukup uang 6 juta?? kalau gitu bibi kasih pinjam kamu 15 juta gimana???, mau nggak??"
"15 juta bi??!, umm... kira-kira berapa bi bunga nya?.."
"Yaaah paling enggak kamu harus siapin 20 juta kalau mau kembalikan uang itu. Dengan gaji kamu yang sedikit itu?..apa kamu yakin bisa lunasin semuanya?.. jangan jangan kamu bakalan lari kalau nggak bisa bayar, kayak ibu kamu ituu"
Memang ucapan bi miran sangat pedas dan menyakitkan di hati, tapi Andin sudah tak ada jalan lain selain harus melilitkan hutang pada dirinya sendiri.
Andin hanya diam mendengar semua ucapan bi miran, jujur bagi Andin apapun yang akan di alaminya asalkan Ayahnya terselamatkan!
"Iya bi, Andin akan berusaha supaya bisa lunasin semuanya beserta bunga nya juga"
"Oke! kamu tunggu dulu yah, bibi ke atas dulu, mau ambil uangnya"
Dengan senyum penuh kemunafikan dia berpamit ke Andin hendak mengambil uang.
*Ckckck dasar gadis bodoh! kamu kira kamu bakalan bisa buat bayar hutang ini?!! yah semoga aja uang aku nggak jadi sia sia di pinjamkan ke kamu.
Setelah mengambil uang, bi ina turun dan memberikan uang itu ke Andin. Andin menerimanya dengan sangat sopan, dia berterima kasih dan berpamitan hendak pulang.
"Makasih banyak yah bi, Andin nggak tau siapa lagi yang bakalan tolong Andin di saat tersulit begini. Bi, Andin pulang dulu yah, sekali lagi makasih banyak bi.." (membungkuk kan tubuhnya sebagai tanda terima kasih)
Andin pulang ke rumahnya, saat membuka pintu suasana di rumah menjadi sangat aneh dan sunyi,..
*Perasaan aku tadi nggak matikan lampu, kenapa bisa segelap ini?? apa Ayah turun ke bawah dan matiin lampunya? tapiii.. Dengan keadaan ayah yang begitu apa mungkin masih ada kekuatan yang tersisa buat bangun dan matiin lampu?
Umpat Andin di dalam hatinya, sambil meraba ke stop kontak untuk menyalakan kembali lampu yang mati.
Saat lampu kembali menyala, Andin menelusuri rumah dan berteriak memanggil Ayahnya saat dia tak mendapati Ayahnya di dalam kamar.
"Yah??? Ayah??? Ayah dimana yah??? Ayah??? kenapa nggak jawab Andin yah??? Ayah???"
Andin turun dari tangga dan kembali berbalik melihat ke lantai atas, tiba-tiba terdengar suara dobrakan pintu, Andin dengan terkejut menoleh, dan mendapati 4 orang berpakaian rapi nan gagah, dengan pistol di dalam saku celana nya.
Mereka berjalan menghampiri Andin;
"Kamu Andin putri nya pak Alex?"
"K..kk..kalian siapa? jangan mendekat!"
Suara Andin terbatah batah karena ketakutan, dengan perlahan melangkah mundur menghindari mereka.
"Tuan bilang harus bawa dia! Ayo cepat! Sebelum tuan marah!" Ujar salah satu dari mereka.
Mereka membawa paksa Andin ke dalam mobil mewah, Andin dengan uang yang di pegang eratnya di tangan harus bersikap baik, karena mereka bertiga menodongkan pistol tepat di kepala Andin, sementara satu dari mereka fokus menyetir.
---------------------
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Syafa Marwah
sedih baca kisahnya andin..
2022-01-02
0
Rohayati Aye
masih belum ngeeeh aku tuuh🙏🙏🙏
2021-09-26
1
Diamond Retzi
ak sampai ini aja dh thor bacanya
2021-09-03
0