Dama sudah siap pergi. Hari ini ia akan bertemu dengan Yufi di suatu tempat.
Dama berniat menjemput Yufi di depan gang rumahnya. Ia sama sekali tak mengadu pada Rama. Ia biarkan Yufi bertemu dengannya dan berbicara apaoun juga untuk meluapkan apa yang selama ini mengganjal di hati dan pikiran Yufi.
Lanang sudah rapi bersama pengasuhnya yang juga di ajak bersama di dalam mobilnya.
Dama sudah melajukan mobilnya menuju titik penjemputan Yufi di daerah pinggiran kota besar.
"Mbak Yufi ...." panggil Dama keras dari dalam mobil yang kaca jendelanya sudah di buka oleh Dama.
Dama hapal betul wajah Yufi dari foto yang menjadi wallpaper di ponsel Rama. Tapi, Yufi sama sekali tak mengenali Dama. Ia pernah melihat foto Dama tapi tidak behgitu jelas.
Yufi menatap Dama dan mendekari mobil Dama.
"Mbak Dama?" sapa Yufi pelan.
"Iya. Masuklah," titah Dama pelan.
Yufi dan keempat anaknya masuk ke dalam mobil.
Dama langsung membawa ke temapt yabg nyaman, dimana ia dan Yufi bisa bicara banyak tanpa terganggu anak -anak. Anak - anak akan di carikan tempat bermain sepuasnya.
Sampai juga di salah satu mall yang besar. Tugas pengasuhnya adalah menjaga semua anak -anak dalam taman bermain sampai Dama menyewa dua orang karyawan taman bermain untuk menjaga lima empat orang anak itu.
Dama dan Yufi mencari tempat makan yang nyaman dan santai.
"Pesan makan dan minuman, Mbak. Apa saja yang Mbak suka," titah Dama pelan.
Yufi dan Dama sibuk memilih makanan. Beberapa kali, Rama menelepon Dama namun dengan sengaja Dama tak mengangkatnya. Ia juga tak memberi tahu Rama kalau hari ini tidak masuk ke kantor. Kebetulan ponselnya memang di bisukan. Setidaknya Dama tetap menghargai Yufi sebagai istri Rama.
"Mbak Dama cinta sama suami saya?" tanya Yufi langsung tanpa basa basi setelah memesan makanan dan minuman kepada pelayan.
Dama meletakkan buku menunya dan metapa lekat Yufi.
"Mbak Yufi ngajak saya bertemu hanyabuntuk bertanya soal ini? Atau memang ada keperluan lain yang ingin di ketahui Mbak Yufi? Kalau mau bicara soal hati, jangan tanya di salah satu pihak. Duduk bertiga sama Mas Rama. Jadi jelas. Tapi, kalau Mbak Yufi memang ingin dengar jawaban saya secara langsung akan saya jawab dengan sangat jujur. Saya memang suka dan cinta sama Mas Rama, suami mbak Yufi," jawab Dama jujur dan tegas.
"Bilang Mas Rama, suruh ceraikan saya secepatnya biar kalian bebas dan bisa menikah tanpa menunggu restu dari saya," ucap Yufi mulai emosi dan berapi -api.
Dama tertawa pelan dan menatap Yufi dengan tatapan sendu. Lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Saya gak mau mbak. Dari awal saya hanya mau di ketahui, di akui dan di restui. Kalau mbak Yufi gak bisa merestui saya. Ya tidak masalah. Cinta saya buat Mas Rama tetap ada hanya saya gak pernah bisa mendaparkan raganya saja," ucap Dama pelan.
"Terus? Kalian akan terao seperti ini? Saling mencintai? Bertemu setiap malam? Berkomunikasi di belakang saya? Mau seperti ini?" tanya Yufi dengan tatapan tajam dan mulai basah.
Wanita mana yang mau di madu? Wanita mana yang mau berbagi suami? Wanita mana yang bisa ikhlas melihat suaminya menikah lagi? Wanita mana yang bisa merestui suaminya di pernikahan kedua? Jawabnya TIDAK AKAN ADA YANG RELA.
"Apa salah? Kalau rasa itu tetap ada dan tersimpan rapi untuk Mas Rama? Kalau boleh memilih, sejak awal, saya ingin di pertemukan dengan lelaki yang single dan tak memiliki istri. Memangnya saya bisa memilih kepada siapa cinta ini hadir? Saya juga gak mau egois, ingin mendaaptka Mas Rama seutuhnya? Sama sekali gak," jawab Dama sejelas -jelasnya kepada Yufi.
Dama tidak menuntut apa - apa jika memang pernikahan itu terjadi. Dama tidak egois untuk menjadi satu -satunya. Bisa menjadi salah satunya saja sudah senang.
"Kalau mbak Dama sayang sama Mas Rama. Tinggalkan Mas Rama, biarkan Mas Rama bahagia bersama saya. Pergi dati kota ini dan jangan pernah lagi hubungi suami saya," ucap Yufi dengan nada memohon.
Dama menelan air liurnya. Tak sanggup rasanya memenuhi permintaan Yufi. Tapi, kedua mata Yufi yang basah membuat Dama tak sanggup menatapnya. Apalagi air mata kesedihan itu sudah turun begitu saja dengan luruh.
"Ekhemm ... Permintaan manajer menyuruh saya pindah, itu keingunan Mbak? Gosip di kantor tentang saya pelakor itu juga perbuatan Mbak?" tanya Dama dengan rasa penasaran.
"Karena saya benci sama kamu, mbak Dama. Saya benci setiap malam harus ribut dan berdebat dengan suami saya. Saya benci saat bersama selalu ada nama mbak Dama di sebutbdalam bibir suami saya baik sengaja atau tidak sengaja. Sebanyak itu kenangan manjs kalian selama bersama sampai -sampai Mas Rama selalu membela kamu. Lihat apa cantiknya kamu? Kamu biasa saja, usia juga lebih tua dari suamiku dan punya anak. Kalau memang suami saya mau menikah lagi, tentu dia akan cari yang masih perawan buka wanita yabgvsudah tergilir oleh banyak lelaki," ucap Yufi semakin.menjadi menghina da mengolok Dama.
Dama hanya dia. Tangannya terkepal di bawah meja menahan emosi yang terus memicu adrenalin untuk marah -marah.
"Baiklah. Saya memilih pergi dari sini. Tapi satu hal saya katakan. Jika Mas Rama ternyata mencari keberadaan saya dan takdir mempertemukan kita kembali tanpa kesengajaan. Saya gak bisa lagi menuruti kata -kata mbak Yufi untuk meninggalkan Mas Rama," ucap Dama tegas.
Pelayan sudah datang dengan makanan dan munuman yang di pesan. Keduanya hanya diam.
Dama menikmati makanannya. Dari pagi Dama belum makan.
Yufi juga terlihat anggun menikmati makanan yang di pesannya.
"Boleh titip pesan pada Mas Rama?" tanya Dama pelan.
"Ya." Yufi menjawab singkat.
"Jangan cari saya dan jangan hubungi saya lahi?" Jawab Dama jujur.
Sepertinya memang Dama yang harus mengakhiri semuanya sebelum.semua terlamabat dan malah membuat situasi makin rumit dan runyam.
"Baik nanti saya sampaikan."
Hari ini memang hari yang cukup membahagiakan bagi Dama. Ia sudah membawa pulang kembali Yufi dan keempat anaknya ke rumah kontrakannya.
"Kamu kemana aja sih? Dari tadi di telepon susah banget?" tanya Rama khawatir dan cemas.
"Maaf Mas. Kepalaku pusing," ucap Dama lirih berusaha untuk meyakinkan Rama.
"Istirahatlah. Biar gak sakit lagi," jawab Rama tulus.
"Iya Mas." Jawab Dama pelan.
"Mas langsung pulang ya? Gak bisa mampir dulu. Tadi Bunda bilang Mayka panas," ucap Rama pelan.
"Iya Mas. Pulanglah. Hati -hati di jalan," ucap Dama lembut.
"Makasih sayang," jawab Rama lembut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments