Yufi mendorong tubuh Rama. Kadang ia sudah malas berhubungan dengan Rama walaupun sekadar berkomunikasi. Tapi ... Yufi juga tidak mau kehilangan Rama sampai kapan pun. Membayangkan berbagi suami pun sama sekali tidak mau.
"Bun ... sudah jangan merajuk begini. Ayah tadi lembur. Ini, Ayah bawakan burger kesukaan Bunda," ucap Rama mengeluarkan cemilan kesukaan istrinya dari dalam tas kerjanya.
Rama memang tadi sengaja mampir ke kedai burger untuk membeli cemilan kesukaan Yufi sebagai tanda sayangnya Rama kepada istrinya.
Yufi mengambil kantong plastik itu dan membukanya. Cheese burger, adalah makanan favoritnya. Yufi diam dan menikmati makanannya.
"Enak?" tanya Rama pelan.
"Enak," jawab Yufi ketus. Moodnya masih labil.
Rama mengambil rokok dari tas kerjanya dan menyalakan lalu menghisap rokok itu hingga asap keluar dari hidungnya. Tubuhnya lelah dan terasa capek sekali. Dama memang wanita hebat, ia tak pernah menolak keinginan Rama yang selalu menginginkan tubuhnya.
Hari ini saja, Rama meminta tiga ronde dari Dama. Kepuasan yang jarang ia dapatkan dari Yufi juga. Yufi yang lebih pasrah jika di ajak bermain di atas ranjang. Berbeda dengan Dama yang terlihat bernafsu dan sangat menikmati. Terkadang Dama sedikit nakal dan bertanya pada Rama. Mau gaya yang bagaimana agar kamu puas menikmati tubuhku?
Rama tersenyum dalam lamunannya hingga Yufi merasa ada yang aneh pada Rama, suaminya.
"Ayah kenapa senyum -senyum?" tanya Yufi pelan.
"Ekhemm gak," Rama berkilah tanpa mau mengakuinya.
"Itu senyum- senyum? Mikirin Dama?" tuduh Yufi dengan kasar.
Rama menggelengkan kepalanya dan mematikan rokoknya yang tinggal sedikit lagi.
"Ayah lagi pengen nih. Bunda mau kasih gak?" tanya Rama menggoda.
Yufi pun mengernyitkan dahinya dan menatap keempat anaknya yamg pulas tertidur.
"Mau gak? Kok malah diam?" tanya Rama mendesak Yufi.
Padahal tubuhnya sudah lelah bermain berasama Dama. Tapi, Rama ingin belajar adil. Memberukan semuanya dengan adil kepada istrinya dan calon istrinya.
"Anak -anak?" tanya Yufi agak ragu. Kebetulan sekali Yufi juga sedang menginginkan itu. Satu minggu sudah ia mendapatkan tamu bulanan hingga tak bisa melayani suaminya di ranjang dengan baik.
"Lampu di matikan? Tapi, Ayah lebih suka lampu di nyalakan biar wajah Bunda berekpresi puas bisa Ayah lihat," ucap Rama pelan mencium pipi Yufi.
Rama termasuk pria yang pandai membuat suasana baik kembali. Suaranya yang hampir tak pernah terdengar membentak atau bernada tinggi membuat Yufi lebih mudah luluh dengan kata -kata lembut Rama.
Tak lama, posisi mereka sudah terlihat memasang kuda -kuda. Yufi yang mungil selalu senang berada di atas Rama yang gagah dan kekar. Tubuh mereka sudah polos dan di samping mereka di tumpuk bebrapa bantal sebagai batas dan tugu tinggi agar keempat anaknya tak ada yg bisa melihat aktivitas orang tuanya sedang memadu asmara.
Selimut dan kain sarung sudah di persiapkan untuk menutupi tubuh mereka kalau saja salah satu dari anak mereka terbangun dan menatap ke arah kedua orang tuanya.
"Arghh ... Ayah kuat banget sih. Minum kopi ya tadi?" tanya Yufi polos.
Biasanya memang Rama selalu meminum kopi untuk menjaga tubuhnya tetap bugar.
Sudah satu jam lamanya Yufi terus menerus memacu adrenalin di atas tubuh Rama. Peluhbya sudah bercucuran, namun Rama masih ingin menikmati permainan Yufi.
Dalam hati Rama berbicara, memang beda milik Dama dan Yufi. Dama yang pintar menggigit dan rasanya betah di dalam. Yufi yang sulit sekali basah mungkin karena belum menikmati.
"Bunda belum becek, gimana punya Ayah mau keluar," ucap Rama pelan masih terus emmegangi pinggang Yufi.
Yufi menghentikan aktivitasnya dan turun dari atas tubuh Rama.
"Kenapa berhenti? Bunda kan biasanya suka," ucap Rama yang kaget melihat istrinya kurang menikmati.
"Capek Ayah," jawab Yufi pelan.
Tanpa banyak bicara. Rama langsung mengambil kendali. Kini berganti Rama di atas dan mulai beraksi. Permainannya memang kuat dan tahan lama. Rama termasuk laki -laki yang mengutamakan kepuasan istrinya terlebih dahulu. Baru, setelah ia melihat istrinya benar -benar ouas dan menikmati, giliran Rama yang mencari celah untuk memaksimalkan klimaknya.
Cukup lama juga, setengah jam sudah membuat Yufi basah dan kepayahan menahan rasa puas dan bahagia.
"Arghhh ... mmmphhh ... enak banget sayang," ucapan pujian itu lolos begitu saja dari bibir Rama.
Yufi pun tersenyum bahagia. Di wajah Rama terlihat berbeda dan langgilan sayang itu jarang sekali di dengarnya. Karena Rama akan sering memanggilnya dengan sebutan Bunda atau Bun.
Rama beringsut turun dan memakai kain sarungnya lalu menutupi tubuh Yufi dengan selimut.
Yufi masih berada dalam pelukan Rama. Tapi, ada yang beda.
"Ayah agak beda ya, sekarang?" ucap Yufi pelan.
"Beda gimana?" tanya Rama pelan.
"Tumben bilang Sayang?" ucap Yufi pelan.
"Ohh itu kan hanya sebuah ungkapan," jawab Rama asal.
"Bukan sebutan untuk Dama?" tanya Yufi menuduh.
Rama memandang ke atas. Berbohong bukanlah kebiasaan Rama. Hingga hubungannya dengan Dama di ketahui oleh Yufi karena Rama jarang menutupi dan menyembunyikan.
"Bunda jangan selalu over thinking. Coba berpikir positif," ucap Rama pelan.
"Ayah jadi mau nikah sama Dama?" tanya Yufi tiba - tiba membiat Rama menatap Yufi lekat.
"Bunda bicara apa?" ucap Rama tertawa.
"Ayah suka sama Dama?" tanya Yufi pelan.
"Suka," jawab Rama singkat.
"Sayang?" Yufi menatap Rama dari bawah.
"Sayang." Suara Rama tegas menjawab.
"Cinta?" tanya Yufi kembali semakin agak terasa cemburu dan panas.
"Cinta," jawab Rama santai.
"Mau serius sama Dama?" tanya Yufi pelan.
"Mau." jawab Rama tenang.
"Mau nikahin Dama?" tanya Yufi makin emosi.
"Kalau ada ijin dari Bunda," jawab Rama pelan.
"Bunda ijinin dengansatu syarat," ucap Yufi ketus.
"Apa itu?" tanya Rama penasaran.
"Ceraikan Bunda," jawab Yufi kesal.
"Gak akan. Dama tidak pernah menyuruh Ayah menceraikan Bunda atau meninggalkan Bunda dan anak -anak. Kalau Bunda ijinin Ayah menikah lagi, maka Ayah akan menikahi Dama. Tapi, kalau Bunda gak kasih ijin, ya, Ayah juga gak akan pernah menikahi Dama. Itu kemauan Dama," ucap Rama jujur.
"Dama ... Dama ... Dama dan Dama saja yang terlontar dari bibir Ayah. Gak ada bosannya selalu nama itu yang di ucap oleh Ayah," ucap Yufi kesal.
"Dama itu baik, Bun. Dia tulus sama Ayah, dia selalu support Ayah, dia selalu bantu Ayah, dia sayang sama Ayah dan Bunda serta anak -anak. Dia butuh Ayah," ucap Rama pelan sambil mengusap punggung Yufi agar Yufi tetap tenang dan tidak terbawa emosi.
Perlahan Rama menjelaskan keinginannya. Rama berharap suatu hari nanti Yufi bisa menerima Dama dan merestui pernikahan kedua Rama dengan Dama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments