Seperti biasa setiap akhir bulan, semua karyawan akan lembur di divisinya masing -masing. Jika terjadi selisih, maka kepala divisi akan datang berkumpul dan menyelesaikan masalah bulan itu secara maksimal.
'Tolong panggilkan kepala divisi keuangan, jumlah cash opname dan stok opname tidak balance," ucap Rama pelan kepada asistennya.
"Siap Pak," jawab Mira, asisten Rama di divisi pengadaan barang.
Tak membutuhkan waktu yang lama. Damayanti sudah datang membawa satu bendel berkas untuk mencocokkan data selama satu bulan ini. Harus di telusuri antasa biaya produksi untuk pengadaan barang dnegan jumlah transaksi penjualan barang yang keluar dari gudang.
Tok ... Tok ... Tok
ceklek ...
"Selamat malam Pak. Maaf langsung masuk, berhubung sudah malam, biar cepat selesai di temukan kesalahan selisih bulan ini," ucap Dama pelan sambil mengangguk pelan ke arah Rama.
Rama yang duduk bersandar di kursi kebesarannya itu langsung terduduk tegak dan tersenyum menatap Dama.
"Iy. Duduklah," jawab Rama sedikit gugup dan membuka berkas miliknya.
Keduanya tak kenal. Dama adalah orang baru, pindahan dari luar kota. Mereka berdua di kenalkan karena permaslahan kantor.
Pertemuan pertama ini yang membuat keduanya semakin akrab dan semakin nyaman satu dnegan yang lain. Bukan saja, dalam hubungannya masalah pekerjaan, tapi juga masalah pribadi mereka.
Itu yang terjadi satu tahu yang lalu. Semua perasaan sayang dan cinta telah melebur menjadi satu dan memiliki ikatan yang begitu mendalam.
Hubungan Rama dan Dama pun semakin dekat dan intim. Tidak hanya bertemu di kantor saja, setelah di luar kantor pun mereka selalu membuat jadwal untuk bersama.
"Nikahi aku, Mas!! Mau sampai kapan kita begini terus? Berbuat dosa saja, tanpa ada tujuan yang jelas. Aku tidak meminta apapun dari kamu, toh aku juga punya gaji. Aku hanya ingin kamu mencintai Lanang, agar ia memiliki sosok Ayah, hanya itu Mas," ucap Dama mulai meminta kepastian setiap hari hingga membuat Rama pun jengah.
"Cukup Dama!! Aku sedang tidak ingin membahas masalah ini," ucap Rama kesal.
Baru saja datang ke kantor. Dama sudah memberondong pertanyaan dengan permintaan yang membuatnya kesal. Mood Rama pagi ini memang sedang tidak baik -baik saja. Dari semalam ia terus bertengkar dengan Yufi, keempat anaknya pun menjadi sasaran kekesalan Yufi yang selalu menuduh Rama berselingkuh dengan Dama.
Rama pergi begitu saja dari hadapan Dama dan masuk ke dalam lift. Ruang keraj mereka berbeda. Dama ada di sisi gedung yang berbeda dengan Rama, walaupun mereka dalam satu perusahaan. Tidak setiap hari bisa bertegur sapa, jika tidak di sengaja ingin bertemu di kantin atau di lobby.
Dama hanya menatap punggung Rama yang menghilang di balik lift yang mulia tertutup. Begitulah sikap Rama, dingin, cuek, beku dan keras serta diam. Rama mampu mendiamkan Dama sehari semalaman tanpa komunikai dan tanpa kabar, bila mereka sedang dalam percekcokkan.
JIka itu tji, Dama memilih menghindar dan mengusap dadnya. Ingin pergi meninggalkan Rama dan mencari kekasih lainnya sebagai pengganti Ayah Lanang. Namun hati Dama sudah terpatri pada Rama.
Sosok lelaki yang sabar, lucu, baik, murah senyum, mau mendengarkan, perhatian dan begitu sayang kepadanya.
Dama membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ruangannya sendiri. Kebetulan pagi ini ia membawa bekal makanan sendiri, rencananya ingin di berikan satu bekal untuk Rama, agar bisa di nikmati di ruangannya. Tapi, biarkan saja, kalau hatinya sudah tenang tentu Rama akan kembali lagi padanya. Itu yang biasa terjadi sebelum -sebelumnya.
"Dama!!" teriak Anjas dari arah lobby gedung dan berlari kecil ke arah Dama.
Dama menoleh ke asal suara dan tersenyum saat melihat Anjas mengahmpirinya.
"Anjas?" jawab Dama dengan ramah.
Ya, Anjas adalah teman SMA -nya. Tanpa sengaja mereka bertemu di kantor yang sama dan di divisi yang sama juga.
"Baru datang?" tanya Anjas pelan.
"Ya, baru saja masuk," ucap Dama berbohong.
Dama sudah setengah jam di lobby dan sengaja menunggu Rama datang, malah ujung -ujungnya cekcok.
Anjas hanya tersenyum. Ia tahu sejak tadi Dama sudah datang dan duudk di ruang tunggu lobby gedung.
"Besok malam ada acara?" tanya Anjas langsung menodong Dama.
"Acara apa?" tanya Dama pelan.
"Acara weekend lah," ucap Anjas pelan.
"Ekhemmm ... Aku jarang pergi, hanya di rumah saja. Main dengan Lanang atau makan bersama, gitu aja sih," ucap Dama pelan.
"Aku main ke rumah kamu? Boleh? Siapa nama anakmu tadi, Lanang? Umurnya berapa?" tanya Anjas mulai getol bertanya.
"Baru dua tahun setengah," ucap Daa pelan.
Keduanya pun masuk ke dalam ruang divisi dan masuk ke dalam bilik kerja mereka masing -masing.
"Bu Dama, di panggil manager sekarang," ucap salah satu bawahannya.
"Oke," jawab Dama pelan.
Dama masuk ke ruangannya dan meletakkan tas bekal dan tas nya di atas meja kerjanya. Lalu keluar menuju ruangan manager.
"Pagi Pak, Bapak memanggil saya?" tanya Dama pelan.
"Duduk, Dama," ucap Haikal pelan, Manager perusahaan elite.
Dama menurut dan duduk di tempat yang sudah di sediakan.
"Saya mau langsung bertanya dengan kamu. Kamu harus jawab jujur," tegas Haikal.
"Iya Pak. Masalah apa?" tanya Dama mulai merasa gugup.
"Apa benar kamu ada hubungan dengan Rama? Kepala divisi produksi?" anya Haikal pelan.
Deg ...
Dama menahan napasnya agar tak terlihat gugup. Sebisa mungkin ia tetap terlihat tenang.
"Kenapa diam? Berarti smeua tuduhan saya benar?" tanya Haikal menuduh.
"Ya. Anda benar," ucap Dama mengakui.
"Kamu tahu? Apa resiko kamu memiliki hubugan satu kantor? Dan kamu tahu? Kamu di cap sebagai perempuan tidak baik!! Rama selama ini menjadi karyawan baik dan teladan. Tidak pernah memiliki skandal apapun, dan sekarang kamu? Malah merusak karir orang lain. Kamu tahu, istrinya Rama adalah teman baik saya satu kampung. Setidaknya saya tahu, kehidupan mereka seperti apa tadinya?" ucap Haikal tegas.
"Urusan anda apa? Mau Mbak Yufi itu saudara anda, itu semua tidak membuat saya mengakhiri hubungan saya dengan Mas Rama. Lalu? Letak salah saya di mana? Saya tidak pernah berbuat yang aneh -aneh di dalam kantor," ucap Dama mulai emosi.
Baru kali ini ia measa di sudutkan. Hubungannya dengan Rama sama sekali tak lantas membuat rumah tangga Rama dan Yufi hancur.
Tidak pernh terbesit sedikit pun di kepala Dama untuk menyuruh Rama meninggakan keluarganya. Selama ini, Dama jugatidak pernah meminta apapun kepada Rama termasuk urusan materi.
"Ini surat pemindahan. Kamu akan di pindah di kota lain. Ini permintaan Direktur," ucap Haikal pelan sambil menyodorkan satu surat kepada Dama.
"Pindah? Saya baru setahun di sini dan di pindah lagi?" tanya Dama bingung.
"Pindah atau resign?" tanya Haikal tegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments