Memikirkan Austin

Sampai di ruang guru, Elena kembali bertemu dengan Austin. Ia kira, Austin sudah pulang, tapi ternyata dia masih berada di ruang guru.

Saat Elena masuk, Austin juga masuk kedalam ruang guru. "Itu mejanya," tunjuk Austin.

"Iya, aku tahu kok," sewot Elena.

"Tahu dari mana coba, kamu kan belum tanya ke guru," heran Austin.

"Tahu dari feeling aku aja," ujar Elena sambil menyimpan buku di meja Bu Poppy.

Sehabis dari ruang, Elena langsung menelpon Mamah agar menjemputnya ke sekolah. Tetapi saat ditelepon, ternyata Mamah sedang ada urusan. Jadi Elena terpaksa pulang dengan menaiki kendaraan umum.

Tin! Tin!

Kedua mata Elena spontan menoleh kearah seseorang yang mendekat kearahnya.

"Dijemput gak?" tanya Austin.

"Enggak."

"Ya udah ayo bareng," ajak Austin.

"Gak mau!" tolak Elena.

Austin menatap datar kearah Elena, kemudian ia langsung melajukan motornya.

"Tumben banget dia naik motor," gumam Elena.

...****************...

Cuaca di sore hari sangat dingin, membuat Elena memakai baju hingga berlapis-lapis. Biasanya Elena sangat menyukai musim dingin, namun untuk kali ini sepertinya tidak.

Tok! Tok!

Elena buru-buru turun dari kasurnya dan ia segera membukakan pintu. Ia sedikit terkejut karena Mamah membawakan susu dan kue.

Rasanya hidup Elena terasa indah bila seperti ini jadinya. Jika memilih, jujur Elena lebih memilih hidup dengan keluarga barunya yang sekarang.

Karena jika saat ini, orang tua barunya sangat akur dan tidak bertengkar setiap harinya.

Walaupun Elena baru sebentar menjalani hidup sebagai Alena, namun ia merasa kalau hidup Alena sangat sempurna.

"Mamah taruh disini ya," ujar Mamah sambil meletakkan susu dan kue di meja. Setelah itu, Mamah kembali keluar.

Elina menikmati susu dan kue sambil membuka aplikasi Instagram. Ia ingin membuat akun Instagram untuk melihat Instagram-nya yang dulu.

Ketika dicari, Elina sama sekali tidak melihat username instagram-nya. Dengan melihat bahwa sekarang instagram-nya telah hilang begitu saja, membuat Elina merasa kini ia telah menjadi Alina seutuhnya.

Selesai mencari username-nya yang lama, Elina mencari username teman-teman sekelasnya.

Pada saat Elina membuka instagram Austin, ia terdiam sejenak saat melihat foto-foto Austin yang sedang bersama anak-anak panti asuhan. Elina tahu bahwa itu anak panti asuhan karena dulu memang anak-anak kelas pernah pergi kesana.

Elina pikir Austin hanya sekali pergi kesana. Namun siapa sangka, dibalik sosok yang cuek terdapat hati yang sangat tulus.

Tanpa sadar Elena tersenyum sambil melihat-lihat foto Austin yang lain. "Dilihat-lihat manis juga," gumam Elena.

"Ya ampun! aku ngomong apa sih!" ujar Elena sambil memukul pelan bibirnya.

Melihat postingan terakhir Austin, Elena jadi merasa bahwa Austin sangat menyesal akan suatu hal. "Apa jangan-jangan dia melamun waktu di kantin karena hal ini."

"Kira-kira dia menyesal kenapa ya," pikir Elena.

Ting!

Ting!

Dering notifikasi terus berbunyi. Elena spontan saja mengecek whatsapp-nya dan ia baru tahu bahwa notifikasi itu berasal dari grup kelas.

Memang tadi waktu di sekolah Manda meminta nomer telepon Elena dan ternyata dia meminta nomer Elena untuk dimasukkan kedalam grup kelas.

Tiba-tiba, seseorang mengeluarkan Elena dari grup. Beberapa detik kemudian, orang itu kembali memasukkan Elena kedalam grup.

Ya, orang itu adalah Manda. Memang dari dulu Manda sering mengeluarkan dan memasukkan lagi teman sekelasnya kedalam grup.

Entah karena bosan atau apa, tapi tingkahnya sangatlah aneh. Selain orangnya yang ceplas-ceplos, Manda juga adalah orang yang jahil. Maka tidak heran kalau dia pernah bertengkar dengan Feby beserta kawan-kawannya.

Ting!

Satu pesan masuk membuat Elena jadi gagal fokus. Ada seseorang yang mengirim pesan dan menyuruh agar Elena menyimpan nomer teleponnya.

Waktu dilihat foto profilnya, jantung Elena berdetak kencang. Ia sedikit takut karena orang yang mengirim pesan adalah Feby.

Jika Feby tiba-tiba mendekati seseorang, sudah pasti orang itu akan menjadi targetnya. Sepertinya Elena menyadari, bahwa Feby cemburu saat teman-teman Austin menyoraki Austin dan Elena.

Agar tidak semakin marah, akhirnya Elena membalas pesan tersebut. Jika Elena tidak membalasnya, bisa-bisa Feby akan lebih marah kepada Elena.

Ting!

Ting!

Pesan baru muncul bertubi-tubi. Ya, itu adalah pesan dari beberapa teman lelaki Elena. Mereka meminta Elena supaya menyimpan nomer telepon mereka.

Jika sekarang Elena memiliki wajah yang sebelumnya, belum tentu temannya mau menyimpan nomer teleponnya.

Tetapi karena sekarang Elina berwajah cantik, ia merasa dihargai oleh teman-temannya.

Skip

Malam hari, Elina makan bersama keluarganya. Kedua orang tuanya berbicara tentang apakah Elina mendapatkan teman baru atau tidak. Mereka bertanya seperti itu karena takut anaknya di-bully.

Untungnya karena Elina berwajah cantik, Elina sama sekali tidak di-bully oleh teman-temannya. Coba kalau Elina berwajah jelek, pasti banyak sekali yang mem-bully dan pastinya ia tidak memiliki teman.

"Besok Mamah dan Papah mau pergi ke Bandung, kamu mau ikut gak?" tanya Mamah.

"Aku kan harus sekolah, Mah."

"Kan bisa ijin."

"Besok aku di rumah aja deh, soalnya aku pingin sekolah."

Sebagian orang mungkin akan sedih bila ditinggal orang tuanya ke luar kota, tetapi untuk Elena tidak, karena ia lebih senang jika berada di rumah sendirian. Alasannya karena ia bisa membuat masakan apa saja yang ia mau.

Dulu juga, Elina sering membuat masakan dengan resep yang ia bikin sendiri. Tetapi walaupun masakannya ada yang enak dan ada yang tidak, setidaknya ia sudah berusaha membuatnya.

Makan malam sudah selesai, kini Elena pergi menuju kamarnya untuk menggosok gigi.

Ketika di kamar mandi, entah kenapa Elena terbayang wajah Austin. Ia juga heran, bagaimana bisa ia tiba-tiba memikirkan orang itu, padahal Elena sama sekali tidak menyukainya.

Elena mengira bahwa ini hanyalah efek karena tadi sore ia melihat foto-foto Austin di instagram.

Seharusnya saat melihat satu foto Austin, Elena langsung saja kembali ke akunnya, jadi ia pasti tidak akan membayangkan wajahnya. Tetapi karena ia melihat semua fotonya, jadinya ia malah kepikiran dengan Austin.

Tok! Tok!

Cklek

Pintu dibuka oleh Mamah. Lalu, Mamah berjalan menghampiri Elina.

"Alina, ini uang buat jajan kamu," ujar Mamah sambil meletakkan uang di kasur.

"Banyak banget, Mah."

"Soalnya Mamah sama Papah di Bandung nya seminggu."

Jika mereka pergi selama seminggu, pastinya Elena akan sangat merasa kesepian. Tapi disisi lain, Elena juga senang karena ia bisa pergi kemana pun yang ia inginkan.

"Atau kamu mau ikut aja? bosan loh sendiri di rumah."

"Enggak, Mah. Alina gak apa-apa kok sendiri juga."

"Ya udah kalau gitu kamu hati-hati ya di rumah," ujar Mamah. Lalu, ia segera keluar dari kamar Elena.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!