Cuek tapi perhatian

Hari berikutnya, Elena seperti biasanya berangkat menuju sekolahnya dengan berjalan kaki. Sialnya, dalam perjalanan menuju sekolah, hujan turun dan membasahi seragam Elena.

Buru-buru Elena mencari tempat untuk berteduh. Ia terus menatap jam tangannya dan berharap semoga hujan cepat reda.

Tin! Tin!

Tiba-tiba ada mobil yang berhenti di hadapan Elena. Dan pada saat orang itu membuka kaca mobilnya, Elena terkejut karena ternyata orang itu adalah Austin.

"Ayo masuk!" teriak Austin.

Elena mematung, karena ia agak terkejut dengan sikap Austin. Dia terlihat seperti orang cuek, namun ternyata dibalik itu dia adalah sosok yang perhatian.

"Ayo cepat! takut telat nih."

Akhirnya Elena masuk kedalam mobil Austin. "Makasih." Lalu Austin hanya mengangguk pelan.

Selama diperjalanan, Elena hanya sibuk melihat-lihat kesekitar. Ia tidak berani berbicara sepatah pun karena takut dengan Austin.

Bukan takut karena Austin galak. Namun takut karena ekspresinya yang sangat dingin. Bahkan orang-orang tidak ada yang berani bercanda dengannya dan hanya beberapa orang saja yang bisa membuatnya tertawa.

"Udah sarapan belum?"

Jantung Elena seketika berhenti berdetak saat mendengar ucapan Austin. Ia menoleh kearah Austin untuk memastikan apakah dia benar-benar bertanya kepada Elena atau tidak.

"Kamu bicara sama aku?"

Austin menatap datar kearah Elena. "Gak, aku bicara sama supir," ujarnya dengan nada kesal.

"Saya kan sudah sarapan," sahut supirnya.

Elena sangat malu, ia kira Austin bertanya kepada Elena. Namun ternyata dia berbicara dengan supirnya.

"Nanti kalau udah sampai di sekolah, tolong bangunin," ujar Austin sambil menutup matanya.

Elena merasa lega saat Austin tertidur, karena menurutnya Austin tidak menakutkan jika sedang tidur.

Dug!

Tiba-tiba Austin menyenderkan kepalanya pada pundak Elena dan itu membuat jantung Elena semakin berdebar. Ia takut jika bergerak, ia malah membangunkan Austin. Akhirnya dengan terpaksa Elena hanya diam walaupun badannya sangat pegal.

15 menit kemudian, mereka telah sampai di sekolah. Kebetulan sekali saat tiba di sekolah, hujan menjadi reda.

"Austin," panggil Elena sambil menepuk paha Austin.

Tidak lama, Austin membuka kedua matanya. Ia sangat terkejut karena posisinya menyender di bahu Elena.

Austin bangun dan ia buru-buru keluar dari mobilnya. Lalu, Elena juga keluar untuk menyusul Austin.

Kini posisi Elena berada disamping Austin. "Makasih ya udah kasih tumpangan."

Austin hanya diam saja dan ia mempercepat langkahnya menuju kelas. Mungkin juga ia tidak ingin jika orang lain melihatnya bersama Elena, makanya ia cepat-cepat pergi menuju kelas.

Meskipun begitu, Elena jadi tahu bahwa Austin sosok yang sangat baik. Walaupun terlihat dingin, tetapi dia memiliki hati yang hangat.

Seseorang menepuk bahu Elena, spontan Elena menoleh kebelakang.

"Ada apa?" tanya Elena kepada Feby.

Feby menarik tangan Elena dan membawanya menuju toilet yang sudah tidak terpakai.

Disitu Elena ketakutan dan berusaha melepaskan tangannya yang digenggam Feby.

"Feb, lepasin!"

Feby mendorong tubuh Elena sehingga Elena terjatuh dilantai toilet.

"Maksud kamu apa deket-deket sama Austin?"

"Hah? aku sama sekali gak deketin dia kok."

Feby tersenyum sinis. "Aku tadi lihat kamu turun dari mobil Austin."

"Oh kalau soal itu emang Austin yang ajak aku. Soalnya tadi kan hujan, makanya dia ajak aku buat ikut sama dia."

"Oke, kali ini aku maafin kamu. Tapi ingat, kalau kamu dekat-dekat lagi sama Austin, kamu bakal tanggung akibatnya," ujar Feby, lalu ia pergi meninggalkan Elena.

...****************...

Saat ini murid-murid kelas X MIPA 1 sedang berada di lapangan. Mereka semua sedang melakukan pemanasan sebelum berolahraga.

Sesudah pemanasan, kini giliran murid-murid lelaki dulu yang duluan bermain bola voli. Sedangkan murid-murid perempuan duduk dipinggir lapangan sambil menyemangati murid-murid lelaki yang sedang bermain voli.

"Dia ganteng ya," bisik Talitha yang duduk disamping Elena.

Ya, dia sedang memperhatikan Austin yang sedang bermain voli. Lagipula perempuan mana yang tidak tertarik dengan wajah tampan Austin.

"Namanya siapa sih?" tanya Talitha.

"Namanya Austin," jawab Elena.

"Kira-kira dia suka cewek yang kayak gimana ya?"

"Kamu jangan suka sama Austin, soalnya Feby suka sama dia," larang Elena, karena ia tidak mau jika nanti Talitha dibully oleh Feby.

Sedangkan disisi lain, Talitha tidak peduli dengan Feby. Lagipula tidak ada yang salah jika mencintai seseorang.

"Emang Feby pacarnya?" tanya Talitha.

"Bukan sih. Tapi tetap aja jangan suka sama Austin, nanti kalau suka, bisa-bisa Feby akan berbuat jahat sama kamu."

"Aku sih gak peduli. Kalau misalnya dia jahat sama aku, nanti aku laporin aja ke kepala sekolah."

Meskipun yang dikatakan Talitha benar, namun tetap saja nantinya Feby tidak mengakui bahwa dia berbuat jahat. Sebab, itu juga yang dirasakan Elena waktu dulu.

Waktu itu Elena sering sekali disuruh-suruh membeli sesuatu oleh Feby dan jika tidak dituruti pasti Feby akan memukul Elena.

Namun pada saat itu, Elena melaporkannya kepada guru karena ia sudah tidak tahan dengan perlakuan Feby. Tetapi setelah dilaporkan, Feby tidak mengakui perbuatannya. Dia malah menangis seolah-olah Elena memfitnahnya.

Setelah 30 menit, kini giliran murid-murid perempuan yang bermain bola voli.

Ditengah-tengah permainan, Feby selalu memarahi Elena karena Elena tidak bisa bermain. Elena tahu bahwa Feby marah bukan karena itu, melainkan dia masih marah karena Elena berangkat sekolah bersama Austin.

Bugh!

Bola voli mengenai wajah Elena, hingga membuat dirinya ingin menangis. Bukannya cengeng, namun wajahnya terasa sakit akibat bola tersebut.

Semuanya panik karena hidung Elena mengeluarkan darah. "Kamu gak apa-apa, kan?"

"Iya gak apa-apa kok,"

"Tapi hidung kamu berdarah," ujar Talitha.

Elena mengusap darah yang keluar dari hidungnya, spontan saja tubuhnya menjadi lemas saat melihat darah di jemarinya.

Bruk!

Elena terjatuh dan tak sadarkan diri. Lalu, seseorang menggendong dan membawa Elena menuju UKS.

...****************...

Elena membuka kedua matanya dan ia melihat sekitar. Ia ingat bahwa tadi ia pingsan akibat melihat darahnya sendiri.

Tetapi yang dipertanyakan saat ini, siapakah pangeran yang membawanya ke UKS?

Ia yakin betul bahwa tadi yang menggendongnya adalah seorang lelaki. Tetapi ia tidak tahu siapa orang itu.

Ketika melihat ke samping, Elena menemukan roti beserta susu kotak yang ia tidak tahu itu punya siapa. Karena sangat lapar, akhirnya Elena memakan roti tersebut.

Cklek!

Seseorang masuk kedalam UKS, ia menghampiri Elena dengan tatapan dingin. "Senang dapat perhatian dari Austin?" sinis Feby.

"Maksudnya?"

"Kamu sengaja kan pasang tampang sedih biar Austin peduli sama kamu," tuduh Feby.

"Aku sama sekali gak ngerti dengan apa yang kamu bicarakan," ujar Elena, lalu ia buru-buru pergi karena ia sedikit takut dengan Feby.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!