SMP

Aku semakin jatuh cinta pada dunia tari. Beberapa kali dapat juara ikut kompetisi nari. Entah tari tradisional atau kontemporer. Mbah Kung yang menemaniku kesana kemari. Daftar kompetisi ini itu. Menemani aku latihan dan saat lomba. Menghiburku saat aku gak dapat juara.

"Setidaknya Lala udah nari bagus buat Mbah. Lala tetap juara dihati Mbah," hibur Mbahku. Membuat aku terus bersemangat walau kadang gak menang.

Persahabatanku dengan Farel terus berlanjut. Kemana mana kami selalu berdua. Tidak terpisahkan. Kami bahkan diterima di SMP yang sama.

"Lala! Lala!" teriak Farel dari luar rumah.

"Apa? Sini masuk!" jwabku dari dalam. Aku sedang mempersiapkan peralatanku besok. Besok adalah masa MOS kami. Macam macam alat harus dibawa. Mulai dari tas karung goni, kalung bawang putih dan kalung pisang gancet. Roti, air putih kemasan gelas, dan coklat segi 5 yang harus dibungkus dengan plastik berwarna ungu. Tambahan buat cewek harus di kuncir dua dengan pita merah putih. Aku sedang mempersiapkan semua bawaan besok.

"Kamu udah siap semua?" tanya Farel sambil masuk keruang tengah.

"Udah dong. Kamu kurang apa?" tanyaku balik pada Farel.

"Aku bingung sama coklat segi lima," kata Farel.

"Ya coklat di potong segi lima aja Rel. Trus di bungkus apa kek. Yang penting warna ungu," jawabku. Sambil melemparkan coklat segi 5 sisaku.

"Nih, bawa aja, aku masih sisa," lanjutku. Farel tersenyum senang.

"Gitu dong. Itu namanya sahabat untuk selamanya," kata Farel meniru kata kata di lagu kartun tetangga sebelah. Sambil mengambil coklat segi lima gak simetris itu.

Tiga hari masa di kerjain tiba. Ini hari terakhir, semangatku sudah di titik terendah. Ternyata hari ini materinya pengenalan pramuka. Para senior itu mengambil orang dari luar. Alumni sekolah ini. Seorang senior mendekati aku. Saat kami masih berbaris. Aku tidak terlalu memperhatikan. Sudah capek.

"Nama?" tanyanya.

"Lala Kak," jawabku.

"Aku Vano," Katanya kemudian meninggalkan aku. Vano??? Aku ingat anak teman papa. Beberapa kali datang kerumah saat papa dirumah. Juga berteman baik dengah Hector. Mas tengil yang ikut karate. Ternyata dia juga alumni SMP ini.

"Ada yang bisa nari?" teriak Vano di depan barisan kami anak MOS. Matanya jelas mengincar aku. Semua anak MOS diam. Hari sudah hampir sore, tapi kami masih dijemur.

"Kalau gak ada yang maju mau nari, kalian gak pulang," katanya masih lekat melihatku dibarisan nomer tiga. Aku masih diam.

"Kakak hitung sampai tiga, gak ada yang maju buat nari... kalian gak pulang," ancamnya lagi. Menyebalkan memang!! Aku maju dalam hitungan kedua.

"Mau nari apa?" tanyanya sambil senyum senyum.

"Kontemporer. Tradisional moderen. Setelkan saja lagu Don't Remember milik Adele," kataku sebal. Dia masih senyum.

"Aku lihat tarian itu di pendopo. Bagus... ayo tarikan disini," bisik Vano padaku.

"Tarian dari teman kalian ini menutup MOS selama tiga hari ini. Kita sambut penampilan dari Vanila Jean Alie," teriaknya. Aku agak bengong. Ternyata dia hafal nama lengkapku.

Aku nari kontemporer yang beberapa minggu lalu kupentaskan bersama teman teman di sanggar tariku. Cuma dengan kostum yang berbeda. Kostumku kali ini memalukan. Rambut kuncir dua, muka acak acakan tanpa make up. Seragam pramuka lengkap dengan hasduk dan kaos kaki hitam. Narinya sendirian lagi.

"Dia kayaknya udah ngincer kamu deh," kata Farel saat pulang.

"Emang. Dia itu anak temannya papa. Juga ikut karate dekat sanggar," kataku. Farel manggut manggut.

"Kayaknya sok banget orangnya. Nyebelin gitu," kata Farel lagi. Emaaaang dahhh.... 100 buat Farel.

***

Aku menjalani kegiatan seperti biasa. Berputar putar antara sekolah, pentas dan nari. Farel beda kelas dengan aku. Akan tetapi kami sering istirahat bersama. Kami tetap kompak. Walaupun usia kami sudah remaja sekarang. Teman kanak kanak terawetku ya Farel ini.

Dia juga yang memback up pelajaranku yang keteter karena nari.

"Farel, Farel...." teriakku di depan rumahnya.

"Apa?" tanya Farel keluar dari rumah. Aku menyodorkan buku catatannya yang aku pinjam kemarin.

"Makasih," kataku. Farel menerimanya.

"Kelasku udah sampai matematika yang katamu susah itu. Kamu gak lulus kan kemarin? Mau aku bantu jelasin sebelum remidi?" tanya Farel.

"Boleh banget dong!!!" jawabku bersemangat. Farel tersenyum.

"Masuk sini..." katanya. Aku langsung semangat masuk rumahnya. Matematika adalah pelajaran tersulitku. Aku sering remidi dari pada lulus. Hihihihi. Berbanding terbalik dengan Farel. Dia encer sekali kalau matematika dan IPA. Walaupun pelajaran lain juga bagus. Farel ini selalu juara dikelasnya. Nilaiku cuma sempurna di kesenian. Hanya satu mapel itu saja. Hihihi yang lain asal lulus dan beberapa remidi.

***

lenganku sengaja disenggol Jefri, teman sekelasku. Saat aku mau duduk di mejaku. Jefri terkenal preman dan suka bikin onar. Farel di belakangku. Mau mengajariku rumus fisika rumit.

"Dasar tukang iseng!!" kataku sambil melotot menatap Jefri.

"Apa lo, sinden kono," ejek Jefri padaku. Heran aku. Apa salahnya dengan tarian tradisional? Aku selalu didukung keluargaku, tapi beberapa temanku malah membuliku gara gara aku seorang penari.... Ada yang salah dengan nari tradisional??? Aku selalu menanggapi bullyan mereka dengan bullyan balik. Siapa takut. Beberapa mental dan gak berani membully lagi. Mulutku kalau sudah kesal pedasnya melebihi cabe habanero, itu kata Farel. Tapi jefri ini emang agak bandel emang. Dia belum bosan membulyku.

"Emang kamu moderen? Mukamu aja kaya kakek kakek. Udah gitu jerawatmu banyak. Mukamu lebih mirip jalan belum diaspal. Gak punya uang yaa buat beli obat jerawat??? Miskin yaa??? Miskin aja belagu!" balasku panjang kali lebar. Beberapa temanku tertawa mendengar ucapanku. Muka Jefri merah padam. Udah terlihat malu bercampur marah. Dia menarik tangan kananku. Bermaksud mengajakku keluar kelas.

"Sini kita selsaiin diluar!!" kata Jefri. Farel mempertahankan tangan kiriku dalam genggamannya. Mereka tarik tarikan aku objek tariknya.

"Gak malu ribut sama cewek!! Kasar lagi!!" kata Farel mode gak santai.

"Urusan gue. Lepas dia!!" jefri gak kalah nyolot. Tarikan mereka semakin menguat.

"Lepas.... ini sakit," kataku karena sudah terasa ngilu.

Farel dengan cepat mendekati Jefri. Memukul mukanya keras. Jefri terpental kelantai.

"Anji ing!!" maki Jefri bangun menyerang Farel. Mereka adu jotos beberapa kali. Teman temanku melerai termasuk aku.

Guru BP datang dan membawa Farel dan Jefri ke ruang BP. Aku mengikuti mereka. Terus mengatakan kalau Farel gak salah, tapi tidak di hiraukan. Aku disuruh keluar sama guru. Ruang BP terkunci dari dalam.

Akhirnya Farel dan Jefri dihukum. Skors selama tiga hari. Farel membuatku berjanji untuk tidak membocorkan masalah sebenarnya pada dua orang tua kami.

Tiga hari itu kugunakan untuk memberi tahu Farel mata pelajaran yang tertinggal. Sayang sekali untuk Farel. Dia murid yang pintar.

"Maaf ya Rel kamu jadi kena hukum," kataku sambil merasa bersalah.

"Gak papa jangan merasa bersalah gitu. Kita kan teman harus saling bela. Aku juga kok yang mukul Jefri duluan. Udah sebel lihat gayanya sok preman," kata Farel. Aku tersenyum. Kami sama sama tersenyum saling pandang.

Farel memanjat pohon depan rumahnya.

"Masih bisa manjat gak kamu??" teriaknya padaku dibawah.

"Ihhh, ngeremehin!!! Tunggu situ," kataku semangat. Kami berada di atas pohon lagi.

"Laa...."

"Hummm," jawabku tanpa menoleh. Menikmati pemandangan yang ada.

"Aku suka kamu....." kata Farel tanpa menoleh ke arahku. Memandang gemerlap air sungai tertimpa cahaya matahari. Aku gugub menanggapi. Bingung juga mau jawab apa. Akhirnya cuma terdiam. Farel juga tidak membahasnya lagi. Kami turun saat menjelang magrib.

Terpopuler

Comments

MAY.s

MAY.s

Antara Farel dan Vano🤔

2023-07-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!