Jemari sibuk menari di atas keyboard, mata tak lagi mampu memandang screen laptop. Pikiran liar entah kemana. Apa ini yang dinamakan jatuh hati?
Mendengar suara nada, pesan masuk di handphone berharap yang chat itu dari dia. Heem, ternyata khayalan tak seindah kenyataan, lagi-lagi Ale yang chat.
Tidak seperti biasanya, kalau Ale menghubungi, Onci selalu fast respon tapi kali ini benar-benar ingin melepas sejenak penat dan tidak melulu bergelut seputar pengajuan penawaran, proposal, estimasi anggaran dan design event.
Perasaan ingin memiliki pasangan hidup mulai membayangi pikiran. Onci sudah mulai merasa bahwa usia-nya sudah tak lagi muda dan sudah mulai memikirikan hubungan yang serius.
Yaaah, walau tidak dalam waktu sesingkat-singkatnya. ( Hahaha, itu nyari jodoh apa nyusun naskah proklamasi brooo?)
"Kapan yaaah di KTP berganti status, Menikah?!" Gumam Onci dalam hati sambil melihat fhotocopy KTP yang tergeletak di meja.
"Kalo begini terus, bisa-bisa jomblo seumur hidup." Bisik hati.
"Bener kata Bang Haji Roma, karena hidup sendirian berat menahan godaan. Jii...Jii, lagu ente bikin pusing jomblo. Udah kalo malam minggu ketemunya dia lagi...dia lagi...Ale lagi...lagi-lagi si Ale." Terus menggerutu di hati
sambil mengingat lagu Haji Rhoma Irama, Bujangan.
"Dikira gw homo apa...Malam minggu sama cowo. Udah anak-anak event cowok semua. Wajar klo ada yang tanya, loh Homo yaah?!" ucap Onci berbicara sendiri.
Dan tiba-tiba di display handphone terlihat pop up chat, 'Dhea Excusse' nama yang tertulis di phone book.
"Waduh, akhirnya dia chat juga. Curiga gw punya telepati, sampai Dhea benar-benar chat dia." Ucapnya

Pucuk di Cinta ulam pun tiba, mirip pungguk yang merindukan malam. Akhirnya Dhea yang mengawali komunikasi.
Dengan sok cool-nya Onci membalas chat whatsapp dari Dhea. Yah, sepertinya introduction, kata pembuka. Kalau dibilang hanya speaak ( Spiik, red ) doang.
Dari sini lah semua berlanjut, hingga membuat Onci yang awal mulanya tidak memiliki nyali, terpaksa ia memberanikan diri, menawarkan untuk sekedar hangout.

Dasar lelaki, bisa saja merayu harusnya kudu point ( eeeh salah) to the point saja tidak perlu ngomong kesana-kesini, langsung ke intinya saja, mau menawarkan diri untuk sekedar makan malam atau ketemuan di luar.
Dan terbukti, tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Dhea pun menerima tawaran untuk sekedar hangout.

Dhea memiliki selera humor juga ternyata, hingga akhirnya mereka pun sepakat untuk hanghout.

Tak disangka, Onci bisa juga merayu wanita sampai berujung janji ketemuan, prestasi yang luar biasa, dalam hitungan jam saja, sudah mampu memikat hati Thea, pandai merayu mirip sales panci. Hahaha...
Dibalik sikapnya yang cool dimata crew and team Onci memiliki bakat terpendam, atau memang sudah terbiasa meloby client dan negosiasi, jadi bukan sesuatu yang sulit baginya untuk sekedar membuat janjian ingin ketemu.
Secara fisik, Dhea memiliki tubuh dan tinggi yang proporsional, terlebih rambutnya kriting ozon serta kulit putih, mata yang sipit, plus pastinya modis dan paham menyesuaikan diri.
Yah, setidaknya tidak bikin malu saat dibawa kondangan.
Mereka pun akhirnya sudah menentukan meet point, sisi jalan utama disebuah perumahan yang besar.
_________________¤¤¤______________
Kediaman Onci,
20.00 Wib
Semusim kemarau, yang terbias disirami hujan, menyisakan aroma tanah yang menusuk hidung, terasa begitu sejuknya. Dan seperti wajah tersiram embun pagi dari tidur panjang, dan hangatnya mentari memeluk jiwa yang tersadarkan dari sisa peraduan semalam.
Cowok yang dibesarkan dari keluarga yang serat akan nilai religius, Abahnya seorang da'i yang dikenal banyak orang, dari mimbar ke mimbar, dari majlis satu ke majlis lainnya, tak heran sedari kecil ia didik oleh Abah dan Umi yang ta'at beribadah.
Setelah menyelesaikan pendidikab di bangku sekolah dasar, Onci sudah dimasukan ke sebuah pesantren di Jawa Barat, dan sekolah di sana.
Ayahnya lah yang memasukan ia di pondok pesantren, karena memang di sana juga sang Abah, Ustadz Syahrul menimba ilmu agama dari seorang ajengan karismatik seantero Jawa Barat.
Dengan harapan orang tua, kelak anak nya menjadi pengantinya. Yang menyebarkan syiar Islam di negeri ini, khususnya di tempat tinggal.
Ditempat tinggalnya, orang tua Onci memiliki sebuah sekolah pendidikan Islam, dan aula yang cukup besar disebut Majlis.Abah dan Umi bergantian mengajar ratusan murid, dibagi menjadi tiga kelas, pagi, siang dan malam, bahkan di hari Minggu pun menyelenggarakan pengajian untuk umum. Terkadang kedua orang tuanya sampai kualahan mengajar ratusan murid, walau sering di bantu santri senior, tetap saja tak kepegang.
"Abah lama-lama menua, dan tidak sekuat dulu. Pengen rasanya, ente bantu abah ngajar ngaji. Ilmu ente sayang kalau tidak digunakan." Sering Abah meminta Onci untuk membantunya mengajar, tetapi memang belum juga terpanggil untuk menjadi tenaga pengajar.
"Siapa lagi yang gantiin abah nak, kalo bukan kamu." Pinta Umi merayu.
Tepai Onci tetap saja memilih dunia entertaiment sebagai pilihan profesinya. Jauh dari ilmu yang ia dapatkan di Pondok Pesantren.
"Rasanya sia-sia kita masukan abang ke pesantren, kalo ujung-ujungnya memilih pekerjaan yang jauh dari disiplin ilmu yang abang miliki. Abah dan Umi tak selamanya muda, apa lagi abang itu pinter ngajinya, paham ilmu agama, dan santri-santri abah sudah ratusan orang." Lirih Umi meminta cowok pemilik nama asli Fahrurrozi ini.
"Iya mi, insyallah kalau Ozi sudah mantap akan ikuti jejak abah dan umi, Ozi masih muda dan masih mencari jati diri." Ucap Onci dengan nada begitu lembut.
"Kalo memang ente tidak bisa bantu abah dan umi ngajar, se enggaknya ente jadi khotib di masjid, nge badal kan abah." Maksud Abah, kalau memang Onci tidak bisa membantunya ngajar, setidaknya ia bisa menggantikan Abah untuk menjadi penceramah saat solat Jumat.
"Iya bah, insyallah Ozi akan bantu abah dan umi, tapi nunggu waktu yang tepat yah?"
"Nunggu sampai kami meninggal dunia, dan ente akan menyisakan penyesalan setelah kite udah nggak ade. Apa ente tega liat madrasah kosong dan jadi sarang hantu. Siapa lagi yang bisa ajarkan anak-anak sekarang mengenal Tuhan, kalo bukan dari Madrasah kite?" Nada bicara abah mulai meninggi.
Hanya Onci yang menjadi harapan mereka untuk meneruskan perjuangan keluarga. Hampir Tiga Puluh Tahun, Umi dan Abah merintis Yayasan Pendidikan Islam, sampai akhirnya sebesar itu.
Awalnya hanya satu aula saja, sedikit demi sedikit mereka membangun kelas, sampai akhirnya Yayasan Pendidikan Islam tersebut memiliki Lima ruang kelas, satu aula dan masjid.
Selain santri senior, Abah dan umi dibantu beberapa saudara dari keluarga Abah dan Umi, tetapi mereka berharap banyak dengan Fahrurrozi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Yesma
mantap ceritanya mampir juga di karya ku anakku dengan suami anakmu dengan istri
2021-05-22
0
Aisy Hilyah
lanjut baca tor
2020-07-05
1
lalalisa
Keren kak ceritanya. Semangat up terus ya kakak, sudah aku like .
Mampir juga yuk kak ke karya ku
judulnya: TERJEBAK CINTA SAHABAT
2020-06-07
1