Setelah berbincang cukup lama dengan pak satpam, akhirnya Wafa diperbolehkan masuk juga. Dari cctv yang terpasang, Zaka Yang, sang asisten pribadi Pak Bian juga paham dengan gadis yang sudah menolong anak majikannya itu. Lalu, mengatakan kepada Tuannya jika Wafa adalah orang yang telah membantu putrinya.
"Apa dia gadis yang kamu bicarakan tadi?" tanya seorang pria, sebagai Tuan dari Zaka Yang.
"Benar, Pak. Beliaulah gadis baik yang membantu Nona muda, bahkan mengajarkan makan dengan baik sama seperti makan malam hari ini," jawab Zaka Yang.
"Persilahkan dia masuk. Saya penasaran dengannya." perintah pria itu.
Siapa pria itu?
Namanya adalah, Huang Jie Xi, atau Bian Hutomo. Pengusaha muda, seorang duda, sukses dan memiliki aset kekayaan yang mungkin akan membingungkan jika ingin ikut menghitungnya.
Bian ini adalah seorang duda. Istrinya meninggalkannya ketika dirinya sekarat karena sebuah kecelakaan lalu lintas empat tahun lalu. Dimana putri mereka, Grietta, masih berusia sekitar satu tahunan. Mantan istri Bian masih hidup dan selalu wira-wiri ke rumahnya untuk menjalin hubungan baik lagi.
Namun, karena Bian tahu jika mantan istrinya datang kembali untuk harta, bukan membangun rumah tangga yang baik kembali, maka Bian selalu saja membiarkannya dan tidak segan lagi mengusirnya jika dirinya sedang tepat berada di rumah.
"Nona, silahkan duduk. Saya akan panggilkan Pak Zaka Yang dulu," ucap salah satu asisten rumah tangga di rumah itu.
"Oh, baiklah—" jawab Wafa sedikit heran.
Tek … Tek …
Suara seperti bahan ringan di ketuk ke dinding. Tek … Tek …
Terus saja seperti itu. Menjadikan Wafa penasaran dengan suara tersebut. Sehingga, Wafa mencari-cari sumber suara itu. Terlihat di lantai kedua sana, Grietta sedang memanggilnya.
"Hai," lirih Wafa, sambil melambaikan tangannya.
Grietta sangat senang sekali Wafa datang. Bahkan, baju yang dia kenakan, adalah masih baju yang Wafa berikan kepadanya sore tadi. Berlari dari atas dengan raut wajah yang gembira, membuat Grietta berlari seperti mengambang saking cepatnya.
"Hati-hati," Wafa langsung menangkapnya karena Grietta hampir saja terjatuh.
"Lihat, Pak. Nona Muda begitu energik kala mau bertemu dengan wanita atau Nyonya pemilik yayasan ini," ucap Zaka Yang.
"Pemilik yayasan?" tanya Bian.
"Benar, saya sudah bertemu dengan beliau. Beliau mengatakan jika beliau memiliki sebuah yayasan panti asuhan yang berdiri di seberang jalan depan sekolah Nona Muda," jelas Zaka Yang.
"Aku akan menemuinya." ucap Bian.
Bian turun dari kamarnya. Melihat Grietta tersenyum kepada Wafa, membuatnya semakin heran. Sebab, beberapa tahun lalu setelah Grietta mengalami kecelakaan bersama dengan Ibu kandungnya. Mengakibatkan Grietta menjadi selalu ketakutan kepada orang baru. Bahkan, senyum Grietta juga hilang pasca kecelakaan itu.
"Selamat malam," sambut Bian dengan ramah kepada Wafa.
"Selamat malam juga, Pak—" Wafa seperti bertanya kedudukan Bian ini.
"Saya orang tua Grietta. Dia adalah putri saya," jawab Bian dengan kaku.
"Oh, Pak Hutomo, ya. Perkenalkan nama saya Wafa, saya sebelumnya sudah bertemu dengan Grietta. Kedatangan saya kemarin hanya mau mengembalikan kalung ini. Grietta tadi memberikan kepada saya dan saya seperti tidak pantas menerima kalung berlian ini," ucap Wafa, mengeluarkan kalung tersebut dan menyerahkannya kepada Bian. Wafa ini memang selalu to the point.
Grietta menahan tangan Wafa, kemudian menggelengkan kepalanya.
"Lihatlah, putri saya tidak terima jika kamu mengembalikan kalung itu. Mari, silahkan duduk dan kita bicarakan ini dengan baik-baik," Bian mempersilahkan Wafa untuk duduk dengan ramah.
"Baik, Pak!" sahut Wafa.
Wafa kembali menceritakan pertemuannya dengan Grietta yang tidak sengaja di sore hari tadi. Lalu, Wafa juga menceritakan bagaimana Grietta memberikan kalung tersebut atas saksi asisten pribadi dari Bian, Zaka Yang. Wafa mengatakan jika dirinya tidak bisa menerima kalung tersebut karena memang kalau itu terlalu mahal baginya.
Gadis kecil itu menyeritkan alisnya. Kemudian mengambil kembali kalung yang diletakkan di atas meja, kemudian memberikan kalung tersebut ke tangan Wafa lagi.
"Grietta, Kakak tidak bisa menerima ini. Ini pasti pemberian diri orang tua kamu. Bagaimana jika kalung ini adalah kalung yang sangat berharga bagi orang tua kamu. Kakak tidak bisa terima. Grietta berikan Kakak barang lain saja, bagaimana? Jadi ditukar gitu," Wafa masih berharap Grietta mau mengambil kalungnya kembali.
Grietta menggelengkan kepalanya lagi. Dia menolak mengambil kembali barang yang sudah diberikan kepada wanita yang telah menolongnya.
Merasa bingung, Wafa pun menatap Bian. "Kenapa menatap saya?" tanya Bian dengan wajah dinginnya.
"Pak, ambilah kalung ini. Saya sungguh tidak bisa menerimanya. Teman saya mengatakan, bahwa harga kalung ini sangat mahal. Saya tidak mampu menjaga amanah sebesar itu, Pak," Wafa menyodorkan kalung tersebut kepada Bian.
Bian menatap putrinya. Tapi, putrinya itu terus saja menggeleng dan malah menggenggam erat lengan Wafa. Bian tahu arti dari tingkah Grietta tersebut. Bian pun menghela nafas panjang, kemudian menjelaskan kembali kepada putrinya tentang kalung itu.
"Sayang, bukankah Papi pernah mengatakan tentang kalung itu?" tanya Bian kepada Grietta.
Grietta mengangguk.
"Lalu, kenapa kamu memberikan kalung itu kepada sembarang orang? Bagaimana jika kalung itu hilang?" lanjut Bian.
"Benar, apa yang dikatakan oleh Papi kamu ada benarnya, Nak. Kalung ini sangat mahal, bagaimana jika kalung ini sampai hilang? Matilah nanti Kak Wafa—" celetuk Wafa, menyela pembicaraan ayah dan anak itu.
Mendengar celetukan Wafa, membuat Bian heran. Menahan tawanya karena ekspresi wajah Wafa saat itu tegang dan lucu. Tapi, Bian tetap stay cool supaya tidak hilang wibawanya. "Grietta, ayo, ambil kembali kalungnya," pinta Bian.
Grietta kembali mengangguk, kemudian Bian memberikan kode mata lagi. Grietta kembali mengangguk lagi dan begitu seterusnya sampai Wafa kesal. "Astaghfirullah hal'adzim, ada apa dengan kalian ini?" Wafa mulai bingung dan ingin menangis.
"Pak, saya mau pulang dan saya kembalikan kalung ini. Assalamu'alaikum!" Wafa sampai mengucapkan salam sedikit kuat, padahal tidak mungkin ada yang jawab di rumah itu.
"Saya tidak akan mengambil kembali kalung ini, Nona. Ambil, pakai, dan jaga dengan baik. Itu adalah kalung warisan dari nenek saya," ujar Bian tanpa berdiri.
Wafa menghentikan langkahnya. Kemudian menarik napas panjang dan menenangkan diri lebih dulu. "Allahu Akbar, Ya Allahu Ya Rabb—" sebut Wafa karena sudah merasa gemas. Kemudian berbalik ke arah Bian dan Grietta.
"Justru karena kalung itu adalah kalung warisan, makanya saya kembalikan. Kenapa Bapak meminta saya memakainya? Pak, jangan mempersulit saya, saya mohon—jangan mempersulit saya. Saya orang baik, loh, ini!" Wafa sampai menyatukan tangannya dan mengangkat di atas kepalanya. Hal itu membuat Grietta tertawa.
Tawa Grietta membuat Bian terkejut. Pasalnya, setelah kasus kecelakaan itu, Grietta memang sudah tidak tertawa lagi. Bahkan, kali itu suara tawanya sampai kencang sekali.
"Grietta, Nak, kamu ... tertawa?" Bian menghampiri putrinya.
Grietta langsung diam kala Bian mendekatinya. Wafa pun menjadi heran dengan pemandangan itu. Gadis berusia 20 tahun itu juga menghampiri Grietta dan jongkok di depan gadis kecil itu di sisi Bian.
"Grietta, kenapa kamu jadi diam? Bukankah barusan saja kamu tertawa sampai bersuara?" tanya Wafa.
Grietta langsung memeluk Wafa dengan erat. Menatap Bian seperti takut dan tubuhnya juga mulai bergetar. Padahal, Bian sangat menyayangi Grietta. Wafa memang bukan psikolog maupun ahli dalam menangani anak-anak yang seperti Grietta. Tapi, dengan kemampuannya mengambil hati anak-anak, mampu membuat Grietta percaya padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments