"Maaf, ya. Membuat Mbak menunggu lama sekali," ucap Wafa menemui tamunya.
"Tidak masalah, Mbak. Saya tidak terburu-buru, kok," jawab gadis itu. "Um, apakah Mbak sudah tidak sibuk?" tanyanya lagi.
"Oh, tidak. Hanya kita perlu bicara sebentar saja, dan setelah itu mbak lanjut dengan Mbak Nur, ya. Saya harus mengantar anak ini pulang. Pasti sudah dicariin oleh orang tuanya. Bagaimana mbak, apakah mbak tidak keberatan?" ucap Wafa ramah.
Mereka pun berkenalan, Wafa terkejut dengan usia gadis itu yang masih sangat muda. Mengandung diluar nikah, dan kekasihnya tidak mau bertanggung jawab. Gadis itu bernama Vita. Berusia 18 tahun baru mau naik kelas tiga sekolah menengah atas. Wafa tersentuh hatinya yang dimana Vita tidak mau menggugurkan bayinya dan ingin melahirkannya.
"Pada dasarnya, wanita yang akan selalu dirugikan masalah seperti ini. Entah Wanita itu sudah menikah atau masih lajang, pasti akan selalu dirugikan dengan kasus seperti ini," kata Wafa sedih.
"Mbak, naudzubillahimindzalik … saya memang belum pernah mengalami hal yang seperti ini. Tapi kebanyakan dari ibu bayi-bayi atau anak-anak yang ada di yayasan ini, mereka juga memiliki kasus yang serupa," lanjut Wafa.
"Jika berkenan, Mbak Vita bisa tinggal di sini sampai melahirkan. Soal biaya makan sehari-hari, vitamin dan juga pemeriksaan dokter, saya yang akan tanggung. Mbak hanya cukup melahirkan adik bayinya saja, setelah itu Mbak bebas mau bekerja di mana saja atau mau lanjut pendidikan, terserah. Alhamdulillah jika Mbak mau di sini, saya senang sekali. Mbak bisa membantu Mbak Nur mengurus anak-anak di sini,"
"Atau kalau bisa, nanti Mbak akan saya Carikan pekerjaan lain yang cocok untuk untuk Mbak Vita." tukas Wafa.
Vita malah menangis tersedu-sedu. Dia tidak menyangka bisa bertemu dengan wanita muda seperti Wafa Thahirah. Di saat kedua orang tua dan juga kekasihnya tidak mau menerima janin yang ada di dalam kandungannya. Wafa sebagai orang lain malah dengan senang hati menerima kehadiran mereka berdua.
"Mbak Wafa … MasyaAllah tabarakallah. Terima kasih Mbak Wafa sudah mau menerima kita di sini. Tapi, apakah saya tetap masih bisa menjadi ibu dari anak saya meski saya harus membantu Mbak Nur merawat anak-anak di sini?" Vita berpikir jika setiap anak yang ada di yayasan itu sudah menjadi milik Wafa.
"Loh, Dek Vita kok tanyanya seperti itu? Anak-anak di sini ya bukan hanya milik Mbak Wafa. Milik siapapun yang ingin menganggapnya sebagai anaknya. Banyak donatur juga yang ikut memberikan sebagian rezeki dari mereka, dan mereka juga akan dianggap sebagai orang tua oleh anak-anak di sini," sahut Mbak Nur.
"Apa yang dikatakan Mbak Nur memang benar. Anak Mbak Vita tetap akan menjadi anaknya Mbak Vita. Tapi nanti pasti akan sedikit sulit untuk mengurus akte kelahirannya. Jadi, jika Mbak Vita ingin tetap tinggal di sini setelah melahirkan, maka Mbak Vita harus bisa bekerja sama dengan kami, supaya bisa mengurus anak Mbak Vita dengan baik sampai kelar data identitas dari si anak ini," lanjut Wafa. .
"Um, sepertinya ini sudah sangat terlambat. Mbak Vita bisa lanjut sama Mbak Nur, ya. Saya akan mengantar anak ini dulu ke sekolah untuk bertemu dengan orang tuanya, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,"
"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarakatuh."
Dengan senyum tulusnya, Wafa mengajak Grietta ke sekolahnya lebih dulu supaya bisa mencari nomor telepon orang tua gadis kecil itu. Senyum Grietta juga terpancar cerah kala digandeng tangannya oleh Wafa.
"Ke sekolah naik pick up tidak masalah, 'kan?" tanya Wafa kepada Grietta. "Kebetulan yang Kak Wafa memiliki cuma mobil ini. Mau pakai motor juga masih hujan. Grietta baik-baik saja, kan, jika naik mobil ini?" sambungnya.
Grietta mengangguk semangat. Baju muslim yang dipakai di tubuhnya, membuat Grietta terlihat sangat anggun. Bahkan, Grietta selalu mengusap-usap baju pemberian Wafa itu. Segeralah mereka berangkat ke sekolah taman kanak-kanak Santa Maria, dimana Grietta bersekolah.
Waktu yang ditempuh memang tidak lama. Sebab, sekolahan tersebut hanya ada di seberang jalan tapi masih ada selisih beberapa toko di sana. "Kita sudah sampai. Tapi sepertinya sekolahannya sudah tutup. Bagaimana cara Kakak bisa mendapatkan nomor telepon Papi atau Mami kamu, ya?"
Tak pernah lepas dari dzikirnya, Wafa akhirnya menemukan cara untuk mendapatkan nomor telepon orang tua dari gadis kecil itu. Wafa masih melihat ada pak satpam di sana. Jadi, pasti sopan tersebut tahu siapa orang tua dari Grietta.
"Ah, itu masih ada security di sana. Kamu tunggu disini dulu, ya. Kakak mau bertanya dulu kepada Bapak security itu," kata Wafa meminta Grietta tetap tinggal di dalam mobil.
Grietta mengangguk. Kemudian Wafa turun dan menyapa satpam yang sudah siap-siap mau pulang. Segera Wafa berlari sebelum satpam itu naik ke motornya.
"Assalamu'alaikum, Bapak. Tunggu, Pak!" teriak Wafa.
"Iya, Bu? Ada yang bisa saya bantu?"
"Pak, saya mau bertanya, apakah masih ada guru di sekolahan ini?" tanya Wafa.
"Wah gurunya sudah pada pulang, Bu. Memangnya Ibu mau bertemu dengan guru siapa?" tanya satpam itu.
"Tadi ada anak TK dari sekolahan ini yang saya tolong karena dia ada di pinggir jalan dan hampir saja ditabrak motor. Anak tersebut bernama Grietta. Itu nama yang ada di kalungnya dan name tagnya, Pak. Bapak bisa bantu carikan nomor telepon orang tuanya atau siapa gitu yang bisa dihubungi?" Wafa menjelaskannya.
"Waduh, Non Grietta ini. Namanya Grietta Huang Xu, bukan?" Satpam itu terlihat panik.
"Di nametag seragamnya memang namanya itu," jawab Wafa mengiyakan.
Segera satpam itu menghampiri Grietta ke mobil apa Wafa. Ketika pak satpam mengajak gadis kecil itu untuk ikut bersamanya dan mengantarnya pulang, Grietta tidak mau dan malah terus menggenggam tangan Wafa. Wafa menjadi iba.
"Pak, berikan saja alamat anak ini atau nomor orang tuanya supaya bisa menjemputnya. Saya pemilik dari yayasan itu. Jika Bapak kurang percaya dengan saya
"… saya adalah putri dari—" ucapan Wafa terhenti saat satpam itu mengatakan bahwa dirinya sudah tahu siapa Wafa ini.
"Alhamdulillah jika bapak sudah tahu siapa saya. Tolong, percayakan kepada saya anak ini. Saya akan mengantarkan dia bertemu dengan keluarganya," imbuh Wafa sedikit lega.
Satpam tersebut langsung memberikan nomor telepon asisten dari ayahnya Grietta. Membuat Wafa sedikit terkejut kenapa nomor asistennya yang diberikan kepadanya. "Loh, Pak. Kok, ini yang Bapak berikan nomor asistennya? Kenapa tidak secara langsung Ibu atau Ayahnya saja gitu?" protes Wafa.
"Waduh, kalau itu saya tidak tahu, Bu. Memang jika Nona Grietta hilang, pasti yang saya berikan, ya, nomornya asisten dari orang tuanya atau enggak, ya, pengasuhnya," jelas satpam tersebut sedikit gugup.
Wafa merasa kecewa dengan orang tua Grietta yang tidak memperhatikan putrinya. Baginya, gadis sekecil Grietta harus lebih diberi perhatian dan juga kasih sayang yang lebih karena usianya masih terlalu dini untuk mandiri. Apalagi Grietta memiliki kendala tidak bisa bicara dengan orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Next
2023-01-17
0