"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Iya, Abi—"
Seperti biasa, sang Abi meminta putri bungsunya itu untuk pulang jangan terlalu malam, karena biasa setelah hujan akan sepi suasana jalanan. Wafa mengatakan kepada Abinya untuk tidak terlalu mengkhawatirkan dirinya. Ketika bercanda bersama Abinya dari balik jendela, Wafa melihat seorang anak kecil yang terlihat diam saja di tengah jalan.
Awalnya, Wafa mengira jika anak itu hanya bercanda saja bermain di jalanan. Tapi setelah dilihat dari tatapan mata dan juga gerak-geriknya, Wafa yakin jika anak tersebut tidak seperti anak lainnya yang sedang bermain biasa.
"Anak itu …."
"Mbak Wafa, ada ibu hamil baru yang katanya mau menaruh anaknya nanti setelah lahir di yayasan ini. Beliau sud—" ucapan Mbak Nur terhenti saat Wafa memberikan ponsel genggamnya kepadanya.
"Jawabkan, ya. Um, katakan kepada Abi, kalau saya memiliki pekerjaan mendadak. Terima kasih, Mbak Nur yang baik," ucap Wafa setelah memberikan ponselnya kepada Mbak Nur.
"Ta-tapi, Mbak Wafa! Itu orangnya—sudah ini, loh!" ucapan Mbak Nur kembali ter-sela.
"Satu porsi nasi goreng Mas Benu. Free buat Mbak Nur malam nanti!" teriak Wafa sembari lari ke luar.
Mendengar nasi goreng Mas Benu memang membuat mbak Nur tergoda. Mas Benu dan Mbak Nur memang sedang kasmaran. Jika mereka berdua bisa bertemu, suatu bonus bisa memadu kasih di kesempatan itu. Terpaksa, Mbak Nur menjawab telepon dari ayah Wafa dan mengatakan demikian.
Tamu Wafa itu adalah seorang gadis yang sedang mengandung, tapi pacarnya tidak mau bertanggung jawab. Yayasan milik Wafa memang menerima bayi yang masih dalam kandungan. Dengan membuka yayasan itu, Wafa berharap dapat mengurangi aborsi, bayi dibuang ataupun anak yang teraniaya karena masalah keluarga.
"Dek!"
"Awas, motor!"
Dengan kecepatan penuh, Wafa menarik anak tersebut sampai dirinya terluka di bagian siku. Bahkan, baju lengan Wafa saja sampai sobek. Di sisi jalanan raya besar itu memang masih ada kerikil banyak yang sudah mulai kikis karena aspalnya rusak.
"Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Wafa kepada gadis kecil itu.
Namun, gadis kecil itu hanya diam menatap Wafa dengan tatapan bingung. Hujan malah semakin deras, Wafa membawa gadis kecil itu ke yayasan dan segera membuatnya hangat. Dengan menggendong gadis kecil itu, Wafa menerjang hujan dan meminta salah satu penjaga yayasan untuk menutup gerbangnya kembali.
"Mbak Nur!"
"Mbak Nur, tolong sebentar, Mbak!"
"Ya Allah, Mbak Wafa? Kenapa jadi basah kuyup seperti ini, sih?" ujar Mbak Nur ikut panik.
"Tolong carikan baju umur lima tahunan. Ada yang baru saya beli kemarin di lemari kedua. Kasihan anak ini juga sudah basah kuyup," pinta Wafa tanpa memperdulikan dirinya sendiri.
"Lalu, Mbak Wafa sendiri bagaimana? Baju Mbak Wafa juga basah, loh!" sahut Mbak Nur.
"Jangan pedulikan saya. Cepat cari baju untuk anak ini. Saya temui dulu tamu di luar sebentar, setelah itu saya akan memandikan anak ini." Wafa begitu baik sampai tidak memperdulikan dirinya yang sudah basah kuyup karena membantu gadis kecil itu.
Tamunya ternyata memang masih sangat muda. Perempuan berusia 18 tahun yang masih sekolah menengah atas. Tapi, dia memutuskan untuk putus sekolah karena perutnya semakin membesar.
"Mbak, seharusnya Mbak ganti baju saja dulu tidak apa-apa. Saya masih sanggup menunggu, kok. Kasihan juga jika Mbak dan adik nya sakit karena bajunya basah," ucap gadis itu.
"Jadi, tidak masalah kah jika saya tinggal dulu lagi, nih? Saya merasa tidak enak kepada Mbaknya karena sudah menunggu sejak tadi," sahut Wafa.
Gadis itu tetap tidak masalah menunggu lagi. Segera Wafa masuk dan memandikan gadis kecil yang ia selamatkan. Kemudian meminta mbak Nur supaya menemani tamunya. Gadis kecil itu sangat patuh ketika dimandikan oleh Wafa. Tidak dirasa, tiba-tiba saja ketika tangan Wafa menyentuh pipi gadis kecil itu, dia memejamkan matanya seolah tangan Wafa adalah bantal yang sangat nyaman.
"Hei, kenapa kamu?" tanya Wafa lirih.
Gadis kecil itu hanya tersenyum, masih nyaman dengan sentuhan tangan Wafa. "Ayo, kita selesaikan dulu mandinya. Kamu harus segera ganti baju," lanjut Wafa.
Tak ada jawaban apapun. Gadis kecil itu hanya mengangguk semangat tanpa bicara. Wafa masih belum tahu mengapa gadis kecilnya tidak mau bicara.
"Namamu siapa?" tanya Wafa.
Gadis kecil itu menunjukkan name tag yang ada di seragam sekolahnya. "Oh, namanya Grietta Huang Xu?" lanjut Wafa lagi. Bibirnya sedikit kelu menyebut nama lengkap Grietta, gadis kecil yang dia bawa dari seberang jalan itu.
Nama gadis itu memang Grietta Huang Xu atau nama Indonesianya adalah Grietta Hutomo. Putri dari seorang pengusaha muda yang kaya raya bernama, Huang Jie Xie, atau Bian Hutomo. Pengusaha ini masih muda tapi sudah menyandang status duda.
"Kamu sekolah di Santa Maria, ya?" tanya Wafa lagi, mencoba mengajak Grietta bicara. Grietta pun mengangguk.
"Um, kamu tahu nomor Ayah atau Ibu kamu, tidak?" tanya Wafa lagi.
Grietta hanya diam memandang Wafa dengan tatapan polosnya. Wafa tahu artinya, tapi Grietta tidak mengerti apa yang ditanyakan olehnya. Padahal, Wafa juga sudah pelan-pelan bicaranya.
"Ah, dia anak orang kaya ini, pasti. Orang non muslim juga. Pasti manggil orang tuanya bukan Ayah, Ibu, lah!" batin Wafa. "Deddy atau Mommy kamu, dimana?" lanjut Wafa bertanya.
Grietta merubah pandangan.
"Oh, dia merespon. Jadi panggilannya memang Daddy dan Mommy. Dia tahu apa yang aku katakan berarti. Um, tapi dia tidak bisa mau menjawab pertanyaan dariku. Ada apa dengan gadis cantik ini, ya?" batin Wafa lagi.
Sudah berbagai cara Wafa menanyakan bagaimana caranya untuk menghubungi orang tua dari Grietta ini, tetap saja gadis kecil berusia 5 tahun itu tidak menjawab pertanyaannya. Wafa pun berniat untuk pergi ke sekolahannya untuk mencari informasi tentang orang tuanya dan menghubunginya.
"Baiklah, sebelum Grietta pulang, bagaimana jika Grietta makan dulu di sini. Kamu bebas memilih lauk apapun yang ada di dalam kulkas sana, hm?" ucap Wafa sembari menunjuk kulkas di dapur.
Tapi, Grietta menggeleng. Wafa belum paham arti gelengan Grietta itu menolak atau apa. Dia pun menanyakan lagi kepada gadis kecil itu tentang makanan apa yang gadis kecil itu sukai. Tetap saja Wafa kesulitan untuk berkomunikasi dengan Grietta.
"Biasanya jika anak orang kaya-kaya seperti ini, makanan kesukaannya apa, ya?" gumam Wafa bingung.
Grietta tahu apa yang dikatakan oleh Wafa. Dia pun meminjam ponsel Wafa yang ada di genggaman tangannya, kemudian mencari di internet makanan apa yang ia sukai.
"Sup jagung?"
"Kamu suka sup jagung?" tanya Wafa setelah Grietta menunjukkan hasil pencariannya. Grietta pun mengangguk senang.
"Baiklah, Kakak akan mengantarmu ke sekolah dulu untuk mencari nomor telepon orang tua kamu, ya. Lalu, nanti sembari menunggu orang tua kamu menjemput, kita makan sup jagung kesukaan kamu dulu. Bagaimana, kamu setuju?" usul Wafa.
Grietta mengangguk semangat.
"Oke!" seru Wafa mengangkat tangannya, ingin mengajak Grietta melakukan tos. Grietta langsung paham dan membalas kebaikan Wafa dengan mencium pipinya.
"Tapi sebelum kita pergi, boleh tidak, kalau Kakak temui dulu tamu yang ada didepan sana. Grietta mau menunggu sebentar, 'kan?" lanjut Wafa.
Grietta kembali mengangguk. Kemudian mengangkat jempol tangannya sebagai tanda setuju. Lalu, apakah orang tua Grietta nantinya mau menjemputnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments