Setelah kelas itu selesai, Adhara menelpon seseorang dengan segera. Dia menekan tombol fast dial untuk memanggil Della karena tiba-tiba merasa butuh sesuatu. Dia pergi ke gerbang sekolah untuk mengambilnya.
Di sana Della berdiri sambil menatap heran. Hal ini sangat jarang terjadi ketika Adhara meminta dibelikan benda ini. Tapi manusia es itu langsung berbalik pergi setelah mengambilnya. Tidak membiarkan Della bertanya.
"ya sudahlah akan aku tanya nanti" bisiknya lirih sebelum kembali masuk ke mobil.
Adhara kembali ke ruang guru. Dia membawa setangkai bunga. Seorang adhara yang tidak pernah terlihat bersikap manis ini membawa setangkai bunga membuat Elena menatapnya penuh tanya. Siapa orang beruntung itu? pikirnya.
"Ellena." panggilnya untuk memeriksa kalau ellena memang berada di tempat duduknya.
"iya?" Apa dia mencari kepala sekolah? atau guru lainnya? apa Adhara ini punya pacar? Orang itu bekerja disini? pertanyaan random bermunculan sembari dia menunggu Adhara bicara.
"dari Risa" ucapnya lirih menyerahkan benda di tangannya ke atas meja Ellena. Dia mengatakannya dengan nada yang hampir tanpa ekspresi. Bahkan setelah meletakkan benda itu, dia langsung pergi lagi. Yah, Ellena tidak heran lagi karena Adhara selalu seperti itu. Yang membuatnya heran adalah kenyataan bahwa adhara bisa memperlakukan orang lain se spesial ini. Walau dia tahu, kata kata 'dari risa' bukan dikatakan tanpa makna. Karena jelas bunga seperti ini bukan benar-benar dari adhara. Tapi apapun itu, dia sudah tersenyum sangat lebar saat menerimanya.
"terimakasih" ucap Ellena lirih sekalipun yang harusnya mendengar sudah pergi jauh. Adhara sudah kembali ke tempat Della menunggu di mobilnya.
"Adhara, untuk siapa?" tanya Della dengan rasa penasaran yang memuncak. Mereka dalam perjalanan pulang, tapi dia tidak bisa diam kali ini. Rasanya ini pertama kali dia membeli bunga untuk Adhara yang ditujukan bukan kepada ibundanya.
"bukan urusanmu" balasnya dingin. Yah, seperti biasanya juga.
"apa itu kepala sekolah? atau teman sesama guru? atau untuk muridmu?" tanya Della masih tidak puas dengan jawaban itu. Dia tidak bisa mundur dulu. Ini tentang orang yang bisa membuat adhara memperlakukannya dengan baik. Jadi dia harus tahu siapa orangnya. Kalau perlu berguru sekalian supaya adhara bisa memperlakukannya juga dengan lebih baik.
Adhara tidak terbiasa mendengar Della cerewet begini. Kenapa hari ini dia penasaran sekali. Dia memalingkan muka ke arah jendela mobil, memberi gestur bahwa dia sedang tidak berminat bicara banyak.
"seseorang yang tidak penting." ucap adhara sangat malas menanggapi pertanyaan Della lebih banyak. Setelah di jawab begitu akhirnya Della diam juga. Sepertinya orang itu juga tidak begitu berhasil, pikirnya. Adhara masih orang yang sama yang sulit terbuka pada orang lain. Dia yang sudah berada di sampingnya beberapa tahun saja belum berhasil, apalagi orang lain.
...****************...
Setelah kelas pertamanya Ellena mencoba menjadi lebih dekat dengan anak-anak di kelasnya. Tapi nyatanya itu tidak semudah kelihatannya. Mereka hanya saling mengenal nama, dan tidak saling peduli pada hal lainnya. Bahkan juga Risa yang sempat dia bantu kemarin.
"Hai, ini kak Ellena" sapanya dengan ramah. Tapi mendengar itu, Risa yang tadinya duduk manis di teras segera bangkit dan pergi meninggalkan Ellena sendiri.
"mau kenal lebih dekat saja susah sekali. Orang dewasanya dan anak-anak sama saja." keluhnya. Dia tidak hanya membicarakan tentang Risa, tapi juga orang yang memberinya bunga kemarin. Nyatanya benda itu tidak spesial juga, karena perlakuan pemberinya masih sama. Dingin dan tidak banyak bicara.
Ellena ikut bangun dari duduknya, berencana kembali ke ruang guru karena tidak ada banyak hal yang bisa dia lakukan disini. Namun saat itu Risa kembali menghampirinya.
"terimakasih" ucapnya tanpa ekspresi. Dia memberikan sebatang coklat yang masih terbungkus rapi meletakkannya di pangkuan Ellena lalu pergi lagi.
"humm benar, mereka sama saja" ucapnya lirih sembari tersenyum.
Ellena kembali ke ruang guru untuk bersiap pulang. Lagipula kelasnya di gantikan oleh guru lainnya yang akan memberikan pengumuman. Jadi dia tidak ada pekerjaan lagi.
Sampai di ruang guru dia bertemu lagi dengan orang yang baru saja terlintas di benaknya. Tidak banyak guru yang mengajar disini, tapi di antara semuanya dia tetap paling sering melihat Adhara. Tapi kali ini pun mereka tidak banyak bicara juga.
"Permisi, pak." sapanya. Meski tidak menjawab, Adhara berhenti dari kegiatannya menata buku.
"ini saya bawakan bakso buatan ayah saya. Kemarin ayah datang membawakan beberapa oleh-oleh dari rumah. sekalian terimakasih saya untuk bunga yang kemarin" ucapnya panjang lebar. Dia menyentuhkan kotak yang dia bawa ke tangan Adhara, sehingga mau tidak mau Adhara akan menerimanya.
Tapi agaknya Adhara sedikit terbebani dengan pemberian itu. Dia merasa tidak cukup dekat dengan Ellena untuk saling berbagi hadiah.
"saya juga membagikannya ke semua guru, yang ini bagian bapak" lanjut Ellena berharap Adhara akan berubah pikiran.
"terimakasih" jawab Adhara membuat Ellena tersenyum senang. Sepertinya... Adhara ini tidak seburuk itu.
Adhara menerima benda itu karena menghargai Ellena saja, tapi tanggapan dari Della agaknya tidak biasa. Dia kembali mencurigai orang yang ditemui Adhara di sekolah. Dia sangat ingin berkenalan, siapapun itu.
Sampai di rumah dia memasak baksonya dengan antusias. Agak berlebihan, tapi respon ini memang wajar, mengingat Adhara bahkan jarang bicara baik-baik dengan orang lain. Tapi kali ini dia bahkan mendapat oleh-oleh dari orang lain.
Untuk pertama kalinya uap hangat dari makanan terasa lebih nyaman dari biasanya.
"hari ini kita makan ini. Oleh-oleh dari orang baik" ucap Della.
"kamu mengatakan itu seolah-olah aku tidak mampu beli makanan" ucap Adhara masih dalam agenda manusia berlidah pedasnya. Della tidak meresponnya, dia sudah sangat terbiasa.
"wah, enak sekali. Makanan kalau dimasak dengan cinta memang jauh lebih lezat" ucapnya memuji orang yang belum ditemuinya sekalipun.
"ini buatan ayahnya." balas Adhara mematahkan kesenangan Della.
"hummm cinta dari keluarga harmonis memang yang terbaik" lanjutnya, tidak sedikitpun gentar meski Adhara sudah menatap tidak suka sejak tadi.
"Dia pasti cantik." ucapnya lagi. Yah, orang baik pasti cantik. Justru orang cantik yang belum tentu baik.
"oh, kalaupun dia laki-laki dia pasti sahabat yang baik" Entah, Della sangat-sangat banyak bicara hari ini. Biar saja, dia masih bertanya-tanya dan satupun tidak di jawab oleh Adhara.
"Dia perempuan." ucap Adhara akhirnya, membuat senyum Della semakin lebar.
"sudah ku duga. perempuan yang cantik" bisiknya lirih. Apa akhirnya Adhara menemukan seseorang yang baik untuk dibiarkan masuk dalam hidupnya? sungguh Della berharap dugaannya benar kali ini.
"terserah" balas Adhara tidak mau membahas topik yang sama lebih lanjut. Lagipula yang dibicarakan memang tidak sepenting itu di hidupnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments