Adhara Alexandra - Dunia Tanpa Cahaya

Adhara Alexandra - Dunia Tanpa Cahaya

Safe zone

Adhara hidup dalam dunianya yang tanpa cahaya tanpa peduli bagaimana dunia terus berubah selama bertahun-tahun. Dia tidak mau tahu, lagipula dia tidak akan melihatnya.

Sejujurnya hatinya telah mati rasa sejak lama. Adhara si baik hati dan penyayang sudah terkubur bersama perginya wanita yang melahirkannya puluhan tahun lalu. Ekspresinya sering kali selalu sama, dingin hingga membuat perasaan tidak nyaman di sekitarnya. Bahkan dia tidak menunjukkan rasa marah atau apapun saat ayahnya menikah lagi dengan perempuan yang tidak pernah dia tahu sebelumnya. Hanya tatapan kosong yang menunjukkan ketidakpedulian. Dia telah belajar sesuatu selama bertahun-tahun, bahwa jika tidak bisa merubah apapun lebih baik membiarkannya saja. Hidup menjadi lebih tenang saat dia memendam semua perasaannya.

Ayahnya itu tidak akan pernah tahu bahwa hidup tetap berjalan untuk ayahnya, sedangkan waktu dalam benaknya terhenti selama bertahun-tahun. Dia hanya membiarkan perasaan itu tetap ada di sana, tanpa mau lupa ataupun sembuh.

Berbeda dengan laki-laki paruh baya yang segera membangun keluarga barunya tanpa Adhara diusianya yang ke dua puluh. Entah kapan terakhir kali mereka saling bicara. Dari keluarga kecilnya itu,bagi Adhara hanya tersisa kakak tirinya yang dia biarkan tinggal untuk menjadi asisten sekaligus managernya sebagai musisi. Dia bukannya menerima, dia hanya membiarkan itu terjadi. Biar mereka berbuat semaunya, adhara tidak akan peduli.

Bohong kalau dia bilang dia tidak kesepian. Dunia tanpa cahaya itu kadang sangat menakutkan. Tapi orang-orang disekitarnya tak pernah ada yang bisa benar-benar masuk dalam dunianya. Mereka hanya hadir di permukaan saja. Pada dasarnya Adhara tetap sendirian.

Saat perasaan tidak enak dari kesendirian itu mulai datang, dia akan mengasingkan diri di taman terdekat. Berdiam diri mendengarkan alunan musik sendirian. Dia mencari ketenangan di tengah hembusan angin yang berhembus pelan. Menikmati gesekan lembut yang tetap bisa dia rasakan sekalipun ia tidak melihatnya. Dengan begitu, semua akan terasa sempurna.

Namun hal berbeda terjadi hari ini. suara berisik itu terdengar di telinganya mengganggu ketenangan yang baru beberapa menit dia nikmati. Seorang perempuan duduk di seberangnya. Dia menyadari kehadiran itu begitu si perempuan menyanyi dengan berisik tanpa alunan lagu. Menurut Adhara dia pasti memakai headset atau apapun untuk mendengar lagu sendirian, tanpa sadar kalau orang lain hanya akan mendengar nyanyiannya yang berantakan. Adhara menyadari itu dari temponya yang pas, meski nadanya tak beraturan.

Aneh, kehadiran orang itu jelas mengganggu, tapi entah bagaimana Adhara merasa nyaman mengetahui ada orang lain di dekatnya. Rasanya seperti, dia tidak lagi sendirian.

Dia tidak pernah merasa begitu sabar sebelumnya. Hanya diam mendengarkan tanpa komplain atau meminta si penyanyi untuk diam. Biasanya dia akan menggerutu sampai orang lain menghindar dengan sendirinya. Entahlah, mungkin semua ini efek dari moodnya yang sangat buruk hari ini. Jadi dia malas mengeluarkan tenaga untuk bicara dengan orang lain. Toh setelah beberapa menit berlalu suara itu memelan sebelum benar-benar hilang saat lagunya selesai.

Dari liriknya Adhara tahu itu lagu ciptaannya. kalimat yang dalam dan menggambarkan kemarahan dengan sempurna. Orang itu pasti tidak sadar dia telah merusak lagu bagus di samping penciptanya sendiri. Tapi sudahlah, lagunya sudah selesai, harusnya orang itu sudah pergi karena Adhara tidak mendengarkan gerakan apapun lagi sampai...

"permisi, maaf sudah mengganggu anda. Suasana hati saya sedang sangat buruk" ucap suara itu pelan, jauh lebih enak didengar daripada ketika dia menyanyi. Seperti dia sadar dengan ekspresi Adhara yang meski sangat samar pasti terlihat seperti sedang marah bagi orang lain. Adhara balas mengangguk satu kali. Dia memang terganggu, tapi dia tidak begitu keberatan sebenarnya.

"kalau begitu, saya permisi." ucap si perempuan lagi. Kali ini dia pasti benar-benar pergi.

***

"Hei, urusannya sudah selesai, ayo kita pulang" ucap Adella menepuk bahu Adhara dengan pelan. Adhara bangun dari duduknya dengan bantuan tongkat lalu berjalan normal seolah dia bisa melihat. Hanya sesekali Adella akan mengarahkan jalannya saat berbelok atau naik tangga. Terus begitu hingga mereka sampai di rumah.

"Kamu yakin tidak mau berubah pikiran?" tanya Adella di tengah kesunyian di ruang tamu.

Ini satu hal yang tak pernah berubah di dunia. Manusia mengira bahwa dunia berputar disekitarnya saja. Ketenaran membuatnya mengira semua yang di inginkan akan terwujud tanpa menyadari bahwa ada kehidupan dan keinginan orang lain yang tidak bisa mereka atur seenaknya.

"Pihak Sona sepertinya marah karena kamu tidak memberikan lagunya untuk mereka." ucap Adella, kakak tiri sekaligus manager Adhara itu sedang mencoba merubah keputusan Adhara terakhir kali. Dia dengan keras kepala menolak memberikan lagu buatannya untuk penyanyi terkenal yang sudah bekerjasama dengannya sebelumnya. Keputusan itu membuat Della harus mendengar komplain selama satu minggu penuh.

"biarkan saja. Lagunya tidak akan terdengar baik di tangan orang yang tidak tepat" Balas Adhara dengan santai. Jelas sekali dia tidak mau berdiskusi, karena setiap keputusan yang dibuatnya selalu menjadi keputusan akhir.

"Tapi bukannya akan lebih menguntungkan memilih penyanyi yang sama dengan sebelumnya. Album yang dulu sudah menjadi hits, penyanyinya juga sudah terkenal." ucap Adella lagi. Sulit rasanya memahami Adhara dengan logika bisnis. Dia seperti pencipta seni menyebalkan lainnya yang seenaknya sendiri. Minusnya Adhara ini jauh lebih keras kepala.

"ini duniaku. Aku menulis lagu yang aku mau, dan itu hanya boleh dinyanyikan oleh suara yang aku pilih" ucapnya mengukuhkan bahwa dia memang orang paling keras kepala sedunia. Kalau sudah begini Adella akan menyerah. Dia tidak bisa membuat marah tuan muda keras kepala ini atau dirinya akan berakhir memohon agar tidak dipecat.

Hal seperti ini sudah biasa terjadi, jadi dia sudah tahu bagaimana ini akan berakhir dengan sedikit sakit kepala dan berkali-kali permintaan maaf.

Andai bisa berhenti bekerja, mungkin Adella sudah melakukannya sejak lama. Sayangnya, dibanding sebuah pekerjaan, menjaga Adhara adalah tugas dari ayahnya sekaligus panggilan hatinya untuk merawat saudaranya yang memang perlu perhatian lebih. Yah meski usahanya lebih sering dianggap gangguan. Tapi dia tidak akan mundur meski pekerjaannya semakin hari semakin berat.

"Kalau urusanmu sudah selesai, pulanglah. Ada bibi di rumah" ucap Adhara singkat. Adella tidak mau beralasan lagi. Mungkin dia akan memberi waktu untuk Adhara, barangkali dia akan berubah pikiran setelah menyendiri sebentar. Adella hanya akan menyingkir sebentar sebelum tercipta pertengkaran yang tidak perlu.

Dalam ruangnya sendiri Adhara memainkan lagu dengan piano di ruang kerjanya. Kalau sudah begitu tidak ada yang berani mengganggu. Tanpa peduli ada yang mendengar atau tidak, suara itu akan mengalun di seluruh penjuru rumah.

Adhara tenggelam dalam zona nyamannya itu hingga tanpa sadar satu lagu lagi berhasil dia ciptakan. Selalu seperti itu. Tidak ada hal atau makna khusus dari lagunya. Karena kebanyakan hanya ungkapan perasaannya yang tidak dipahami orang lain. Tentang dia yang bergelut dalam kesendirian yang menyebalkan. itu saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!