Berkenalan

Adhara tidak jahat, tapi dia hanya terlalu selektif. Jadi dia bersikap baik hanya pada orang-orang yang menurutnya pantas, dan dia belum menemukan alasan untuk bersikap baik pada orang yang baru dia kenal itu.

Kali ini mereka bertemu di ruang guru sebelum mengajar. Adhara sedang duduk diam di mejanya saat perempuan itu menghampiri. Perempuan yang sedikit lebih muda itu mendekatinya dengan hati-hati.

"permisi, maaf kalau saya mengganggu." ucap si perempuan dengan nada yang agak rendah. Adhara tidak merespon, itu membuatnya berani melanjutkan bicaranya lagi.

"saya Ellena. Guru baru disini, jadi mohon bimbingannya ya." ucap Ellena dengan amat sangat sopan, berharap akan dibalas dengan respon yang serupa. Tapi yang dia dapatkan justru jauh dari ekspektasinya.

"Kalau sudah tau mengganggu harusnya tidak usah menyapa." ucap Adhara, selain bermuka dingin mulutnya itu juga sering berkata kalimat-kalimat menyebalkan. Baru saja mulutnya terbuka sudah mengatakan kalimat yang tidak enak di dengar. Tapi bagaimanapun mereka ada di lingkungan yang sama. Tidak mungkin mereka terus menerus tidak berinteraksi sama sekali kan.

"dan jangan berharap bimbingan ku. Aku tidak akan membantu. Kamu bisa melihat, jadi belajarlah sendiri" lanjutnya sebelum beranjak untuk pergi lebih dulu menuju kelas. Meninggalkan Ellena yang menggeleng pelan. Perlakuan Adhara membuatnya paham betapa dia sangat tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Yang datang kepadanya dengan baik-baik saja ditolak mentah-mentah, apalagi yang datang dengan niat buruk, pasti sudah celaka.

Tapi diam-diam kalimat itu sedikit menusuk di hatinya juga. Ya, dia punya tubuh yang normal dan matanya berfungsi. Dia tahu kalimatnya ada benarnya juga bahwa harusnya dia lebih bisa belajar sendiri. Tapi boleh kan kalau dia ingin diberitahu dengan kalimat yang lebih menyenangkan.

Hari ini sebenarnya hari pertama Elena, dan dia bertugas menjadi guru Bantu di sekolah. Di hari pertamanya saja dia sudah mendapatkan kesan buruk dari Adhara.

Jam pertama ini dia tidak memiliki jadwal mengajar, jadi dia hanya berkeliling sambil mengamati bagaimana para guru mengajar. Seperti kata Adhara, dia akan belajar sendiri dengan melihat seniornya itu.

Setelah melangkah agak jauh, dia sampai di kelas yang di bimbing oleh Adhara. Pemandangan itu bisa dia lihat di sana. Adhara yang tersenyum tipis sambil menjelaskan tentang tulisan braille kepada anak-anak. Penjelasannya sangat mudah dipahami, bicaranya pun sangat lembut sampai dia tidak percaya, bahwa orang itu adalah orang yang sama dengan laki-laki menyebalkan yang dia ajak bicara pagi ini.

"bisa tersenyum juga ternyata." ucapnya kagum dengan apa yang ada dihadapannya. Adhara yang tersenyum terlihat lebih menyenangkan, dan lagi-lagi sangat tampan. Orang ini sebenarnya baik, sesuai dengan dugaannya tapi entah kenapa hanya kepadanya dia bersikap agak jahat. Ellena terus mengamati di sana agak lama. Melihat pemandangan indah begitu siapa juga yang tidak mau.

...****************...

Selesai mengajar, Adhara berjalan keluar dengan tongkatnya. Hari ini dia hanya mengajar satu jam pelajaran jadi dia akan pulang setelah ini. Sekarang jam istirahat, beberapa anak-anak bermain di lorong dan memainkan tongkatnya hingga tak sengaja membuat buku Adhara terjatuh. Saat itu terjadi, Ellena masih di sana untuk mengamati.

Adhara menunduk tepat ke arah bukunya jatuh.

"eh, dia kalau begini dia seperti bisa melihat." gumam Ellena. Adhara seperti tahu dimana bukunya tergeletak membuat Ellena curiga kalau dia tidak benar-benar buta.

Namun setelah menunduk agak rendah, Adhara meraba-raba lantai untuk mencari bukunya itu, sudah jelas dia butuh bantuan karena dia tidak langsung menemukannya. Dengan reflek Ellena menghampiri, membantu mengambilkannya untuk Adhara. Namun yang dibantu hanya menerima bukunya dan tidak merespon sedikitpun. Apa dia tahu kalau yang membantunya itu Ellena, makanya dia bersikap dingin begitu?

Entahlah, Ellena memendam kekesalan dalam hatinya sendiri. Bagaimanapun dia hanya memiliki maksud baik, jadi dia tidak mau marah. Selesai mendapatkan bukunya, Adhara kembali berjalan

"tunggu" ucap Ellena menginterupsi. Adhara berhenti untuk mendengarkan, tapi tidak menoleh juga.

"di halaman, saya memarkirkan sepeda di sisi kiri, jadi harap berhati-hati." Ucapnya memperingati Adhara. Meski terlihat normal begitu, tetap saja Adhara ini tidak bisa melihat, jadi dia memberitahukan perubahan yang ada supaya Adhara tidak jatuh. Adhara hanya mendengarkan, lalu kembali melangkahkan kakinya lagi.

Sebenarnya perlakuan Adhara ini bukan tanpa alasan. Adhara tahu, Ellena mahasiswa magang yang hanya datang untuk memenuhi tugas dari kampus. Baginya orang seperti itu sangat jauh dari kata tulus, jadi dia selalu memandang sebelah mata apapun yang berusaha dilakukan Elena.

Bertentangan dengan keyakinannya itu, perlahan-lahan Adhara tahu bahwa Ellena sebenarnya cukup tulus. Dia kadang mendengar Ellena bergumam sendiri untuk mempelajari materi yang akan dia ajarkan hari demi hari. Dia bahkan punya dedikasi lebih untuk pulang paling akhir setiap ada waktu luangnya dari kegiatan kampus dan Adhara cukup menghargai itu walaupun sikapnya belum berubah juga. Hingga suatu hari dia ditegur oleh kepala sekolah dan mengetahui sesuatu. Dia baru akan pulang saat laki-laki yang lebih tua itu mengajaknya bicara.

"Adhara," panggilnya dengan hati-hati.

"bersikap baiklah pada Elena, dia itu walaupun hanya mahasiswa dia punya hati yang tulus." ucapnya dengan pelan. Adhara yang dia tahu itu sangat baik dan ramah, tapi dia memang selalu agak jahat pada orang baru. Seperti saat pertama bertemu dulu. Setelah mengenalnya lama, baru dia tahu bagaimana sikap Adhara berubah menjadi sangat baik dan menghormatinya. Bahkan ketika dia meminta Adhara membantu mengajar di sekolah luar biasa Adhara tidak menolak sama sekali. Dia hanya bilang akan mengusahakan dan belajar lebih dulu. Pada akhirnya dia hadir disini untuk membantunya juga. Dia sangat berharap Adhara bisa lebih terbuka juga pada orang lain seperti yang adhara lakukan pada dirinya.

"Pada pengajuan lokasi program kuliahnya, dia memilih sekolah kita sebagai pilihan pertama, padahal biasanya mahasiswa lain akan menempatkan sekolah luar biasa di pilihan terakhir karena mereka enggan membantu di tempat seperti ini" ucap sang kepala sekolah meminta pengertiannya. Sebenarnya dia juga tidak merundung mahasiswa itu, dia hanya bersikap menyebalkan saja.

"Relawan yang bersedia membantu terus berkurang juga, aku akan lebih menghargai jika kamu mau bersikap lebih baik pada Ellena" ucapnya sudah seperti anak kecil yang di tegur karena berkelahi.

"iyaaa saya paham" balas Adhara singkat. Dia tidak asal mengiyakan, dia punya pertimbangan juga. Katanya kita akan melihat watak asli seseorang jika sudah mengenal cukup lama kan, jadi meski dia hanya tahu sisi baik Ellena selama ini, dia masih mau mengamati sedikit lagi sebelum benar-benar menerima kehadirannya dalam hidup Adhara.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!