"Untuk hari ini sampai sini saja" ucap Adhara pada Adella yang menyetir hari ini. Seperti biasa Adella hanya mengantar sampai gerbang depan karena selebihnya Adhara akan melakukannya sendiri. Adhara sudah cukup familiar dengan gedung sekolah yang memang dibangun dengan sederhana untuk mempermudah anak-anak tunanetra. Jadi dia bisa masuk dan keluar dari sekolah tanpa tersesat, bahkan sudah menghafal tempat-tempat penting yang perlu diingat.
"aku akan menjemputmu di tempat biasa." ucap Adella segera saat melihat Adhara langsung turun dari mobil tanpa bicara apapun. Meski sering tidak dianggap begitu, dia masih turun untuk memastikan Adhara masuk ke dalam sekolah dengan aman.
"huft. Sama-sama" ucapnya membalas kalimat terimakasih yang tidak pernah benar-benar dia dengar. Setelah tidak ada yang perlu dilakukan lagi, Adella kembali ke kantornya mengurusi pekerjaan Adhara yang lain berkaitan dengan manajemen dan nego dengan relasi Adhara. Sungguh, cukup sibuk karena pada dasarnya dia menjadi tangan kanan dan kiri sekaligus mata bagi Adhara jadi Adhara hanya tinggal membuat lagu dan menikmati hasilnya saja.
...****************...
Meski menyebut dunianya begitu sempit dan membosankan, nyatanya Adhara masih punya banyak hal yang harus dilakukan selain membuat lagu dan berjalan-jalan sesuka hati.
Ini semua berkat guru yang mengajarinya membaca Braille dulu. Orang yang dia hormati itu memintanya membantu di sekolah yang dia kelola. Lucu sekali, mereka mengharapkan seseorang yang buta untuk mengajari orang buta lainnya. Tapi Adhara juga tidak bisa menolak karena permintaan ini datang dari orang yang cukup berjasa dalam hidupnya.
Awalnya dia ragu. Tapi anehnya hal itu terjadi secara natural hingga membuatnya mulai sedikit terbiasa. Bergaul dengan anak kecil ternyata cukup menyenangkan meski dia tetap tidak mau membentuk hubungan terlalu dekat dengan murid-muridnya. Dua manusia yang sama-sama kekurangan bergaul dengan satu sama lain. Membayangkannya saja sudah terasa menyedihkan.
Setelah dua bulan berlalu sedikit demi sedikit pemikiran Adhara berubah. Rasanya bergaul dengan mereka tidak se menyedihkan itu. Meski kekurangan, mereka juga tetap bisa tertawa dengan ceria. Tetap memiliki mimpi meski tentu saja terhalang dengan kondisi yang mereka bawa sejak lahir atau karena hal lain.
Suara tawa yang kadang terdengar itu membuat perasaan Adhara lebih baik. Anak-anak kecil itu tidak akan pernah tahu bahwa mereka merubah Adhara sedikit untuk tidak terlalu membenci dunia. Karena saat dirinya menjadi berguna untuk orang lain, rasanya cukup menyenangkan.
Hari ini Adhara mengajar kelas yang sama lagi, aneh rasanya mendengar mereka seperti senang akan kedatangan Adhara. Andai bisa melihat, mungkin mereka akan sedikit terganggu dengan ekspresi Adhara yang seperti membenci semua hal di dunia itu. Adhara hanya menatap hamparan kosong di matanya jadi tatapannya pun kosong dan terkesan dingin. Orang yang bisa melihatnya saja lebih sering menghindarinya. Tapi dengan keadaan yang sama-sama tidak melihat satu sama lain, anak-anak itu menyambutnya dengan gembira.
Bagaimanapun, hari ini mereka mempelajari satu lagi kemampuan dasar yang harus dimiliki saat mereka tidak bisa melihat. Beberapa jam berlalu sebelum dia sadari. Adhara baru berhenti saat bel berbunyi.
Setelah kelas yang terasa panjang itu usai, Adhara berniat kembali ke kantor dulu sebelum pulang menuju area Adella menjemputnya setiap hari. Namun di tengah perjalanan sebuah suara menginterupsinya.
"permisi, Ruang guru ada di mana ya?" tanya seseorang. Dia bertanya lokasi pada orang yang buta, aneh sekali. Atau, Adhara terlihat normal di matanya?
"ikuti aku." ucapnya. Bagaimanapun, adhara tetap mengantar orang itu sampai ke ruang guru. Sekalian dia mengambil beberapa barang sebelum pulang. Orang itu mengikuti dengan tenang, kalaupun tidak juga Adhara tidak peduli.
Ini yang berbeda dari sekolah normal, di sepanjang lorong tempat Adhara berjalan tidak ada murid yang akan menyapanya, mereka terkesan tidak peduli karena tidak tahu keberadaan satu sama lain, kecuali perempuan yang mengikutinya. Dari caranya menghampiri Adhara dia tahu orang itu tidak buta. Hanya dia yang bisa mengamati keadaan seluruh sekolah, bagaimana orang-orang berlalu lalang dan terlihat sibuk, tapi tetap tenang dan tidak banyak bersuara. Aneh, ketenangan itu terasa nyaman.
Dia hanya berjalan di belakang Adhara tanpa bersuara sedikitpun. Adhara juga tidak mengajaknya bicara, bersuara rasanya agak tidak sopan sekarang. Sudah kubilang kan, laki-laki ini punya kesan dingin yang membuat orang-orang di sekitarnya hampir ada di titik takut melihatnya. Tapi dengan dia berada disini, bukankah itu menunjukkan bahwa dia punya sisi yang baik? apalagi kebanyakan guru yang ada di tempat ini adalah relawan yang punya niat membantu orang lain. Yah walaupun dia terlihat agak sedikit, menakutkan?
"terimakasih banyak" ucap orang itu lagi dengan sopan. Tunggu, suara itu, terdengar familiar. Sepertinya mereka bertemu lebih dari sekali, makanya telinga Adhara mengingatnya. Tapi entah bagaimana dalam ingatannya suara ini tidak memberi kesan yang menyenangkan. Apakah hanya perasaan Adhara saja?
Entah, Adhara tidak terlalu peduli, tugasnya selesai jadi dia hanya peduli menyelesaikan semua urusan supaya bisa segera pulang, kembali ke safezone nya tanpa orang lain yang mengganggu. Dia lebih suka di sana karena bergaul dengan orang lain itu sangat merepotkan.
Dia terus mengira-ngira, takut kalau yang dia temui hanya orang-orang menyebalkan seperti yang ada di masa lalunya. Karena sejak dulu, semua manusia nampak sama saja baginya. Mereka orang yang akan memanfaatkanmu jika kamu berguna, tapi mereka membuangmu jika tidak, mereka bahkan tidak segan menghina atas kekurangan yang kamu miliki. Kalau tidak mengenal seseorang dalam waktu yang lama atau ada sesuatu yang membuktikan kebalikannya, prasangka itu akan tetap ada bagi Adhara dan itu berlaku sama bagi semua orang disekitarnya. Bahkan juga pada adella yang nampak baik. Adhara hanya sedang menunggu kapan orang itu akan berpaling dan meninggalkannya sendirian. Jika itu terjadi, semua akan terasa lengkap dan dia akan lebih tidak peduli lagi dengan apapun.
"permisi" perempuan itu ingin menanyakan sesuatu, tapi Adhara pergi lebih dulu sebelum orang itu sempat bicara lebih banyak. Dia tidak mau berlama-lama di sana untuk sekedar berkenalan. Di ruang guru, perempuan itu disambut dengan hangat. Dia adalah guru baru yang akan membantu mengajar juga di sekolah khusus. Sosoknya ceria dan suka tersenyum.
"Adhara itu tidak suka berinteraksi dengan orang lain, jadi tolong dimaklumi ya." jelas guru lainnya yang sempat melihatnya mencoba bicara dengan Adhara. Dia hanya mengangguk. Yah ada banyak kesempatan untuk mengobrol dengannya, jadi dia tidak perlu berkenalan hari ini juga. Lain waktu dia akan mencobanya lagi. Dia sangat ingin mengenal Adhara, apalagi Adhara itu sangat tampan.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments