Tiga hari telah berlalu, Nayra telah melewati masa kritisnya. Fatimah tak sedetik pun meninggalkan anak satu-satunya itu. Begitu juga dengan Zayn yang selalu menjenguk Nayra saat dirinya pulang dari bekerja. Hubungan antara Fatimah dan Zayn cukup baik, wanita paruh baya itu hanya tahu jika Zayn adalah manajer di restorannya, bukan sebagai kekasih Nayra karena keduanya belum pernah mengenal satu sama lain.
“Nak, Alhamdulillah kamu sudah sadar.” Raut bahagia tergambar jelas di wajah wanita tersebut, penantian dengan penuh kekhawatiran membuatnya gelisah. Sebagai seorang ibu, dia juga ikut merasakan sakit jika anaknya terbaring lemah di atas brankar.
Nayra melihat sisi kanan, di mana ibunya yang pertama kali dilihat saat matannya terbuka. Raganya masih lemas, suaranya seolah berat untuk berbicara. Matanya melihat ke awang-awang, dia tahu ini bukanlah kamarnya. Rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh begitu terasa nyeri.
“Bu, ini di mana?”
“Kamu di rumah sakit, Nak. Yang sabar, ya. Nanti pasti sembuh.”
Ingatan Nayra memutar, mengingat kejadian yang sudah mengakibatkan dia berada di rumah sakit tersebut. Tampak wajah pilu dan gurat kesedihan di matanya. Belum juga dia selesai memutar kembali ingatannya. Tiba-tiba ada seseorang yang mengejutkannya..
“Rara, syukurlah kamu sudah sadar. Apa yang kau rasakan?” Suara bariton dari sisi kiri brankar menarik perhatian Nayra, wanita itu lantas menoleh, mendapati Zayn berdiri di sana.
“Kamu, ngapain di sini? Pergi!” Nayra berusaha berucap keras, tetapi suaranya masih sangat lemah.
Fatimah yang melihatnya pun terkejut, selama tiga hari ini dia mengenal Zayn dengan baik. Dia juga yang selalu mengantarkan makanan untuk Fatimah. Juga bergantian menjaga Nayra jika malam. Akan tetapi, apa yang dilihatnya pada diri Nayra hanya sorot kebencian.
“Sayang, bukankah Nak Zayn baik? Dia yang selalu menjagamu, Sayang.”
“Bu, kepala Nayra sakit.”
“Ibu panggilkan dokter ya, Nak.” Nayra menggeleng.
“Nayra hanya ingin dia pergi, Bu. Tolong.”
Fatimah melihat ke arah Zayn, dia tidak tahu ada masalah apa sebenarnya di antara mereka. Meskipun penasaran, dia tidak ingin mencampuri urusan anaknya, terlebih mengingat kondisi Nayra yang sekarang ini sangat lemah. Membebani pikirannya sama saja akan menyakitinya juga.
Tanpa disuruh oleh Fatimah, Zayn akhirnya berpamitan dan keluar dari ruangan Nayra dengan wajah putus asa. Dia sadar akan kesalahan terbesarnya, pantas jika Nayra membencinya. Mungkin untuk saat ini dia harus bersabar untuk perlahan mendekati wanita itu lagi.
Saat Zayn membuka pintu, hampir saja dia bertabrakan dengan seorang lelaki tampan dengan setelan jas rapi, yang kebetulan hendak mengetuk pintu. Lelaki itu berniat masuk ke ruangan Nayra.
“Maaf,” ucap lelaki itu dengan sopan pada Zayn.
Zayn yang penasaran, dia lantas bertanya, “Apa Anda mau masuk ke dalam? Mau cari siapa?”
“Saya ingin bertemu Nona Nayra. Apa benar ini kamarnya?”
“Anda ini siapa kalau boleh tau?”
Zayn tidak bisa mencegah lelaki itu untuk tidak masuk ke dalam kamar, sedangkan dia tidak tahu siapa lelaki itu sebenarnya. Bukan haknya juga untuk melarangnya masuk. Pria itu lantas berpamitan pada Zayn dan segera masuk menemui Nayra dan ibunya.
Arkhana Mahesa—lelaki yang tidak sengaja menabrak Nayra—menyampaikan permintaan maafnya terhadap Nayra sebagai rasa tanggung jawab dan simpatinya.
“Permisi, boleh saya masuk?” izin Arkha dengan membawa buah di tangannya.
“Silakan, Tuan ini siapa?” tanya Fatimah penasaran, tetapi dia mempersilakan lelaki itu untuk masuk.
“Saya yang sudah membuat Nona Nayra seperti ini. Semuanya terjadi begitu mendadak karena waktu itu saya harus buru-buru hampir ketinggalan pesawat, hingga tidak memperhatikan jalan. Apakah ada luka yang serius, Nona? Kalau perlu saya akan membawamu berobat keluar negeri sebagai tanda maaf,” tutur lelaki tersebut.
“Tidak perlu repot-repot membawaku. Mau bagaimanapun keadaanku, aku tidak akan mau merepotkan orang lain. Terima kasih atas tawarannya. Lagi pula aku juga salah waktu itu nggak hati-hati.” Jawaban ketus Nayra membuat lelaki itu sedikit tercengang. Dia tidak menyangka tawaran dan bantuannya kali ini ditolak begitu saja, bahkan dia malah tertarik dengan wanita yang tengah terbaring tersebut.
Arkha tersenyum tipis dan berbicara dalam hatinya, “Menarik sekali gadis ini. Cantik.”
Parasnya yang ayu mampu menghipnotis Arkha, meski dalam keadaan pucat sekali pun, lelaki itu mampu melihat sisi cantik dari wanita tersebut. Apalagi dengan sikap cueknya yang seolah tak peduli dengan sekitar. Padahal, Nayra sebenarnya wanita yang ramah dan lemah lembut, hanya saja hatinya sedang tidak enak karena baru bertemu dengan Zayn. Ditambah, dia seperti mempunyai rasa kesal pada lelaki.
“Nayra, jaga sikap, Nak. Sepertinya dia yang sudah membayar semua tagihan rumah sakit kamu.” Fatimah menatap anaknya yang berpaling dari lelaki tersebut.
“Benar begitu, Tuan?” Fatimah lantas mengulas senyum ramahnya dan merasa sangat sungkan. Lelaki berpenampilan rapi dengan setelan jas menunjukkan bahwa dia orang berada, sehingga dia tidak enak hati.
“Benar, Bu. Sejak kemarin saya meminta tolong asisten saya untuk mengontrol keadaan Nona Nayra, sekaligus melunasi semua tagihannya. Maaf jika saya baru saja muncul, sebab kemarin berada di Singapura.”
“Terima kasih banyak, Tuan.”
“Ah saya lupa memperkenalkan diri, nama saya Arkha, Arkhana Mahesa. Panggil saja Arkha, tidak perlu pakai Tuan.” Arkha terkekeh.
Sementara itu, Zayn sejak tadi menguping pembicaraan lelaki tersebut dari pintu luar. Rasa kekhawatiran mulai menyelimutinya, dia takut pria itu akan mendekati Nayra. Bagaimanapun juga, Zayn merasa Nayra akan sangat mudah menerima orang asing dalam hidupnya karena kelembutan hatinya.
Zayn lantas membatin, “Raĺ, sampai kapan kamu akan terus membenciku. Aku yakin perasaanmu tidak akan mati secepat itu terhadapku. Tapi, aku mohon jangan biarkan lelaki mana pun masuk ke kehidupan kamu. Sungguh aku tak akan rela.”
Nayra merasa jengah dengan kehadiran lelaki asing tersebut, terlebih lagi, dia menilai bahwa Arkha adalah orang yang sombong dan hobi pamer kekayaannya. Meskipun Arkha tak bermaksud demikian, Nayra tetap saja malas meladeninya.
Nayra memalingkan wajahnya dan hendak bergeser, memiringkan tubuhnya ke arah sang ibu. Namun, mendadak dia merasakan nyeri yang luar biasa di bagian kakinya.
“Argh! Auw sakit, Bu ... kaki Nayra kenapa rasanya ....” Nayra mengerutkan dahinya dan membungkam mulutnya. Air mata menetes begitu saja dari pipinya.
Perlahan, Nayra menyingkap selimut yang menutupi setengah badan. Betapa terkejutnya dia mendapati kakinya yang tengah di gips di bagian paha hingga betis.
“Bu ... kaki Nayra kenapa?” tangannya berusaha menyentuh kaki.
“Sayang, tenang dulu ya. Nanti pasti sembuh.”
Melihat hal tersebut, Arkha merasa iba dan semakin merasa bersalah meskipun kecelakaan tersebut bukan sepenuhnya kesalahan dirinya.
“Ibu, kaki Nayra bisa sembuh nggak? Apa Nayra cacat? Apa Nayra akan lumpuh? Nayra nggak bisa jalan?” Wanita itu meledakkan tangisnya hingga terisak. Dia sesekali mengusap air matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Sunenti Kamalia
itu namanya laki2 egois,,pantes2 aja situ dbenci lha yg cari perkara elu Zayn😪
2023-01-31
1
☘💚Efa Vania💚☘
Arkha sebaiknya kamu gantiin posisi Zayn di hati nayra deh
2023-01-05
1