Episode 2

Benar saja, Asad menepati janjinya untuk menikahi Arumi. Mereka menikah secara siri yang disaksikan keluarga Arumi dan dua orang saksi yang di bawa Asad.

Asad memberikan mahar yang fantastis, satu rumah senilai dua milyar, mobil dan emas seratus gram. Semua keluarga Arumi berdecak kagum dan sikap mereka mendadak berubah pada Arumi dan ibunya. Dulu yang cuek bahkan acuh, kini pura pura baik dan sok akrab, karena Arumi sudah menjadi perempuan kaya yang dinikahi seorang Asad Fadli, pengusaha muda yang memiliki beberapa bisnis yang tengah berkembang pesat.

Seusai akad, dilanjutkan acara makan makan, dan Asad pun telah meminta semua yang hadir untuk merahasiakan pernikahan nya dengan Arumi. Karena tak ingin istrinya tau dan terjadi masalah.

Semua berjanji untuk tutup mulut dan merahasiakannya karena tiap yang hadir mendapat amplop satu juta dari Asad.

"kita akan pindah rumah hari ini juga, kamu bawa barangmu secukupnya saja. Karena aku sudah menyiapkan semuanya, kamu hanya tinggal menikmatinya saja. Dan sudah ada satu pembantu dan satu penjaga yang akan menemani kamu di rumah. Ibu juga boleh ikut tinggal dirumah kita, jika beliau berkenan!" Asad mengutarakan keinginannya pada Arumi di hadapan sang mertua yang tersenyum bangga karena anaknya begitu dicintai oleh lelaki kaya raya.

"Jadi ibu juga boleh ikut pindah kerumah kalian?" Sahut Demik senang dengan binar ceria.

"Iya Bu, silahkan jika ibu ingin tinggal bersama Arumi!" Sahut Asad sopan dengan senyuman ramah.

"Ibu disini saja, gak enak ganggu pengantin baru. Kalian juga butuh waktu berdua. Tapi nanti ibu akan datang sekali kali untuk menengok anak ibu, bolehkan?" Sahut Bu Demik pada akhirnya, karena tak ingin mengganggu kesenangan anak dan menantunya.

"Baiklah jika itu yang ibu mau, tapi pintu rumah kami akan selalu terbuka untuk ibu!" Sahut Arumi manja dan memeluk ibunya erat.

"Arumi mau siap siap dulu.

Tunggu sebentar ya, Mas!" Sambung Arumi menatap suaminya yang mengangguk. Dan membiarkan Arumi mengemasi barang barangnya, sedangkan Asad kembali berbaur dengan para tamu yang hadir, yang kebanyakan keluarga dari Arumi.

Setelah selesai mengemasi barang barangnya, Arumi melangkah keluar kamar dan mencari keberadaan suaminya yang sedang mengobrol dengan dua asisten nya.

Asad melihat kedatangan Arumi dan memerintahkan Denis untuk menyiapkan mobil dan Rendi untuk kembali ke kantor menghandle pekerjaan yang sempat tertunda.

"Sudah siap sayang?

Mari kita menikmati bulan madu!" Kerling Asad nakal dengan senyuman yang terlihat memabukkan di mata Arumi.

"Kita pamit dulu sama ibu dan keluarga yang lain. Gak enak kalau langsung pergi!" Sahut Arumi merona dengan senyuman yang tak kalah manis bahkan terlihat sangat seksi di mata Asad.

Arumi dan Asad berpamitan pada Bu Demik dan seluruh keluarga, doa dan senyum bangga terlihat hampir pada semua orang. Banyak yang melontarkan pujian hanya sekedar untuk mencari simpati dari Asad, berharap kecipratan rejeki dari suami Arumi yang dulu mereka asing kan karena miskin.

Setelah berpamitan mereka melangkah keluar dan menuju mobil Pajero yang sudah terparkir tepat di halaman rumah. Dan dengan cekatan Denis membukakan pintu untuk majikannya lalu memutari mobil dan masuk kedalam di belakang kemudi.

Tatapan kagum masih terpancar dari keluarga Bu Demik dengan keberuntungan Arumi mendapatkan lelaki kaya, tak perduli jika hanya dijadikan istri kedua, yang penting hidup nyaman dan bergelimang harta.

"Beruntung sekali si Arumi dinikahi pak Asad yang sangat kaya raya, kalau sudah jadi orang kaya, jangan lupa sama saudara kamu, Dem!" Ucap Bu Ambar yang bahkan selama ini begitu membenci Arumi dan ibunya karena miskin, tapi kini berubah sok baik dan mengaku saudara, lalu kemana saja dulunya.

Bu Demik hanya tersenyum miris menanggapi ocehan keluarganya yang saling berebut diakui keluarga olehnya.

Sedangkan di dalam, terlihat beberapa keluarga sedang saling berebut untuk membawa sisa makanan yang ada di meja. Menurut mereka itu adalah makanan mewah yang mahal harganya. Tanpa meminta ijin dengan yang punya rumah, saudara Bu Demik telah memasukkan makanan yang ada dalam plastik yang memang sudah mereka bawa dari rumah.

Bu Demik hanya bisa pasrah dan menggelengkan kepalanya.

"Rud, ibu capek. Ibu masuk ke kamar ya.

Kamu tetap disini saja, hargai keluarga yang masih berada disini. Sakit kepala ibu melihat tingkah mereka." Bu Demik berbicara pada anak lelakinya yang kini masih sekolah SMU kelas dua.

Rudi hanya tersenyum dan mengiyakan ucapan ibunya. Rudi anak yang penurut dan pintar, bahkan dia juga bekerja serabutan untuk membantu biaya sekolahnya sendiri. Arumi sangat menyayangi adiknya itu.

Setelah puas menghabiskan makanan yang ada, satu persatu keluarga Bu Demik pulang kerumahnya masing-masing tanpa berpamitan. Dan Rudi hanya bisa menatap miris orang yang disebut saudara itu.

"Mas Rudi, ibu dimana?

Semua hidangan sudah ludes, apa ini dibersihkan sekarang semuanya?" Tanya mbok Ijah, tetangga yang dimintai tolong untuk membantu oleh Bu Demik.

"Ibu dikamar mbok, pusing lihat tingkah saudaranya." Sahut Rudi tersenyum dan berdiri ikut membantu mbok Ijah membersihkan kekacauan yang ada.

"Mbok itu salut sama kamu, le! Sudah ganteng, pinter, baik dan mau bantu bantu kerjaan dapur kayak gini. Ibumu pasti bangga sama kamu. Beruntung punya anak kayak kamu. Semoga kamu nanti jadi orang sukses le!"

Mbok Ijah tanpa ragu memuji Rudi karena memang Rudi pantas untuk di kagumi.

"Mbok Ijah bisa saja. Rudi gak sebaik itu mbok, karena Alloh sudah menutupi kekurangan-kekurangan Rudi. Tapi Rudi Aamiinkan doa dari mbok Ijah, aamiin.

Makasih doanya ya mbok, pun doa yang sama juga buat mbok Ijah, semoga mbok Ijah sehat terus dan diluaskan rejekinya, Aamiin!" Sahut Rudi sopan dan berdoa dengan hati yang tulus untuk perempuan tua yang ada disampingnya.

Meskipun sudah tua, mbok ijah tetap mau bekerja dan tidak ingin menjadi beban untuk anak anaknya, karena anaknya juga hidup dengan kekurangan, itulah kenapa mbok Ijah tetap ingin bekerja di usia senjanya.

"Wah semua sudah bersih, maaf ya mbok, Tadi aku ketiduran, pusing kepalaku." Tiba tiba Bu Demik muncul dengan wajah yang terlihat kusut dan lelah, rumahnya sudah bersih pun dengan dapurnya. Mbok Ijah dan Rudi sudah membereskannya.

"Wong ini semua juga Rudi yang bantuin.

Kamu itu beruntung, Dem! Punya anak baik baik dan patuh sama orang tua. Rudi ini laki laki tapi tidak segan bantu di dapur." Sahut mbok Ijah yang kembali memuji Rudi dan membuat Bu Demik tersenyum bangga menatap putranya.

"Alhamdulillah, mbok!

Owh iya, semua makanan sudah habis ya, mbok jadi gak kebagian. Maaf ya mbok! Aku jadi gak enak ini!" Kembali Bu Demik mengeluarkan suara dengan perasaan sungkan karena makanan telah ludes dan mbok Ijah gak kebagian.

"Masih ada kok Bu, tadi sebelum acara,  mbak Arumi sudah menyisihkan beberapa masakan di lemari dan menguncinya.

Mbak Arumi sudah tau kalau bakal kayak gini.

Tadi mbak Arumi yang meminta aku untuk diam saja, dan menyuruh mengeluarkan makanan setelah acara selesai, untuk diberikan pada mbok Ijah dan buat kita makan malam." Sahut Rudi, sambil mengeluarkan kunci lemari makan yang ada di dapur dari saku celananya.

"Ya, ampun Arumi! Bisa bisanya sampai kepikiran begitu!" Bu Demik tertawa dan di acungi jempol oleh mbok Ijah yang ikut tertawa.

Sedangkan Rudi mulai mengeluarkan beberapa makanan dari dalam lemari yang tadi Arumi simpan.

Bu Demik membungkus sebagian untuk mbok Ijah, dan memberikan beras, gula, mie instan, dan beraneka kue basah dan cemilan yang lain.

Tak lupa juga memberikan amplop titipan dari Arumi untuk mbok Ijah.

"Mbok, terima ini ya, titipan dari Arumi, jangan ditolak. Arumi titip salam, terimakasih katanya!" Bu Demik menyelipkan amplop yang sedikit tebal untuk mbok Ijah.

"Kok banyak banget Dem?

Padahal aku itu iklas loh bantu bantu disini, karena kamu dan Arumi itu juga sering bantu aku pas aku lagi repot." Sahut mbok Ijah dengan mata berkaca kaca.

"Terima saja, mbok! Anggap ini rejeki mbok Ijah. Doain Arumi ya, semoga rumah tangganya langgeng." Balas Bu Demik dengan senyuman tulus, karena sangat mengerti keadaan mbok Ijah yang serba kekurangan, Arumi sudah menitipkan uang sebesar satu juta lima ratus untuk diberikan pada mbok Ijah, karena Arumi telah mendapatkan uang nafkah yang tak sedikit juga dari Asad suaminya.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.

#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)

#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)

#Coretan pena Hawa (ongoing)

#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)

#Sekar Arumi (ongoing)

#Wanita kedua (Tamat)

Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.

Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️

Happy ending ❤️

Terpopuler

Comments

Chantika putri borpas(mukhbita

Chantika putri borpas(mukhbita

menanti kelanjutannya saja dulu💪💪😊😊

2022-12-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!