Aku Ingin Bercerai

"Pah,mah. Iris memutuskan untuk menceraikan Damar."

Itulah kata pertama yang keluar dari mulut Iris. Saat ini ia dan Damar tengah berada di ruang kerja papanya,mereka baru saja di tanyai tentang detail kejadian timpuk-timpukan di luar tadi.

"Jika memang Iris tidak jadi menikah dengan Ardo,maka biarkan Iris tetap sendiri. Tidak perlu menyuruh Damar atau siapapun untuk menggantikan Ardo. Iris tidak butuh mereka pa."

Lanjut Iris lagi.

Tuan Bagaskara terlihat manggut-manggut mendengar pernyataan sekaligus permintaan dari anaknya itu.

Setelah terlihat berpikir sejenak,tuan Bagaskara tampak menarik napas dengan dalam kemudian berdehem.

"Ekhm..,begini nak. Bukannya papa tidak mau mengizinkan perceraian kalian,tapi papa memang mempercayai Damar. Tidak bisakah kalian jalani kehidupan kalian dulu,lagipula apa kata orang-orang nanti. Berita kamu sudah menikah dengan Damar itu sudah tersebar dan jika belum genap sehari kalian sudah bercerai otomatis akan di jadikan bahan gunjingan Ris."

"Tunggulah sampai satu atau dua bulan lagi,setidaknya sampai berita tentang kaburnya Ardo di hari pernikahan kalian redam,baru kita pikirkan tentang perceraian kamu dan Damar."

"Tapi pa,papa kan tau status Damar. Dia hanya pelayan pa..,hanya tukang kebun lalu Iris harus makan apa jika bersuami dengan pria seperti dia,dia hanya..."

"Iris cukup."

Tuan Bagaskara segera memotong ucapan Iris karena merasa tidak enak dengan raut wajah Damar yang tampak memerah mungkin karena memendam marah dan malu atas ucapan Iris barusan.

Nyonya Bagaskara juga tampak mengusap-usap lengan sang suami agar tidak terpancing emosi dan berujung bertengkar dengan putri mereka sendiri.

"Iris,mari ikut mama ke kamar. Biarkan papa dan Damar berbicara di sini."

Pinta nyonta Bagaskara pada putrinya.

Iris menggeleng. "Tidak mau ma. Iris harus membicarakan masalah perceraian Iris lagi atau.."

"Iris,dengarkan mamamu atau papa akan menarik seluruh aset yang sekarang kamu pakai."

"Tapi.."

"Keluar Iris!!"

Dengan terpaksa gadis itu berjalan keluar di ikuti nyonya Ghatama di belakangnya.

Sebelum benar-benar keluar,Iris sempat menolehkan kepalanya dan menatap tajam pada Damar.

Damar yang di tatap hanya berlaku cuek dan memilih tidak menghiraukan.

"Bodo amat." Begitulah batin Damar.

♡♡♡

Setelah kepergian Iris dan nyonya Bagaskara,kini tinggalah Damar yang tampak canggung berada di satu ruangan dengan tuan besar sekaligus mertuanya itu.

Dengan hati-hati Damar pun memulai pembicaraan.

"Tuan besar,maaf sebelumnya. Tapi mengenai permimtaan nona Iris tadi,ada baiknya tuan pertimbangkan lagi. Em,maksud saya..,saya...."

Damar tidak enak untuk mengatakan bahwa ia tidak nyaman dengan status pernikahannya dan Iris.

Sedangkan di sisi lain,tuan Bagaskara tampak tersenyum tipis.

"Memangnya apa yang harus di pertimbangkan Damar? Apa kau merasa tidak suka dengan putriku?" Tanya tuan Bagaskara dengan raut tenang.

Damar menggeleng gugup. "Bu..bukannya tidak suka tuan. Hanya saja nona muda terlalu sempurna untuk saya yang hanya seorang pelayan,saya hanya merasa tidak pantas bersanding dengan nona muda."

"Kalau merasa tidak pantas,mengapa tidak kau coba pantaskan saja. Damar,kau tau kan aku sejak dulu memintamu untuk bekerja di perusahaanku tapi kau sendiri yang sungkan karena merasa dirimu berasal dari panti dan tidak layak untuk bekerja di perusahaan besar,sekarang karena kau sudah menjadi menantuku,coba kau pikirkan lagi tawaranku.

Bukankah nanti jika kau bekerja di kantor,kau bisa mendapatkan gaji yang lebih besar? Dengan begitu berati tidak ada lagi kan alasanmu untuk insecure terhadap putriku."

Ucapan tuan Bagaskara yang seperti itu membuat Damar semakin merasa insecure. Sebagai seorang laki-laki apalagi sudah beristri,menggantungkan hidupnya pada sang mertua bukanlah hal yang baik.

Jujur Damar mendukung permintaan Iris yang meminta mereka untuk bercerai karena walau bagaimanapun. Damar merasa jika pernikahannya dan Iris malah justru membuat mereka berjarak. Apalagi kini sifat Iris berubah drastis.

Sebelumnya Iris adalah pribadi yang ramah dan perian,baru setelah menikah dengannya kemarin lah sifat Iris berubah drastis dan itu makim-makin membuat Damar merasa tidak enak.

"Begini saja Damar,kalau memang kamu merasa tidak pantas dan tidak mau bekerja di perusaan papa,bagaimana kalau kamu bekerjanya di perusahaan teman papa saja? Papa punya teman di bidang kontruksi dan kebetulan dia ini sedang mencari asisten baru,asisten lamanya sudah mengundurkan diri beberapa waktu lalu,kalau kamu mau. Papa akan bantu merekomendasikan kamu di sana. Bagaimana?"

Damar tertegun sejenak. "As..asisten CEO maksud tuan?" Tanya Damar dengan raut tak percaya.

Tuan Bagaskara mengangguk. "Ya. Bagaimana? Tertarik tidak?"

Damar mengangguk cepat. "Saya sangat tertarik tuan,tapi..,bagaimana dengan status saya sebelumnya? Saat ini kan saya hanya seorang tukang kebun,apa pantas menjadi seorang asisten CEO? Saya takut malah membuat teman tuan itu malu berdampingan dengan saya."

Tuan Bagaskara tersenyum lagi. "Damar..,Damar. Kamu ini memang aneh,jadi tukang kebun itu kemauan kamu. Papa kan dari dulu menyuruh kamu untuk bekerja di perusahaan papa. Kamu sendiri yang menolak dan malah memilih jadi tukang kebun."

"Padahal kamu itu berpotensi loh Dam,apalagi kamu ini berpendidikan. Kamunya saja yang aneh,papa tawarin pekerjaan bagus waktu itu,kamu malah memilih jadi tukang kebun karena merasa tidak layak bekerja di kantor."

"Nah kalau sekarang,karna kamu sudah menjadi menantu papa. Mau tidak mau kamu harus punya penghasilan banyak. Pertama untuk menakhlukan hati putri papa yang kedua untuk menghidupi keluarga kecil kalian nanti. Ingat!"

"Papa tidak selamanya kuat loh,nanti ada kalanya papa sudah tidak mampu menjaga dan merawat Iris dan sebagai orangtuanya,papa mempercayakan Iris di bawah pertanggungjawaban kamu. Kamu mengerti kan maksud papa?"

Damar mengangguk paham.

Sekali lagi tuan Bagaskara menepuk pundak Damar. "Bagus kalau kamu paham,nah besok. Kamu ikut papa,kita akan ke kantor teman papa itu untuk membicarakan masalah ini pada dia. Kamu mau kan?"

"Mau tuan. Terimakasih." Damar menjawab sambil mencium tangan mertua sekaligus majikannya itu.

Tuan Bagaskara dengan cepat menarik bahu Damar sehingga pria itu kembali berdiri tegak.

"Satu lagi Damar!" Kata tuan Bagaskara secara tiba-tiba dengan nada tegas.

"Jangan panggil saya tuan! Panggil saya papa!" Perintahnya yang diangguki cepat oleh Damar,karena merasa terintimidasi.

♡♡♡

Sementara itu di sisi lain,Nyonya Bagaskara tengah mati-matian menenangkan putrinya yang terus merengek dan menangis karena ingin bercerai dengan Damar.

"Nak,hustt,sudahlah. Jangan dipikirkan lagi masalah perceraian. Jalani saja dulu ya,lagipula Damar itu baik loh nak." Bujuk nyonya Bagaskara.

Tapi Iris tidak peduli dan itu membuat nyonya Bagaskara terpikirkan sebuah ide.

"Sayang,bagaimana kalau begini saja. Kalian jalani dulu pernikahan kalian selama tiga bulan,nah jika memang sampai lewat tiga bulan nanti kalian merasa tidak cocok. Barulah perceraian kalian di urus. Bagaimana?"

Mata Iris seketika berbinar. "Mama mau bantu,tapi kan?"

Nyonya Bagaskara mengangguk. "Mama akan bantu kalau memang sampai tiga bulan ke depan kamu merasa tidak cocok. Tapi untuk mendapatkan bantuan mama,ada syaratnya."

"Apa itu?"

"Kalian harus menjalani kehidupan layaknya pernikahan normal pada umumnya. Tidak ada perjanjian hitam di atas putih dan tidak ada adegan pisah kamar. Itu keputusan mama dan mama harap kamu tidak menganggu gugatnya. Oke?"

Iris seketika terbelalak.

"APA???"

♡♡♡

Jangan lupa like vote komen...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!